Kanal Ikonis Venesia Tanpa Air, Italia Dilanda Kekeringan

”Sistem kapitalisme telah menempatkan negara dan seluruh rakyatnya hidup di bawah ancaman bencana baik kekeringan, banjir, maupun kebakaran hutan.”

”Sistem kapitalisme telah menempatkan negara dan seluruh rakyatnya hidup di bawah ancaman bencana baik kekeringan, banjir, maupun kebakaran hutan.”

Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Venesia, Italia. Siapa yang tidak mengenal kota tua yang berdiri megah di tengah-tengah laguna di ujung barat Laut Adriatik ini? Kanal-kanal yang mengelilingi 118 pulau, gondola dan taksi air yang hilir mudik membawa wisatawan, bangunan-bangunan tua berusia ratusan tahun yang tetap terawat apik, jembatan lengkung di atas kanal, dan air jernihnya yang kebiruan benar-benar membuat siapa pun bermimpi dapat mengunjunginya. Karena keeksotisannya, UNESCO memasukkan Venesia sebagai situs warisan dunia sejak tahun 1987. Akan tetapi, deskripsi indah itu seolah hanya masa lalu.

Dari foto-foto yang beredar, kanal-kanal ikonis Venesia mulai mengering dan mengeluarkan bau tak sedap. Venesia tampak kumuh dan memprihatinkan. Gondola-gondola menganggur. Para wisatawan enggan datang. Aktivitas perekonomian lumpuh. Padahal, pemerintah Italia telah mengindahkan larangan PBB agar Venesia tidak dilintasi kapal-kapal pesiar sejak Agustus 2021 lalu. Italia juga menghentikan produksi kapal pesiarnya di Venesia. Namun, dengan mengeringnya kanal-kanal ini, jutaan wisatawan yang diharap kedatangannya batal berkunjung.

Kanal-kanal mengering tentu bukan hal lumrah, sebaliknya justru mengkhawatirkan. Apa yang terjadi di Venesia dan beberapa wilayah di Italia mengindikasikan negeri ini belum berhasil mengatasi bencana kekeringan terparah selama 70 tahun terakhir. Pemerintah Italia bahkan mengumumkan keadaan darurat di beberapa wilayahnya, mengeluarkan aturan hemat air, dan larangan menyiram tanaman dengan air minum.

Dikutip dari unilad.com (24-02-2023), Davide Zanchettin, seorang profesor oseanografi dan fisika atmosfer, mengatakan kepada BBC Newsday bahwa yang terjadi di Venesia termasuk fenomena langka yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kekeringan kanal-kanal Venesia tidak semata-mata diakibatkan kurangnya curah hujan, tetapi merupakan kombinasi dari faktor meteorologi dan astronomi. Penumpukan tekanan atmosfer yang dipengaruhi oleh posisi bumi, matahari, dan bulan telah menyebabkan suatu wilayah menerima air dan wilayah lainnya kering.

Namun, benarkah kondisi kekeringan yang terus memburuk di Venesia semata karena pengaruh iklim?

Eksploitasi Berlebihan di Hulu Sungai Po

Venesia terletak di sebelah utara Laut Adriatik, tepatnya di antara delta Sungai Po, Italia bagian utara dan Semenanjung Istria, Kroasia. Sungai Po berhulu di Monviso, Pegunungan Cottian Alpen dan muaranya di Laut Adriatik. Panjangnya lebih dari 650 km dan cekungan drainasenya seluas 74.000 km2. Dengan aliran sepanjang ini, maka Sungai Po dinobatkan sebagai sungai terpanjang dan terpenting di Italia bahkan telah menjadi urat nadi perekonomian selama ratusan tahun.

Dikutip dari link.springer.com (27-07-2021), pada zaman perunggu sampai sebelum renaisans, Sungai Po hanya dimanfaatkan untuk mengairi lahan-lahan pertanian, menangkap ikan, dan sebagai jalur transportasi. Saat itu mereka bercocok tanam secukupnya. Lahan pertanian yang dimiliki luasnya terbatas. Pada masa ini belum terjadi alih fungsi hutan.

