”Cina bukanlah teman sejati, melainkan orang ketiga yang memberikan cinta palsu atas damainya dua negara.”
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Saat ini Cina dianggap seolah bak pahlawan karena telah berhasil sebagai juru runding atau "orang ketiga" atas tercapainya kesepakatan damai Iran dan Arab Saudi yang telah membuka kembali hubungan diplomatik yang terhenti selama 7 tahun.
Seperti dilansir laman tempo.co.id (12/3/2023), yang mengutip sumber berita Reuters, bahwa pada Jumat malam (10/3/2023) pejabat tinggi diplomatik Cina Wang Yi yang menjadi negosiator pemulihan hubungan diplomatik Arab Saudi dan Iran, mengeklaim, bahwa langkah ini merupakan kemenangan bagi dialog dan perdamaian. Lebih lanjut ia menyebut hasil ini sebagai kabar baik di tengah meningkatnya pergolakan dunia saat ini, terutama pengaruh perang Ukraina dan Rusia yang masih berkecamuk.
Akar Masalah Perseteruan Arab Saudi dan Iran
Perseteruan antara Arab Saudi dan Iran merupakan konflik yang berlarut-larut karena beberapa faktor, termasuk perbedaan sejarah, budaya, sudut pandang pemahaman agama, dan kepentingan geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Salah satu faktor utama adalah perbedaan sudut pandang pemahaman agama. Arab Saudi merupakan negara mayoritas Suni sementara Iran mayoritas Syiah. Suni dan Syiah adalah dua cabang utama pemahaman dalam agama Islam, dan perbedaan antara keduanya telah menimbulkan perselisihan selama berabad-abad.
Selain itu, kedua negara juga memiliki persaingan kekuasaan regional. Arab Saudi dan Iran berlomba-lomba untuk memperluas pengaruh mereka di Timur Tengah, dengan masing-masing mencari untuk menjadi kekuatan utama di kawasan tersebut. Persaingan ini terkadang juga muncul dalam bentuk dukungan terhadap kelompok-kelompok militan di wilayah tersebut.
Ada juga faktor-faktor ekonomi dan sumber daya. Arab Saudi memiliki cadangan minyak yang sangat besar, sementara Iran memiliki cadangan minyak yang juga besar namun kualitasnya lebih rendah. Perseteruan antara kedua negara dapat dipengaruhi oleh persaingan ekonomi di pasar minyak global.
Akhirnya, pengaruh dan dukungan Iran terhadap kelompok militan di wilayah Suriah, Yaman, Lebanon, dan Irak dapat menjadi pemicu konflik dengan Arab Saudi, yang juga memiliki kepentingan di wilayah tersebut.
Cina dan Amerika Setali Tiga Uang
Sementara itu kepentingan Cina adalah "setali tiga uang" dengan Amerika Serikat di Timur Tengah adalah terkait dengan dua hal utama: sumber daya energi dan stabilitas politik di wilayah tersebut. Timur Tengah merupakan sumber utama minyak dan gas alam bagi Cina, sehingga Cina memiliki kepentingan untuk memastikan pasokan energinya terjaga. Menurut catatan CNN Indonesia (22/12/2022), Impor minyak mentah Cina dari Arab Saudi angkanya mencapai $43,9 miliar pada tahun 2021, terhitung 77% dari total impor barang dari kerajaan tersebut. Hal ini juga menunjukkan lebih dari seperempat total ekspor minyak mentah Arab Saudi.
Selain itu, stabilitas politik di wilayah tersebut juga penting bagi Cina karena Timur Tengah merupakan salah satu wilayah transit perdagangan penting yang menghubungkan Cina dengan Eropa dan Afrika.
Dalam mengupayakan kepentingannya di Timur Tengah, Cina berusaha membangun hubungan yang kuat dengan negara-negara di wilayah tersebut, termasuk Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, dan Israel. Cina juga terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur besar di wilayah ini, seperti jalur kereta api dan pelabuhan.
Tidak jauh berbeda dengan kepentingan Amerika Serikat di Timur Tengah, namun lebih berfokus pada keamanan dan stabilitas wilayah tersebut. Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di Timur Tengah guna mengurangi ancaman terhadap kepentingannya dan sekutunya di kawasan tersebut, seperti Israel.
Selain itu, Amerika Serikat juga memiliki kepentingan dalam mempromosikan hak asasi manusia dan demokrasi di Timur Tengah. Namun, kepentingan utama Amerika Serikat di Timur Tengah sebagian besar terkait dengan keamanan, terutama dalam hal menghadapi ancaman teroris dan perlombaan senjata nuklir di wilayah tersebut.
Kedua negara, baik Cina maupun Amerika Serikat, memiliki kepentingan ekonomi dan strategis di Timur Tengah. Namun, cara dan tujuan mereka dalam mencapai kepentingan tersebut berbeda, tergantung pada kebijakan luar negeri dan strategi nasional masing-masing negara.
Solusinya Perlu Institusi Islam
Islam adalah agama yang sangat penting di Timur Tengah dan menjadi faktor yang memengaruhi kehidupan politik di kawasan tersebut. Namun, pandangan tentang bagaimana Islam dapat mengatasi permasalahan politik di Timur Tengah bervariasi tergantung pada perspektif dan interpretasi agama yang berbeda-beda.
Beberapa kelompok gerakan kaum muslim percaya bahwa Islam harus menjadi dasar dari sistem politik di Timur Tengah, dan bahwa hukum Islam harus diterapkan secara luas dalam kehidupan publik. Mereka berpendapat bahwa penerapan hukum syariat Islam secara kaffah akan membawa keadilan sosial dan moralitas yang lebih baik dalam masyarakat.
Namun, ada juga kelompok yang berpendapat bahwa agama harus dipisahkan dari politik dan bahwa kekuasaan politik harus diperoleh melalui proses demokratis dan pemilihan umum. Mereka berpandangan bahwa penggunaan kekerasan atau kekuatan untuk memperoleh kekuasaan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Dalam konteks ini, peran ulama atau tokoh agama sangat penting untuk mengatasi permasalahan politik di Timur Tengah. Mereka bisa menjadi mediator antara berbagai kelompok politik dan mempromosikan dialog dan kesepakatan politik yang lebih baik.
Namun, karena pandangan pemahaman agama yang beragam dan kompleksitas politik di Timur Tengah, diperlukan solusi dari sebuah institusi negara Islam yang independen yang dapat dianggap sebagai cara yang pasti dalam mengatasi permasalahan politik di kawasan tersebut.
Diperlukan pendekatan dari sudut pandang akidah dan aturan syariat Islam yang menyeluruh dan terus-menerus dalam menjaga stabilitas politik dan sosial di Timur Tengah. Oleh karena itu yang menjadi solusi perdamaian di antara kaum muslim harusnya bukan dengan mengambil pihak orang lain, seperti Cina atau Amerika yang jelas-jelas mereka bukan "teman" yang bisa mendamaikan karena motifnya keuntungan materi semata. Cina bukanlah teman sejati, melainkan orang ketiga yang memberikan cinta palsu atas damainya dua negara.
Hal ini diisyaratkan Allah Swt. dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 1, yang artinya: "Wahai, orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu." Wallahu'alam bish Shawwab.[]