Wisata ramah muslim di berbagai negeri sejatinya menunjukkan bahwa kaum muslim menjadi pasar bisnis yang sangat besar.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Wisata ramah muslim adalah destinasi wisata yang membuat kaum muslim merasa nyaman ketika melakukan liburan ke tempat tersebut. Di tempat wisata tersebut, kaum muslim bisa melaksanakan ibadah dengan tenang dan dapat menyantap makanan halal.
Destinasi wisata sendiri merupakan salah satu pemasukan utama yang mampu mendongkrak perekonomian suatu negeri di dalam sistem kapitalisme. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk menghasilkan cuan akan diperhatikan dan dikembangkan dalam sektor pariwisata, begitu juga dengan destinasi wisata ramah muslim tersebut.
Saat ini banyak negara yang telah mengembangkan destinasi wisata ramah muslim, salah satunya yakni Taiwan. Direktur Taiwan Tourism Information Center Jakarta, Abe Chou dan Secretary of Press Information Division Kantor Dagang dan Ekonomi Taipei (TETO) Jakarta, Juan Chen, menjelaskan bahwa Taiwan berusaha untuk memperluas pasar pariwisatanya di Indonesia dengan menawarkan paket wisata khusus yang sesuai dengan kebanyakan orang Indonesia. Taiwan ingin mengembangkan citra positif pariwisatanya untuk tujuan wisata yang ramah muslim.
Selain untuk mengembangkan citra positif pariwisatanya, apa yang dilakukan Taiwan dengan melakukan kegiatan promosi pariwisata di Indonesia juga untuk menggaet semakin banyak wisatawan muslim untuk melancong ke sana. Hal ini merupakan salah satu tujuan utama dari kegiatan tersebut (republika.co.id, 10/03/2024).
Wisata Ramah Muslim, Taiwan Bukan Pertama
Taiwan bukanlah negara pertama yang menawarkan wisata ramah muslim. Akan tetapi, banyak negara yang sebelumnya telah menawarkan wisata ramah muslim seperti Jepang, Filipina, Thailand, dan negara lainnya.
Walaupun mereka bukan negeri muslim, tetapi negara tersebut terus mengembangkan destinasi wisata yang ramah terhadap kaum muslim, seperti di negeri Sakura. Negara tersebut telah membuka banyak pariwisata yang ramah muslim seperti di kawasan Hokkaido, Tokyo Chiba, dan kawasan lainnya.
Ketika kaum muslim berkunjung ke negeri Sakura, mereka akan disuguhi dengan berbagai pemandangan yang cantik. Tempat wisatanya pun telah dilengkapi dengan restoran halal dan tersedia pula musala untuk kaum muslim beribadah. Hal ini dilakukan untuk menggaet kaum muslim agar tidak ragu berlibur ke negara nonmuslim tersebut (validnews.com, 15/04/2023).
Kaum Muslim, Pasar Bisnis Pariwisata
Menurut riset Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019 dari Mastercard dan CrecentRating, memprediksi bahwa akan ada 230 juta wisatawan muslim secara global pada 2026. Bahkan, wisatawan tersebut akan terus bertambah seiring dengan berkembangnya zaman yang diakibatkan adanya tuntutan keingintahuan generasi Z dengan hal baru (kompas.com, 06/06/2023).
Tak dimungkiri bahwa dahulu tujuan wisata kaum muslim hanya sebatas Makkah-Madinah, tetapi seiring berkembangnya zaman tujuan wisata muslim pun mulai beragam. Kebanyakan dari generasi Z sangat menyukai hal-hal yang unik dan baru.
Hal ini membuat mereka berkeinginan untuk berlibur ke berbagai tempat di dunia ini yang menyuguhkan pemandangan yang cantik dan menarik. Apalagi dengan adanya kecanggihan teknologi yang membuat tempat wisata di dunia ini bisa dilihat hanya dengan gadget.
Potensi ini pun menjadi sebuah bisnis yang sangat mengiurkan di dalam sektor pariwisata. Oleh karena itu, banyak negara baik yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ataupun tidak seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan yang secara langsung memanfaatkan hal tersebut untuk menghasilkan cuan. Salah satunya cara terus untuk mendapatkan cuan yakni dengan mengembangkan sektor pariwisata ramah muslim di negeri masing-masing.
Pengembangan wisata ramah muslim di berbagai negeri sejatinya menunjukkan bahwa kaum muslim menjadi pasar bisnis yang sangat besar dalam sektor pariwisata. Keinginan kaum muslim berkunjung ke wisata ramah muslim membuktikan bahwa kaum muslim memiliki ekonomi yang cukup besar sehingga dijadikan ladang cuan oleh pemilik modal.
Wisata Kaum Muslim, Fatamorgana Bargaining Position
Meningkatnya wisatawan muslim setiap tahunnya kian menegaskan kepada kita bahwa jumlah kaum muslim secara global sangat banyak. Bahkan, kaum muslim juga memiliki potensi ekonomi yang begitu besar.
Memang benar bahwa populasi kaum muslim di dunia setiap tahunnya mengalami peningkatan, bahkan Islam menjadi agama kedua terbesar di dunia setelah Kristen. Potensi ini sejatinya bisa menjadikan kaum muslim memiliki bargaining position atau mempunyai posisi tawar tersendiri di mata dunia.
Namun sayang, bargaining position tersebut hanya sebuah fatamorgana. Dia tidak dapat diciptakan oleh kaum muslim akibat dari kungkungan sistem kapitalisme sekuler beserta sistem turunannya. Kaum muslim dicerai-berai menjadi beberapa negeri muslim yang membuat mereka lemah.
Sistem kapitalisme mengubah seluruh sistem kehidupan, mulai dari sistem ekonomi, sosial, sanksi, dan lainnya yang justru menjadikan kaum muslim mudah disetir oleh musuh-musuh Islam. Kaum muslim dijajah dengan pemikiran yang hanya memfokuskan pada kehidupan mereka sendiri, tanpa melihat potensi yang sangat besar ketika mereka bersatu dalam ikatan akidah Islam.
Alhasil, potensi ekonomi dan jumlah kaum muslim yang begitu besar tidak bernilai apa pun di mata dunia. Potensi tersebut justru dimanfaatkan sebagai pasar produk oleh umat lainnya, salah satunya yakni dengan adanya pengembangan destinasi wisata ramah muslim oleh negara-negara minoritas muslim.
Ketika Islam Memimpin
Islam dikenal sebagai sebuah sistem kehidupan yang mampu membawa masyarakat pada kesejahteraan. Bahkan, pada masa kejayaan Islam silam, keberadaannya sangat dipandang oleh berbagai negeri, termasuk Amerika Serikat. Negeri Islam juga sering kali menjadi kiblat bagi negara-negara luar karena konsep sistem politiknya yang mampu membawa Daulah Islam menjadi negara adidaya.
https://narasipost.com/world-news/08/2023/meneropong-pertarungan-as-dan-cina-di-taiwan/
Konsep kepemimpinan Islam menyatukan kaum muslim dalam satu kepemimpinan tunggal, yakni Khilafah Islamiah. Dalam institusi inilah potensi ekonomi kaum muslim yang begitu besar akan disatukan dan diarahkan untuk kemaslahatan umat. Sebab, konsep politik ekonomi Islam memiliki tujuan untuk menyejahterakan seluruh masyarakat.
Dalam sistem Islam, negara memiliki kewajiban untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan per individu rakyat. Hal itu sebagai bentuk tanggung jawab pemimpin kepada rakyatnya, Rasulullah saw. bersabda, "Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan dialah yang bertanggung jawab kepada gembalanya (rakyatnya)." (HR. Bukhari dan Muslim).
Di sisi lain, Islam juga mengajarkan rakyatnya untuk saling membantu antara muslim yang satu dengan muslim lainnya. Kaum muslim pun diwajibkan mengeluarkan zakat, yang dengannya digunakan sesuai tuntunan syariat Islam.
Zakat ini dikelola oleh badan baitulmal sebagaimana harta-harta dari sumber lainnya seperti hasil dari kharaj, fai, hasil pengelolaan SDA, dan lainnya. Harta inilah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara Islam dan menyejahterakan rakyatnya.
Khatimah
Sejatinya jumlah kaum muslim sangat banyak secara global, tetapi kesadaran mereka akan pentingnya persatuan umat dalam naungan Khilafah Islamiah belum terwujud dalam benak mereka. Alhasil, mereka hanya mudah dimanfaatkan oleh umat lainnya sebagai pasar produk. Sebagaimana dalam perkara wisata.
Padahal, jika kaum muslim bersatu, mereka bisa menjadi umat yang kuat dan tidak tertandingi, bahkan dipandang oleh dunia. Saatnya kaum muslim sadar akan posisi mereka sebagai umat yang satu, agar mereka tidak terus-menerus dimanfaatkan oleh umat lain sebagai ladang cuan bagi musuh-musuh Islam. Wallahu a'lam bissawab.[]
Dalam sistem kapitalisme, banyaknya jumlah muslim cuma dimanfaatkan untuk mencari keuntungan.
Di satu sisi bersyukur dengan kemunculan wisata halal. Saat ke luar negeri tetap bisa menikmati makanan halal. Tetapi di sisi lain program ini menempatkan muslim sebagai obyek yang bisa menghasilkan uang. Jadi, bukan karena menghargai agamanya tetapi ada potensi cuan yang bisa diraup.