Kondisi berubah sejak Eropa mengalami revolusi industri. Sungai Po mulai dieksploitasi berlebihan. Para tuan tanah menebang berhektar-hektar hutan di hulu sungai, mereklamasi rawa di sekitar Sungai Po sebagai lahan pertanian, dan membuat drainase-drainase baru. Pada tahun 1890-an, di hulu Sungai Po terdapat 12.000 kincir air. Sebagian kincir besar itu merupakan pabrik pengolahan gandum. Beberapa pabrik lagi menjalankan industri tekstil. Periode berikutnya, air Sungai Po dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.

Deforestasi DAS Sungai Po yang dilakukan sejak abad ke-18 dan ke-19 telah menyebabkan erosi tanah dan pendangkalan sungai di hilir. Aliran airnya mulai tidak stabil. Pabrik-pabrik harus menambahkan tenaga uap agar mesin-mesin tetap berproduksi. Pada awal abad ke-20, beberapa wilayah di sepanjang aliran Sungai Po mulai kekurangan air. Eksploitasi berlebihan telah membuat Sungai Po semakin hari menuju kondisi terparahnya sejak pertengahan tahun 2022 lalu hingga kini.

Ketika bencana kekeringan ini terjadi, perubahan iklim yang dikambinghitamkan. Padahal, bukti ilmiah menunjukkan bahwa faktor utama terjadinya perubahan iklim dikarenakan ulah manusia. Alih fungsi hutan di hulu Sungai Po, liberalisasi sumber daya air, berkurangnya daerah resapan, dan kerusakan hidrologi secara nyata berkontribusi pada perubahan iklim di Italia. Kerusakan alam akibat perbuatan manusia ini dinyatakan Allah Swt. di dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat ke-41 bahwa kerusakan yang terjadi di daratan maupun lautan tidak lain karena tangan-tangan manusia. Ketika Allah timpakan bencana, tujuannya agar manusia kembali pada jalan yang benar dan tidak melakukan kerusakan lagi. Teks lengkap surah Ar-Rum ayat ke-41 sebagai berikut.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

""Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Venesia Korban Kerakusan Sistem Kapitalisme

Venesia dan wilayah Italia bagian utara hanyalah satu di antara korban kerakusan sistem kapitalisme. Sistem hidup yang menuhankan keuntungan materi telah membuat siapa pun gelap mata mengumpulkan harta benda. Para pemilik industri terus mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan keberlangsungannya di masa depan.

Prinsip kapitalisme adalah seluruh sumber daya alam yang ada di depan mata digarap sampai habis. Apabila sudah tidak bersisa, tinggalkan dan cari sumber daya alam lain yang bisa dieksploitasi. Kerusakan alam jangka panjang hingga ancaman bencana tidak pernah dipedulikan. Dengan kekayaan yang melimpah, perkotaan yang memiliki fasilitas lengkap akan menjadi pilihan hunian. Sedangkan daerah rawan bencana akibat eksploitasi membabi buta menjadi tempat tinggal si miskin. Bila bencana benar-benar terjadi, para pelaku industri ini hanya akan mengirimkan bantuan sebagai bentuk solidaritas.

Atas ulah para kapital ini, negara tidak memberikan sanksi tegas yang memberi efek jera. Negara hanya mengimbau masyarakat agar semakin arif pada lingkungan, rajin menanam pohon, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dan beralih pada listrik demi mengurangi emisi karbon. Negara tidak bersungguh-sungguh merestorasi sungai dan sumber daya air lainnya. Negara juga tidak memaksimalkan fungsi lembaga meteorologi, klimatologi, dan geofisika untuk merekayasa cuaca demi menghindari kekeringan berkepanjangan.

Demikianlah di dalam sistem kapitalisme, peran negara sangat minimalis. Negara sebatas regulator. Negara tidak bisa berbuat banyak bila ada bencana atau krisis sebab sumber pendapatan utamanya hanya dari pajak. Itu pun sudah ada pos-pos pengeluarannya dan tidak ada dana taktis menghadapi bencana atau krisis. Sebagai contoh Italia, dikutip dari wwf-panda.org (16-05-2021), Sungai Po tidak segera direstorasi karena lembaga nirlaba World Wide Fund (WWF) dan ANELPA masih ada di tahap perencanaan. Rencana restorasi Sungai Po diperkirakan akan menelan biaya senilai 357 juta Euro. Pemerintahnya? Pemerintah sendiko dawuh pihak swasta. Sistem kapitalisme telah menempatkan negara dan seluruh rakyatnya hidup di bawah ancaman bencana baik kekeringan, banjir, maupun kebakaran hutan.

Cara Islam Mengatasi Bencana Kekeringan

Ketika sistem kapitalisme tidak mampu mengatasi berbagai problematik di tengah-tengah masyarakat, saatnya merujuk pada Islam. Di dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah secara serius mengurusi urusan umat agar tidak terjadi krisis air akibat kekeringan. Berikut ini adalah beberapa upaya yang dilakukan oleh khalifah.

Pertama, pembentukan lembaga khusus yang menangani masalah iklim dan cuaca. Lembaga itu mirip BMKG saat ini. Khalifah akan memilih para ahli terbaik dari seluruh wilayah Khilafah. Kemudian khalifah akan meminta BMKG untuk memetakan cuaca dan iklim di seluruh dunia, memetakan wilayah yang rawan kekeringan dan kebanjiran, mengkajinya secara akurat agar dapat disusun rencana rekayasa cuaca, dan rekomendasi solusi apabila terjadi kondisi ekstrem. Termasuk pula penyusunan kalender tanam di seluruh dunia demi meminimalkan kejadian gagal panen akibat pengaruh cuaca.

Kedua, penertiban status kepemilikan umum, yaitu dengan mengembalikannya kepada rakyat. Pengelolaan harta milik umum ini dilakukan oleh Khilafah demi kemaslahatan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, ”Kaum muslimin berserikat dalam tiga urusan, yaitu padang rumput, api, dan air.”

Ketiga, pengelolaan air baik produksi dan distribusinya dilakukan oleh Khilafah. Negara juga melakukan pengontrolan atas kualitas air dan jalur distribusinya supaya merata ke seluruh wilayah. Pengontrolan itu berlaku pada air untuk mengairi lahan pertanian maupun air untuk keperluan minum dan MCK. Pihak swasta tidak diperkenankan mengelola urusan air ini.

Keempat, upaya restorasi sungai dan rehabilitasi hutan dilakukan oleh Khilafah tanpa campur tangan pihak swasta. Pendanaannya juga diambilkan dari baitulmal, bukan dengan cara membuka keran investasi.

Kelima, rakyat diedukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Kegiatan edukasi ini dilakukan terus-menerus di semua jenjang pendidikan dan usia. Pemerintah akan menyosialisasikan dengan media visual, audio, dan audiovisual agar hasilnya optimal. Demikian pula dilakukan sosialisasi jenis takzir oleh khalifah kepada siapa saja yang melakukan aktivitas perusakan lingkungan.

Khatimah

Dari sini tampak jelas cara Islam mengatasi kekeringan sangat komprehensif. Islam memiliki solusi preventif dan kuratif. Khilafah telah membangun sistem pencegahan terjadinya krisis lingkungan sebaik mungkin. Jika pun terjadi musibah kekeringan, dampaknya bisa dikurangi. Salah satunya dengan teknologi rekayasa cuaca yang dikembangkan BMKG Khilafah. Oleh sebab itu, sudah saatnya dunia kembali kepada tata kelola kehidupan secara Islami, yaitu Khilafah. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Inti NarasiPost.Com
Haifa Eimaan Salah satu Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. pernah memenangkan Challenge bergengsi NarasiPost.Com dalam rubrik cerpen. beliau mahir dalam menulis Opini, medical,Food dan sastra
Previous
Virus Marburg Ancaman Baru Dunia?
Next
Geng Motor, Jeratan Baru bagi para Pemuda
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram