Depopulasi Jepang, Ancaman atau Peluang?

Depopulasi jepang

Dari kasus depopulasi Jepang, kita belajar bahwa kapitalisme sekuler tidak mampu membawa manusia pada derajat kemuliaan tertinggi.

Oleh. Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang tinggi, tetapi siapa sangka negara ini mengalami penurunan populasi (depopulasi) yang membuat tenaga kerja dalam negerinya menurun. Hal tersebut menjadi penyebab terbukanya peluang bagi para pekerja asing untuk bekerja di negeri Sakura tersebut.

Hasil studi kesehatan, tenaga kerja, dan kesejahteraan Jepang menunjukkan 2.048.675 lebih tenaga kerja asing bekerja di sana per Oktober 2023. Ini merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Jepang. Dikutip dari The Japan Times, penduduk Jepang termasuk residen asing per 1 Januari 2023 sebanyak 125.416.877 orang, turun 511.000 orang dari 2022. (detik.com, 07/02/24)

Dibandingkan tahun sebelumnya, terjadi lonjakan pekerja asal Indonesia yang bekerja di Jepang, yaitu sebanyak 56 persen. Tercatat sekitar 26,5 persen dari total pekerja asing di Jepang tinggal di Tokyo. Meski demikian, jumlah pekerja asal Vietnam masih melampaui jumlah pekerja dari Indonesia.

Jumlah pekerja asing di Jepang didominasi oleh pekerja asal Vietnam (518.364 orang), Cina (397.918 orang), Filipina (226.848 orang), Indonesia (121.507 orang), Myanmar (71.188 orang), AS (34.861 orang), dan Inggris (12.945). Mengutip cnbcindonesia.com (03/02/24), studi tersebut hanya menyasar tempat kerja di sektor swasta dan tidak mencakup personel militer maupun kontraktor Amerika Serikat yang bekerja di Jepang. Mengapa Jepang sampai mengalami depopulasi?

Depopulasi Jepang, Akibat Kapitalisme

Tak bisa dimungkiri, di tengah tekanan ekonomi dan sempitnya lapangan pekerjaan yang terjadi di Indonesia, banyak masyarakat yang akhirnya memilih mencari peruntungan ke negeri orang. Salah satunya Jepang. Gaji yang tinggi, peluang karir yang menjanjikan, dan iming-iming mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik menjadi beberapa alasan Warga Negara Indonesia (WNI) sehingga memilih untuk bekerja di negeri Matahari Terbit itu.

Tak hanya dalam bidang pendidikan, Jepang juga terkenal di bidang ekonomi dan teknologinya, bahkan Jepang termasuk salah satu negara paling maju di dunia. Namun sayangnya, segala kemajuan yang dimiliki Jepang tak menjamin kehidupan sosial masyarakatnya, terbukti dengan adanya depopulasi yang menjadi ancaman tersendiri bagi negara tersebut.

Mengutip dari cnnindonesia.com (03/003/23), pada 2022, kurang dari 800 ribu bayi lahir di negara berpenduduk 125 juta itu. Depopulasi di Jepang terjadi setiap tahun sejak 2009. Profesor di departemen studi Jepang di National University of Singapore, Chris McMorran, juga mengatakan kondisi di Jepang itu akan makin buruk pada masa depan.

https://narasipost.com/world-news/02/2024/berburu-cuan-ke-jepang-demi-kesejahteraan/

Fakta depopulasi Jepang tidaklah mengagetkan, sebab Jepang merupakan salah satu negara yang menganut sistem kapitalisme, di mana seluruh kehidupannya dibangun berlandaskan asas sekularisme (pemisahan antara agama dengan kehidupannya). Faktor ekonomi menjadi penyebab banyaknya generasi muda Jepang memilih untuk menunda pernikahan, bahkan tak sedikit yang memutuskan tidak menikah. Ketimbang menjalani hubungan dalam sebuah pernikahan, mereka lebih memilih hubungan di luar pernikahan. Bahkan ada pula yang menikah, tetapi memilih untuk tidak memiliki anak (childfree). Itu semua mereka lalukan karena menganggap pasangan atau anak hanya akan menambah beban hidup mereka.

Depopulasi Jepang dan Penutupan Sekolah

Kerusakan sosial di negeri Sakura itu juga diperparah dengan adanya penyimpangan-penyimpangan seksual. Itu semua diakibatkan paham kebebasan (liberalisme) yang mereka emban. Mereka meyakini bahwa manusia memiliki kebebasan tanpa batas, termasuk dalam bertingkah laku. Tak ayal, penyimpangan seksual makin eksis, begitu pun dengan LGBT. Selain itu, angka bunuh diri di Jepang juga menjadi yang tertinggi, bahkan menjadi masalah serius. Depresi dan stres akibat tekanan hidup diduga menjadi salah satu penyebab terbesarnya.

Depopulasi yang dialami Jepang juga berdampak pada banyaknya penutupan sekolah-seolah, akibat minimnya siswa di sana. Tentu ini menjadi sebuah ancaman nasional Jepang, terlebih pada masa yang akan datang.

Tidak Sesuai Fitrah

Dari kasus depopulasi yang dialami Jepang, seharusnya kita belajar bahwa kapitalisme sekuler dan segala ide turunannya tidaklah mampu membawa manusia pada derajat kemuliaan tertinggi, ide ini menjadikan manusia tidak sesuai fitrahnya (salah satunya yaitu untuk melestarikan keturunan). "Negara maju" hanyalah sebuah istilah dalam sistem kapitalisme. Faktanya, itu semua tidak menjamin kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Bukan hanya di Jepang, kerusakan sosial juga terjadi di negara-negara lainnya yang menganut sistem kapitalisme, termasuk Amerika Serikat yang notabene kampiunnya liberalisme.

Selain itu, banyaknya WNI yang memutuskan bekerja di luar negeri akibat sulitnya lapangan pekerjaan di negeri ini menjadi bukti gagalnya negara dalam mengurus urusan rakyatnya. Padahal di sisi lain, SDA Indonesia begitu melimpah yang bisa menjadi potensi luar biasa dalam menyejahterakan rakyat. Sayangnya, pengelolaan SDA tidak dikelola secara mandiri oleh negara, SDA Indonesia justru diserahkan kepada asing dan swasta. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme liberal yang hanya memihak pada kepentingan oligarki kapitalis tanpa memedulikan rakyatnya.

Oleh karena itu, mencari kesejahteraan dalam sistem kapitalisme merupakan sebuah kesia-siaan, sekalipun harus ke negeri orang. Selama negara (baik negara mana pun itu) masih menganut sistem kapitalisme sekuler maka jaminan kesejahteraan hanyalah ilusi belaka.

Islam Menjamin Kesejahteraan Umat

Fakta di atas sangat berbeda dengan sistem Islam. Sistem Islam dengan negara Khilafahnya akan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Khalifah akan menjalankan fungsinya sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi seluruh rakyatnya, sebagaimana hadis Rasulullah, yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, “Imam atau khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”

Khilafah akan bertanggung jawab mengurus seluruh urusan umat, menjamin kesejahteraannya, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan untuk para pencari nafkah. Daulah Islam juga akan menjamin semua kebutuhan dasar rakyatnya, baik pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Selain itu, Khilafah akan mengelola SDA secara mandiri yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk menjamin kemaslahatan mereka. Dengan begitu, semua orang akan terjamin kebutuhan sandang, pangan, dan papannya sehingga tak akan muncul kesenjangan atau tekanan ekonomi yang membuat umat stres ataupun depresi sehingga tidak mau punya anak dan berujung depopulasi di Jepang.

Sejatinya, pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara akan membuka peluang lapangan pekerjaan yang sangat besar. Oleh karenanya, negara Khilafah akan mengelola SDA secara mandiri dan melarang swasta atau asing menguasai SDA yang ada. Pengelolaan SDA membutuhkan SDM yang banyak, mulai dari tenaga ahli hingga nonahli maka tidak akan dijumpai pengangguran dengan alasan tidak adanya lapangan pekerjaan. Dengan begitu, warga negara Khilafah tak perlu lagi mencari kesejahteraan hingga ke luar negeri, sebab negara Khilafah telah menjaminnya dengan baik.

Islam Melestarikan Keturunan

Penerapan hukum syariat secara kaffah akan mewujudkan maqashid syariah yang dicita-citakan. Terpeliharanya akidah, keturunan, akal, jiwa, harta, kehormatan, dan keamanan merupakan hak-hak syar'i manusia dalam Islam. Khalifah wajib menjamin seluruh pemeliharaan tersebut. Dengan terjaganya keturunan maka umat akan terhindar dari ancaman depopulasi. Islam menganjurkan untuk memperbanyak keturunan. hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, "... karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu)" (Sahih Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Hakim dari jalan Ma’qil bin Yasar).

Sudah saatnya umat muslim sadar bahwa Islam satu-satunya solusi dari segala problematika umat saat ini, termasuk problem depopulasi sebagaimana terjadi di Jepang. Wallahua'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Wiwit Irma Dewi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ujian Mendera? Hadapi, Hayati, dan Nikmati (HHN)
Next
Sanksi AS ke Israel, Sekadar Gimik?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
8 months ago

Depopulasi Jepang adalah bukti nyata kegagalan kapitalisme dalam menjaga keturunan. Begitu juga dengan berpindahnya WNI untuk bekerja di Jepang, menjadi bukti gagalnya negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan di dalam negeri.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram