Mogok kerja para dokter tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Pasalnya, Islam mampu menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi tenaga kesehatan.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com- Mogok kerja massal tengah dilakukan oleh ribuan dokter muda Korea Selatan sejak 20 Februari 2024. Aksi mogok kerja tersebut pun mendapat dukungan dari para profesor kedokteran Korea Selatan, yang menyatakan akan mengurangi jam praktik mereka mulai Senin (25/3). Para profesor tersebut hanya akan fokus kepada pasien darurat serta penderita sakit parah. (cnnindonesia.com, 26/3/2024)
Apa sebenarnya yang menyebabkan para dokter melakukan mogok kerja? Benarkah karena persoalan gaji dan lamanya jam kerja? Bagaimana Islam menyejahterakan rakyatnya termasuk tenaga kesehatan?
Protes Penerimaan Siswa Kedokteran
Diwartakan oleh cnbcindonesia.com (27/2/2024), sekitar 9.006 dokter di banyak rumah sakit di Korea Selatan telah melakukan mogok kerja. Selain itu, sekitar 10 ribu dokter (80,5%) juga telah mengajukan pengunduran diri dari pekerjaan mereka. Hal ini terjadi pada 100 rumah sakit pelatihan di Korea Selatan. Protes yang dilakukan para dokter tersebut telah berdampak pada sejumlah rumah sakit besar di Seoul.
Aksi proses massal para dokter berawal saat pemerintah Korea Selatan berencana menambah penerimaan siswa kedokteran tahunan sebanyak 2.000 orang mulai tahun 2025 mendatang. Diketahui, saat ini jumlahnya hanya 3.058 orang. Jika dilakukan penambahan maka kuotanya akan menjadi 5.058 orang setiap tahunnya. Namun, para dokter menilai bahwa penambahan kuota penerimaan pelajar di sekolah kedokteran hanya akan menurunkan kualitas pelayanan.
Meski diancam mogok kerja ribuan dokter, Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, mengatakan akan tetap menambah kuota pendaftaran sekolah dokter. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk mengatasi krisis dokter yang melanda Korea Selatan. Pemerintah pun menyebut bahwa kebijakan itu dimaksudkan untuk menambah jumlah dokter hingga setidaknya 10.000 pada tahun 2035 untuk mengatasi penuaan penduduk yang terjadi sangat cepat. Pemerintah Korea Selatan memprediksi bahwa lebih dari seperlima penduduk Korsel akan berusia di atas 64 tahun pada 2025 mendatang.
Pemerintah setempat pun menggunakan berbagai upaya agar para dokter kembali bekerja. Salah satunya tidak akan meminta pertanggungjawaban bagi mereka yang kembali bekerja sesuai waktu yang ditentukan. Sedangkan bagi mereka yang tidak mau kembali bekerja, ancaman sanksi menanti di depan mata. Pemerintah menyebut akan menangguhkan, mencabut izin medis, hingga menuntut para dokter tersebut.
Dampak Mogok Kerja Massal
Dampak dari mogok kerja para dokter tersebut sungguh membuat miris. Sejumlah rumah sakit besar dengan terpaksa membatalkan 50 persen jadwal operasinya, bahkan menolak pasien yang membutuhkan penanganan medis saat itu juga. Dampak lain dari aksi mogok kerja tersebut, pemerintah Korsel terpaksa memperpanjang jam kerja di lembaga kesehatan, serta memberi izin kepada perawat untuk melakukan beberapa tindakan medis yang biasanya dilakukan oleh para dokter.
Di sisi lain, para pasien yang membutuhkan penanganan segera, khawatir tidak akan mendapatkan dokter untuk merawatnya. Seorang lansia bahkan dikabarkan meninggal dunia karena ditolak oleh beberapa rumah sakit. Karena itu, aksi mogok para dokter muda tersebut kurang mendapat simpati dari rakyat setempat karena berdampak pada terabaikannya layanan kesehatan.
Mogok Kerja: Jam Kerja Tinggi, Gaji Rendah?
Rencana penambahan kuota mahasiswa kedokteran dianggap bukan solusi oleh para dokter junior. Para dokter muda itu khawatir penambahan kuota mahasiswa justru akan membuat fakultas kedokteran kewalahan dan menurunkan kesejahteraan para dokter. Para dokter muda itu pun meminta agar pemerintah memperhatikan gaji dan kondisi kerja mereka sebelum membuat kebijakan untuk menambah jumlah dokter.
Lantas, berapa sebenarnya gaji dokter di Korea Selatan? Berdasarkan survei yang dilakukan di antara negara anggota untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), para dokter di Korsel mendapatkan gaji paling tinggi. Peringkat berikutnya adalah Belanda, Jerman, Irlandia, dan Inggris. Menurut laporan Statistik Kesehatan OECD 2023, rata-rata gaji spesialis di Korsel sebesar $192.749 atau sekitar Rp3 miliar per tahun pada 2020. Besaran gaji tersebut jika diukur dengan Paritas Daya Beli (PDB) yang memperhitungkan biaya hidup lokal. (tempo.co, 29/2/2024)
Meski gaji dokter di Korsel terbilang tinggi, tetapi tak semua dokter bisa mendapatkan gaji yang tinggi. Pasalnya, di Korsel ada bidang-bidang populer yang diminati para dokter muda dan memiliki gaji tinggi seperti bedah plastik dan dermatologi. Padahal, bidang tersebut tidak terlalu urgen.
