Ada Apa Di Balik Kerasnya Erdogan Tolak Finlandia dan Swedia Gabung NATO?

"Yang patut menjadi catatan bagi kita kaum muslim adalah, dalam masalah ini, posisi kaum muslim hendaknya tak membela salah satu pihak. Sebab sejatinya, mereka semua tak melakukan aktivitasnya untuk kepentingan perdamaian hakiki, apalagi kepentingan kaum muslim. Yang ada adalah kepentingan bagi nasionalisme mereka sendiri."

Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sejak agresi militer Rusia menusuk jantung Ukraina, negara-negara 'teras' Rusia lainnya mulai 'kebakaran'. Betapa tidak? negara-negara tersebut terusik ketenangannya karena ketakutan akan bernasib sama seperti Ukraina. Ukraina membara disebabkan keinginannya untuk bergabung dengan NATO ( Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Hal ini memantik kemarahan Rusia, sebab negaranya tak lagi punya 'pagar' dari negara-negara NATO lainnya. Selain itu, Ukraina menjadi peringatan nyata bagi negara-negara yang berbatasan langsung dengan Rusia, agar mereka tidak melawan kehendak Rusia dalam urusan geopolitik.

Adanya serangan Rusia terhadap Ukraina, nyatanya malah menjadi sumbu bagi Finlandia dan Swedia untuk bergabung dengan NATO sesegera mungkin. Padahal, sebelumnya kedua negara tersebut adalah anggota nonblok, yang tak ikut blok mana pun. Namun, saat ini mereka bagai duduk di atas bara. Ingin segera mencantumkan nama negara mereka dalam keanggotaan NATO. Alasannya, tak lain adalah demi kepentingan keamanan negara mereka.

Sebab, mereka menganggap bertetanggaan dengan Rusia sudah tak ada jaminan aman. Maka sesegera mungkin mereka mencari sekutu baru agar terjamin keamanan negara mereka. Dan NATO menjadi pilihan satu-satunya bagi kedua negara untuk mengamankan wilayahnya. Lantas, apakah jalan mereka memasuki NATO akan mulus atau terjal berliku?

Turki Menolak

Swedia dan Finlandia, berencana menyerahkan aplikasi pendaftaran menjadi anggota NATO pada Rabu, 18 Mei 2022. Para pemimpin kedua negara tersebut bertolak menuju Amerika guna bertemu dengan Presiden AS, Joe Biden. Sedangkan duta besar keduanya dijadwalkan bertemu dengan Sekertaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg. (cnbcindonesia.com, 18/5/2022)

Di tengah rencana besar mereka, ternyata Turki dengan lantang menolak masuknya dua negara tersebut ke dalam keluarga besar NATO. Turki yang telah resmi menjadi negara penginisiasi NATO pun mengeluarkan keputusan. Turki menilai bahwa kedua negara tersebut masuk keanggotaan NATO, maka NATO akan menjadi konsentrasi baru bagi kelompok Kurdi. Padahal, Ankara telah menganggap kelompok Kurdi sebagai teroris. Lantas, apa hubungan antara kelompok Kurdi, Turki, Swedia, dan Finlandia?

Kelompok Kurdi, Turki, Swedia, dan Finlandia

Untuk memahami akar permasalahan kedongkolan Turki terhadap Swedia dan Finlandia, maka hendaklah kita menoleh pada sejarah tentang bangsa Kurdi dan perang di Suriah. Bangsa Kurdi adalah etnis minoritas di Timur Tengah yang menempati wilayah yang biasanya disebut Kurdistan. Wilayah ini berada dalam 5 negara, Turki, Suriah, Irak, Iran dan Armenia. Namun sayangnya, hingga kini Kurdi belum memiliki identitas resmi.

Setelah keruntuhan Khilafah Utsmaniyah di Turki, atas kekalahannya dalam Perang Dunia I, Barat melalui perjanjian Sevres hendak membentuk negara Kurdistan. Namun, hal tersebut urung dilakukan. Sebab perjanjian baru, yakni perjanjian Lausanne telah menetapkan batas baru bagi Turki modern. Tak ayal, mimpi bangsa Kurdi runtuh saat itu juga. Hingga kini, mereka menjadi etnis minoritas di sempalan ke-5 negara wilayah Utsmaniyah tersebut.

Dengan begitu, Turki tak pernah menganggap keberadaan bangsa Kurdi. Hingga pada tahun 1980, Partai Buruh Kurdistan (PKK), melancarkan pemberontakan kepada pemerintahan Turki. Pemberontakan tersebut berubah menjadi lautan darah dengan korban sekitar 40.000 nyawa, baik dari Turki maupun dari bangsa Kurdi. Namun sayang, pemberontakan demi pemberontakan, bahkan memasuki parlemen pun tak mampu mengantarkan bangsa Kurdi memiliki negara sendiri.

Sedangkan kaitannya dengan Suriah, bangsa Kurdi yang mendiami sebagian kecil wilayah Suriah mempunyai peran penting dalam perang sipil Suriah melawan pemerintahan Bassar Asad. Bahkan bangsa Kurdi juga berperan dalam penumpasan ISIS. Kurdi dianggap mengincar wilayah otonomi di utara Suriah, hingga hal ini mengusik Turki. Sebab, Turki tak mau jika kelompok Kurdi di negaranya melakukan hal serupa, dan berhasil memiliki pemerintahan mereka sendiri.

Atas dasar itu, Turki memboyong tentaranya ke perbatasan Suriah yang dikuasai Kurdi. Perang antara keduanya pun tak terelakkan. Ankara menginginkan agar Kurdi mundur dari perbatasan, sedangkan bagi Kurdi, serangan Turki adalah perongrong bagi kemerdekaan mereka. (bbcnewsindonesia) Inilah akar permasalahan antara Kurdi dan Turki.

Sedangkan hubungannya dengan Swedia dan Finladia, bahwa kelompok Kurdi yang mendirikan Partai Buruh Kurdistan (PKK) dan sempalannya (YPG) Satuan Perlindungan Rakyat, sebagian telah melarikan diri dari Turki. Dan menjadi buronan yang dianggap sebagai teroris. Namun, Swedia dan Finlandia adalah sebagian negara yang memberi Partai Kurdi suaka dari Turki, mereka menolak mengekstradisi kelompok Kurdi kembali ke Ankara. Dendam inilah yang dibawa oleh Turki hingga saat ini.

Kesempatan Emas untuk Tawar Menawar

Selain itu, penolakan Turki terhadap masuknya Swedia dan Finlandia menjadi kesempatan emas untuk tawar menawar pembatalan sanksi yang telah bangsa Eropa dan Amerika berikan pada Turki terkait pembelian pesawat S-400 dari Rusia.

Tuntutan Turki sebagai syarat untuk menyutujui masuknya Swedia dan Finlandia dalam rengkuhan NATO adalah sebagai berikut;

  1. Turki menuntut Swedia dan Finlandia mengakui PKK dan sempalannya sebagai kelompok teroris.
  2. Turki menuntut pembatalan pembatasan ekspor senjata yang dilayangkan oleh negara-negara Eropa terhadap Turki, setelah Operasi Mata Air Perdamaian tahun 2019.
  3. Turki menuntut pencabutan sanksi AS atas pembelian senjata S-400 Rusia.
  4. Turki menuntut NATO agar memulai kembali program pesawat tempur F-35 Amerika Serikat. Pada saat itu, Turki dikeluarkan dari program tersebut setelah memperoleh sistem S-400 dari Rusia.

Demikianlah sepak terjang Turki dalam penolakan masuknya Swedia-Finlandia ke dalam NATO. Yang patut menjadi catatan bagi kita kaum muslim adalah, dalam masalah ini, posisi kaum muslim hendaknya tak membela salah satu pihak. Sebab sejatinya, mereka semua tak melakukan aktivitasnya untuk kepentingan perdamaian hakiki, apalagi kepentingan kaum muslim. Yang ada adalah kepentingan bagi nasionalisme mereka sendiri.

Perdamaian Semu

Perdamaian dan keamanan itulah yang hendak mereka capai dalam pergulatan sengit ini. Namun yang tak disadari adalah, selama hegemoni kapitalis masih merajai, maka tidak akan pernah mereka menemukan perdamaian dan keamanan hakiki. Yang ada hanya perdamaian dan keamanan semu. Sebab, konflik akan terus terjadi selama aktor utama terus memainkan lakonnya sebagai sutradara dalam kancah perpolitikan dunia.

Sang sutradara ini akan terus menebar bibit-bibit konflik untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Apa pun yang dapat menghalangi langkah mereka, maka intrik dan problem akan dimasukkan agar mereka mendapatkan segala hal yang mereka inginkan. Sang sutradara dapat menghancurkan sebuah negara hanya karena tuduhan tak berdasar sebagaimana yang terjadi pada Irak. Ia juga dengan mudah membentuk kelompok militer untuk memonsterisasi ideologi tertentu. Bahkan ia juga bisa menjungkirbalikkan nilai mata uang suatu negara dengan isu-isu yang berkembang.

Jadi, sangat dangkal ketika negara-negara ini berebut masuk pada aliansi pertahanan. Parahnya aliansi ini dibentuk oleh gembong kapitalis yang tentu hanya kemanfaatan bagi dirinyalah yang diutamakan. Maka, hendaklah negara-negara tersebut pada umumnya, dan kaum muslim khususnya mencari letak perdamaian hakiki. Perdamaian yang mendapat rahmat dari Sang Pencipta Alam. Yakni Allah Swt.

Rahmatan lil'alamin

Adanya konflik karena identitas yang diimpikan oleh bangsa Kurdi, dan getolnya Turki memerangi "separatis" ini, seharusnya tak terjadi dalam Islam. Sebab, Islam sendiri tak terkotak-kotak oleh nation state. Negara bangsa yang saat ini mati-matian dipertahankan oleh kaum muslim sejatinya bukanlah berasal dari Islam.

Islam sendiri mempunyai sebuah institusi yang bernama Khilafah. Yakni sebuah negara yang menaungi negeri-negeri kaum muslim dengan satu aturan, yaitu syariat Islam. Maka, di daerah mana pun kaum muslim tinggal, tak ada perbedaan. Mereka tetap berada dalam satu negara. Tanpa meributkan batas teritorial semu yang diciptakan Barat untuk memecah belah kaum muslim pasca Perang Dunia I.

Pun dengan bangsa Kurdi. Mereka akan diakui sebagai warga negara Khilafah. Begitu pula dengan Turki, tak akan melakulan serangan kepada sesama saudara muslimnya hanya karena perebutan batas wilayah. Energi kaum muslim terlalu berharga jika hanya digunakan untuk meributkan sesuatu yang jelas bukan sebuah masalah.

Dalam Khilafah, energi kaum muslim akan difokuskan untuk dakwah dan jihad. Menyebarkan risalah-Nya ke penjuru dunia, agar tercipta rahmatan lil'alamin bagi seluruh manusia. Wallahu a'lam bish-showwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Ramalan Marak, Waspadai Barnum Effect!
Next
Restorasi Keadilan, Adilkah?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram