Geng bersenjata bukanlah satu-satunya ancaman bagi Haiti. Negara di Karibia tersebut pun diguncang krisis iklim hingga mengalami darurat kemanusiaan.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com-Geng bersenjata tengah merajalela di Haiti. Kekacauan dan kekerasan yang disebabkan oleh geng bersenjata tersebut terus meluas di ibu kota Haiti, Port-au-Prince. Pasukan keamanan pun sampai kewalahan menghadapi para geng yang jumlahnya sangat banyak. Nelangsanya, negara di Karibia yang berjuluk Mutiara Antilles itu tidak hanya menghadapi krisis keamanan, tetapi juga tengah terperosok ke dalam jurang kemiskinan akut.
Diwartakan oleh sindonews.com (4/3/2024), sebuah geng bersenjata telah melakukan penyerangan terhadap penjara utama di Kota Port-au-Prince, Haiti, pada Sabtu malam waktu setempat. Serangan itu telah mengakibatkan 12 orang tewas dan sekitar 3.800 narapidana melarikan diri. Seorang petinggi di National Network for Defence of Human Rights, Pierre Esperance, menyebut bahwa dari sekitar 3.800 napi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Nasional Haiti, hanya tersisa sekitar 100 orang saja yang masih berada di dalam penjara.
Lantas, apa yang menyebabkan penyerangan terhadap penjara utama di Haiti oleh geng bersenjata? Bagaimana sebenarnya kondisi politik dan ekonomi yang terjadi di Haiti hingga memunculkan banyak kekerasan bersenjata? Bagaimana pula jaminan keamanan dalam Islam?
Serangan Geng Bersenjata
Serangan geng bersenjata di Port-au-Prince telah mengakibatkan kekacauan dan kekerasan ekstrem. Geng-geng yang melakukan penyerangan pada Sabtu malam tersebut, bahkan disebut telah menguasai sekitar 80% Kota Port-au-Prince. Geng-geng bersenjata tersebut mengatakan bahwa mereka ingin menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry, yang diangkat sebagai pemimpin sementara di negara itu. Henry mengambil alih jabatan perdana menteri setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise yang terjadi pada 2021 silam.
Peningkatan kekerasan oleh geng bersenjata sebenarnya sudah terjadi sejak Kamis (29/2/2024), yakni saat Perdana Menteri Ariel Henry melakukan perjalanan ke Nairobi (ibu kota Kenya) dalam rangka membahas pengiriman pasukan keamanan multinasional ke Haiti. Hal ini dilakukan karena pemerintah Haiti tidak mampu mengendalikan serangan geng-geng tersebut. Akibat serangan terhadap institusi pemerintah, negara itu kemudian mengumumkan jam malam dan kondisi darurat.
https://narasipost.com/world-news/05/2023/antara-junta-militer-myanmar-dan-militer-muslim/
Sebelumnya, Henry telah berjanji akan mengundurkan diri dan menyerahkan jabatannya serta melakukan pemilihan parlemen dan presiden. Sayangnya, hingga kini janji itu belum terealisasi. Henry bahkan dianggap mengabaikan permintaan pengunduran dirinya yang berujung pada peningkatan kekerasan di negara itu. Pemilihan parlemen dan presiden di Haiti memang belum pernah dilakukan selama satu dekade. Kekerasan ekstrem yang terus menggurita membuat pemilihan parlemen dan presiden yang aman semakin sulit terwujud.
Jimmy Cherizier yang juga dikenal dengan sebutan Barbecue, mengaku bertanggung jawab atas meningkatnya serangan di Port-au-Prince. Jimmy yang seorang mantan perwira polisi elite dan kini menjalankan federasi geng, mengatakan bahwa tujuan dari penyerangan tersebut adalah untuk menangkap kepala polisi, menteri pemerintahan Haiti, dan mencegah kembalinya Henry. (rakyatpost.id, 3/3/2024)
Darurat Kemanusiaan
Republik Haiti merupakan sebuah negara yang terletak di antara Laut Karibia dan Samudra Atlantik Utara. Negara ini mencakup sepertiga bagian barat pulau Hispaniola dan beberapa pulau kecil lainnya di Laut Karibia (wikipedia). Republik Haiti termasuk salah satu negara miskin yang telah lama berjuang dengan kondisi buruk di daerah pedesaan. Berbagai permasalahan seperti perumahan, pendidikan, layanan kesehatan, gizi, angka kematian bayi, dan faktor lingkungan, menjadi pemandangan lumrah di kalangan masyarakat miskin negara itu.
Namun, geng bersenjata bukanlah satu-satunya ancaman bagi Haiti. Negara di Karibia tersebut pun diguncang krisis iklim hingga mengalami darurat kemanusiaan. Selama empat tahun terakhir misalnya, Haiti diterjang badai tropis berturut-turut, pandemi, gempa bumi, banjir, protes politik yang diikuti pembunuhan presiden, dan maraknya kekerasan geng yang terorganisasi. Akibatnya, hampir separuh penduduknya atau sekitar 5,2 juta jiwa membutuhkan bantuan kemanusiaan pada bulan Juni 2023. (csis.org, 29/12/2023)
Jika ditelisik lebih dalam, kekerasan oleh geng bersenjata di Haiti tidaklah terjadi saat ini saja. Namun, kekerasan oleh geng bersenjata sudah lama terjadi dan semakin memburuk sejak terpilihnya Jovenel Moise sebagai presiden pada 2017 silam. Menurut catatan Rencana Respons Manusia Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) pada 2023 lalu, terdapat sekitar 1,9 juta orang membutuhkan perlindungan dari para geng. Selain membutuhkan perlindungan, mereka juga memerlukan bantuan tempat tinggal, makanan, sanitasi, air, dan kebersihan. Sayangnya, kekerasan yang terus meningkat serta ancaman terhadap petugas kesehatan dan para pemberi bantuan, membuat layanan yang diberikan tidak maksimal.
Haiti benar-benar mengalami darurat kemanusiaan. Berbagai kekerasan dan penyerangan terus mewarnai hari-hari masyarakat, mulai dari serangan geng, penculikan dan kekerasan berbasis gender, serta pembunuhan di luar proses hukum. Kondisi ini pun memaksa warga meninggalkan rumah-rumah mereka. Menurut data dari Kantor Terpadu PBB di Haiti, lebih dari 1.630 orang terbunuh, terluka, atau diculik, hanya dalam waktu tiga bulan pertama di tahun 2023. Jumlah tersebut bahkan meningkat 30% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Negara Lemah
Gejolak politik dan guncangan ekonomi serta iklim telah melemahkan kemampuan negara, melemahkan keamanan, dan penyediaan layanan kepada masyarakat. Haiti yang memiliki sekitar 11.000 petugas aktif untuk memberikan keamanan terhadap lebih dari 11 juta masyarakat, nyatanya masih kewalahan menghadapi serangan-serangan geng bersenjata yang nyaris berkuasa penuh di ibu kota negara itu.
Karena ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan keamanan dasar di tengah mengguritanya geng kriminal, Amerika Serikat dan negara lain pun menyerukan intervensi internasional di Haiti. Namun, siapa pun yang mengetahui tujuan politik dan ekonomi negara kapitalis, akan memahami bahwa intervensi yang dilakukan negara lain terhadap kondisi keamanan di Haiti, tidak serta-merta mengubah krisis menjadi aman. Sebut saja intervensi AS atas negara-negara muslim dengan dalih menjaga keamanan.
Realitasnya, AS dan negara-negara kapitalis besar lainnya hanyalah bekerja untuk kepentingan mereka sendiri, bukan demi kepentingan negara lain. Ringkihnya keamanan negara di Karibia dan negara lainnya di dunia, menunjukkan bahwa jaminan keamanan di dunia masih sebatas mimpi. Pasalnya, sistem rusak yang diterapkan saat ini yakni kapitalisme, tidak mampu memberikan jaminan keamanan di seluruh dunia.
Jaminan Keamanan dalam Islam
Keamanan menjadi salah satu kebutuhan dasar kolektif yang wajib dipenuhi oleh negara. Sayangnya, jaminan tersebut gagal dipenuhi oleh sistem kapitalisme. Satu-satunya sistem yang mampu memberi jaminan keamanan secara maksimal adalah Islam. Pasalnya, Islam adalah agama sekaligus ideologi paripurna yang mampu menjadi solusi terhadap seluruh persoalan.
Selain itu, kekuasaan dalam Islam berjalan di atas prinsip pelayanan dan perlindungan. Artinya, seorang penguasa adalah pelayan dan pelindung bagi seluruh rakyatnya. Penguasa berkewajiban menerapkan seluruh hukum syariat. Penerapan seluruh hukum tersebut akan memberikan jaminan perlindungan terhadap akal, kehormatan, darah, agama, harta, dan jiwa manusia.
Dengan penerapan hukum-hukum tersebut pula, manusia akan diberikan tuntunan terhadap perkara yang dibolehkan maupun yang dilarang untuk dilakukan. Jika manusia telah memahaminya tetapi masih melakukan pelanggaran, maka negara akan menetapkan sanksi tegas terhadap seluruh pelanggaran yang dilakukan. Karena itu, siapa pun yang melakukan tindakan kriminal seperti begal, pencuri, pemerkosaan, dan pembunuhan, maka negara akan menindak tegas terhadap para pelaku tersebut.
Hal ini dilakukan karena negara adalah pelindung dan perisai bagi rakyatnya. Karenanya, penguasa tidak akan membiarkan satu pun rakyatnya yang terbunuh tanpa hak, apalagi jika itu seorang muslim. Berharganya satu nyawa bahkan telah dinyatakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis Ibnu Majah,
"Sungguh, hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim."
Ketegasan seorang penguasa terhadap para pembuat kerusuhan pernah ditunjukkan oleh Khalifah Al-Mu'tashim belasan abad silam. Sang khalifah pernah memerintahkan kepada salah satu komandan militernya yang bernama Ajif bin Anbasah untuk menumpas kaum Az-Zutha. Az-Zutha adalah suatu kaum yang merupakan percampuran dari beberapa ras yang menguasai jalan-jalan di Basrah. Mereka menebar kekacauan dan kerusakan di jalanan Kota Basrah, menakut-nakuti para pengguna jalan, menyamun, dan mengambil hasil panen warga di Kaskar dan Basrah.
Ajif bin Anbasah pun segera melaksanakan perintah khalifah dengan menumpas para perusuh tersebut hingga mereka tidak berdaya lagi. Sang komandan militer tersebut kemudian membangun pangkalan militer di dekat Wasith dan memblokade sungai-sungai yang dijadikan jalan masuk dan keluar oleh para perusuh. Tentara kaum muslim kemudian mengepung para perusuh dari berbagai arah untuk memutus akses mereka. Hasilnya, Ajif bin Anbasah berhasil menahan 500 anggota perusuh dan membunuh 300 lainnya dalam sebuah pertempuran. Keberhasilan menumpas para pembuat kerusakan oleh tentara Khilafah, sejatinya menunjukkan bahwa negara telah memberi jaminan keamanan bagi seluruh rakyatnya.
Khatimah
Geng bersenjata yang telah melumpuhkan kekuatan dan muruah negara menjadi fakta miris dalam sistem kapitalisme. Celakanya, para pembuat kerusakan tersebut akan terus ada dan menggurita selama sistem kapitalisme sekuler masih menancap di seluruh negara di dunia. Pada akhirnya negara lumpuh dan tidak mampu mandiri dalam menghadapi geng-geng bersenjata yang mengancam jiwa. Saatnya kembali pada Islam dan seluruh syariatnya agar jaminan keamanan bukan sekadar ilusi.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Ya Allah, ngeri banget kalau tinggal di Haiti. Memang hanya sistem Islam yang mampu memberikan jaminan keamanan untuk semua warganya
Betul mbak, jaminan keamanan memang hanya bisa diwujudkan oleh Islam
Haiti dibelit kekacauan multidimensional akibat pemerintahnya gagal mengatasi permasalahan sejak dari akarnya. Geng pengacau keamanan yang tidak bisa dibasmi hingga tuntas membuat rakyatnya makin sulit di tengah himpitan ekonomi, politik yang terus bergejolak, dan guncangan iklim. Di atas semua itu, yang paling menderita pastinya rakyat yang di bawah.
Betul, kasihan rakyatnya. Inilah sesungguhnya pentingnya negara yang kuat dan mandiri. Sayangnya, negara tersebut hanya akan lahir dari sistem Islam.
Ya Allah, 1630 mati sia-sia dalam waktu 3 bulan. Negara kacau, rakyat tidak bisa dikendalikan. Hukum rimba yang berlaku. Mengerikan sekali. Manusia yang tidak kenal Islam pasti putus asa dengan kondisi tsb. Ulasannya mantap, mba Sartinah.
Ngeri ya mbak, nyawa manusia saat ini begitu murah karena gak ada junnah.
Syukran mbak Novianti sudah mampir