Di sisi lain, ada bidang esensial tetapi tidak populer dan tidak memiliki banyak peminat karena diberi bayaran rendah seperti pediatri, obstetri, dan departemen gawat darurat. Karena itu meski ada banyak dokter baru yang direkrut, mereka lebih memilih profesi populer di kota-kota besar dengan gaji tinggi. Sementara di sektor esensial tetap memiliki sedikit peminat karena gaji yang rendah. Ini artinya, tetap akan terjadi kekurangan dokter di sektor esensial, khususnya di pelosok, karena dibayar rendah.
Karena itu, dokter muda yang tengah mogok kerja juga meminta agar pemerintah menyejahterakan tenaga kesehatan di sektor yang tidak populer. Seorang anggota parlemen Korea Selatan, Ahn Cheol-soo, mengatakan bahwa pemerintah harus mampu meyakinkan para dokter baru untuk masuk ke sektor esensial yang selama ini tidak banyak peminatnya karena berupah rendah. Jika pemerintah tak mampu memeratakan kesejahteraan bagi para dokter, maka penambahan dokter hanya akan menambah dokter kulit yang baru tanpa penambahan di sektor esensial lainnya.
Inilah sejatinya wajah sistem kesehatan ala kapitalisme yang gagal menyejahterakan rakyatnya. Layanan kesehatan diprivatisasi sehingga tidak bisa diakses oleh semua warga dengan murah apalagi gratis. Di sisi lain, prinsip materialisme yang selalu lekat di setiap aktivitas termasuk sektor kesehatan, telah melahirkan para penguasa dan petugas kesehatan yang hanya berhitung untung-rugi.
Sistem Kesehatan dalam Islam
Konsep kesehatan dalam Islam dibangun di atas paradigma politik kesehatan Islam. Politik kesehatan Islam sendiri merupakan pengurusan kesehatan setiap individu rakyat dengan sudut pandang Islam. Islam adalah aturan hidup yang sangat memperhatikan urusan kesehatan setiap manusia.
Dalam Islam, pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat merupakan kewajiban negara. Negara wajib memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya tanpa terkecuali, baik kaya atau miskin, muslim maupun nonmuslim. Karena itu, negara wajib menyediakan rumah sakit, dokter, klinik, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini wajib dilakukan karena fungsi utama negara adalah pengurus seluruh kepentingan rakyat.
Fungsi negara tersebut telah dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Al-Bukhari:
فَاْلإِماَمُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: "Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus."
Wujud nyata tanggung jawab negara dalam menjamin kesehatan rakyatnya dapat disaksikan pada saat Rasulullah saw. bertindak sebagai kepala negara. Saat itu Rasulullah saw. pernah mendatangkan dokter untuk mengobati salah seorang rakyatnya. Rasul pun pernah mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir. Rasul saw. kemudian menjadikan dokter tersebut sebagai dokter umum bagi seluruh rakyatnya.
Islam benar-benar memberikan jaminan kesehatan bagi semua manusia, sehingga mogok kerja tak akan terjadi. Setidaknya ada tiga sifat jaminan kesehatan dalam Islam:
Pertama, layanan kesehatan bersifat umum, tidak ada diskriminasi. Artinya, jaminan kesehatan Islam tidak berkasta. Semua berhak mendapatkannya, baik muslim maupun nonmuslim.
Kedua, layanan kesehatan tidak dipungut biaya alias gratis.
Ketiga, rakyat harus diberikan kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Selain itu, khalifah sebagai penanggung jawab seluruh urusan rakyat juga akan memberikan perlindungan kepada para tenaga kesehatan. Perlindungan tersebut berupa keamanan, menghormati kedudukannya yang dianggap mulia, dan memperlakukannya dengan baik karena jasa-jasa yang mereka lakukan. Negara juga akan memberikan jaminan perlindungan hukum, jaminan kesehatan, dan kesejahteraan bagi tenaga kesehatan termasuk para dokter. Tenaga kesehatan pun akan diberikan gaji yang layak untuk memenuhi kehidupan mereka.
Khatimah
Mogok kerja para dokter tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Pasalnya, Islam mampu menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat termasuk tenaga kesehatan. Namun, untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan tersebut dibutuhkan institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni Khilafah. Di bawah naungan Khilafah, kesehatan rakyat terjamin, tenaga kesehatan pun sejahtera.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Pembahasan yang menarik. Dalam sistem kapitalisme, semua memang dilihat dari asas manfaat termasuk dalam dunia kedokteran. Dokter di bidang nonesensial namun populer diberi peluang dan gaji yang besar. Sedangkan dokter di bidang esensial tapi tidak populer malah diberi gaji rendah dan tidak diperhatikan kesejahteraannya. Barakallah untuk penulis.
Betul mbak Firda, miris ya. Kapitalisme memang mustahil menyejahterakan semua orang.
Wa fiik barakallah