"Islam telah menetapkan dan mengelompokkan jenis-jenis kepemilikan agar tidak ada pihak-pihak yang secara ugal-ugalan mengelola dan memanfaatkannya, termasuk negara sekalipun. Negara wajib menjaga dan melindungi jenis kepemilikan tersebut sesuai hukum syarak."
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Brasil merupakan negara yang terkenal dengan permainan sepak bolanya yang hebat. Negara itu pun seolah tak pernah kehabisan stok pesepak bola andal yang wara-wiri menghiasi lapangan hijau. Seperti Neymar, Ronaldo, Ronaldinho, dan lainnya. Namun, tahukah kita bahwa tidak hanya kehebatan yang terlihat di sana, tetapi ketidakadilan spektakuler juga terjadi di negara tersebut? Ya, mereka adalah suku Yanomami, salah satu kelompok yang mendiami Hutan Amazon. Mereka tengah sekarat dan terancam binasa disebabkan oleh keserakahan.
Dikutip dari Bbc.com (30/01/2023), kelompok pembela hak masyarakat adat dan otoritas kesehatan Brasil menyebut, sejak 2019 silam lebih dari 500 anak suku Yanomami meninggal dunia akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. Kondisi mereka pun benar-benar memprihatinkan hingga menjadi sorotan media nasional dan internasional. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh seorang dokter dari Yayasan Oswaldo Cruz (Fiocruz), André Siqueira. Menurutnya, situasi di sana sangat genting dari segi kesehatan dengan banyak pasien yang menderita gizi sangat buruk, infeksi saluran pernapasan, malaria, dan diare.
Pernyataan serupa pun diungkapkan oleh Presiden Brasil, Luis Inacio Lula da Silva, yang baru menjabat pada awal tahun 2023. Lula mengungkapkan bahwa kondisi suku Yanomami "tidak manusiawi" dan berada dalam kondisi darurat kesehatan. Hal ini terkait dengan meninggalnya anak-anak karena gizi buruk selama empat tahun terakhir. Lula pun menyalahkan Presiden Brasil sebelumnya, Jair Bolsonaro, yang dianggap telah melakukan genosida terhadap suku Yanomami di Hutan Amazon.
Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan merebaknya gizi buruk suku Yanomami? Apakah hal ini memiliki kaitan dengan kerusakan alam Hutan Amazon? Benarkah penguasa Brasil sebelumnya turut andil dalam merampas kehidupan suku Yanomami?
Mengenal Suku Yanomami
Suku Yanomami merupakan salah satu suku yang mendiami cagar alam Amazon. Wilayahnya sendiri berada di antara negara bagian Amazonas dan Roraima, yang berdekatan dengan perbatasan antara Brasil dan Venezuela. Menurut Institut Socioambiental (ISA) (salah satu organisasi utama yang bekerja sama dengan lembaga pembela hak penduduk asli di Brasil), cagar alam Yanomami merupakan tempat bermukim bagi delapan kelompok adat.
Luas area cagar alam tersebut sekitar 9,6 juta hektare. Jika diestimasikan, luasnya nyaris seluas Korea Selatan. Wilayah yang diratifikasi dan diakui oleh pemerintah Brasil pada tahun 1992 tersebut, dihuni oleh sekitar 28.000 penduduk asli. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, suku Yanomami menggantungkan mata pencahariannya dengan berburu dan menjalankan pertanian potong dan bakar dalam skala kecil. Mereka hidup di desa semipermanen yang kecil dan tersebar di wilayah tersebut.
Penyebab Gizi Buruk
Hidup di wilayah cagar alam Yanomami tidaklah selalu aman dari berbagai risiko. Ada beberapa risiko yang dihadapi di tanah penduduk asli Yanomami, yakni penambang ilegal, nelayan, peternak, dan pemburu. Menurut para pakar, di antara berbagai ancaman tersebut, penambangan emas menjadi salah satu yang paling mengkhawatirkan di kawasan itu.
Sebut saja terkait tewasnya ratusan anak suku Yanomami. Disinyalir akibat pencemaran air yang disebabkan maraknya aktivitas penambangan dan penebangan pohon di wilayah hutan tersebut, di mana kekurangan pangan tengah melanda. Selain itu, penambangan ilegal juga menjadi penyebab tingginya kasus penyakit menular (khususnya malaria) di kalangan masyarakat adat.
Hal ini lantaran para penambang yang ada di wilayah tersebut sering kali berpindah-pindah dari satu area menuju area lainnya, serta mengambil jatah obat untuk meredakan gejala malaria yang mereka alami. Sayangnya, langkah tersebut tidak mampu menghilangkan parasit dalam tubuh mereka. Yang ada justru mereka menjadi sumber penularan dari patogen tersebut dan menyebarkannya di tempat-tempat yang sudah berhasil dikendalikan.
Di sisi lain, eksplorasi mineral yang dilakukan di wilayah tersebut membutuhkan penggunaan merkuri (senyawa beracun untuk memisahkan emas dan tanah) yang telah mencemari sumber air dan makanan penduduk setempat. Akibat dari paparan tersebut, berbagai masalah kesehatan pun muncul di belakangnya, seperti penyakit saraf pada bayi yang baru lahir. Kondisi ini makin buruk dengan meningkatnya peredaran para penambang bersenjata di berbagai wilayah. Mereka merampas obat yang sebenarnya disediakan untuk penduduk setempat.
Tak hanya itu, para penambang pun melumpuhkan tim tenaga kesehatan sehingga mereka tidak lagi mampu mencari pasien yang terinfeksi untuk dirawat. Faktor tersebut membantu menjelaskan tentang foto-foto suku Yanomami yang disebarkan ke seluruh dunia beberapa waktu lalu. Foto yang menunjukkan bahwa lansia, orang dewasa, dan anak-anak mengidap gizi buruk dan dalam kondisi kesehatan kritis.
Kerusakan Lingkungan
Penambangan ilegal yang masif dilakukan tak hanya mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan, tetapi juga berakibat bagi kerusakan lingkungan. Jika dilihat dari udara, Hutan Amazon merupakan hamparan hijau tua yang tidak berujung. Namun, saat melihat dari tepi hutan hujan terbesar di dunia tersebut, pemandangannya seketika berubah menjadi hamparan berwarna cokelat yang luas. Hutan Amazon yang hijau telah dibakar dan dialihfungsikan sebagai tambang emas, jalan, pertanian, dan peternakan.
Dalam sebuah laporan yang bertajuk "Yanomami Under Attack", disebutkan bahwa kerusakan hutan akibat aktivitas penambangan telah berkembang pesat sejak 2016 silam. Sejak 2016-2020, pertambangan di wilayah tersebut tumbuh tak kurang dari 3,350 persen. Laporan itu pun menyebut, tumbuh kembangnya pertambangan telah mengakibatkan berkurangnya kualitas hidup masyarakat di wilayah tersebut secara drastis. Indikatornya adalah makin parahnya kekerasan, kesehatan, dan dukungan sosial. (Bbc.com, 30/01/2023)
Kerusakan cagar alam Yanomami kian parah saat Brasil berada di bawah pemerintahan mantan Presiden Jair Bolsonaro. Saat menjabat selama kurun waktu empat tahun (2019-2022), Bolsonaro sering diprotes tentang luasnya cagar alam penduduk asli Yanomami. Protes pun direspons sang presiden yang berjanji akan membuka lahan pertanian dan perkebunan di area cagar alam tersebut. Para kritikus bahkan berpendapat bahwa, perkataan Bolsonaro telah mendorong maraknya akitvitas ilegal di wilayah tersebut. Kebijakannya yang antilingkungan telah membuka pintu masuknya para penambang di Yanomami. Kini, diperkirakan ada sekitar 20.000 penambang ilegal yang beroperasi di wilayah yang kaya akan berlian, emas, dan mineral lainnya.
Sokongan Kapitalis
Kita tahu bersama bahwa Hutan Amazon adalah paru-paru dunia yang mampu menghasilkan 30 persen dari keseluruhan oksigen di bumi. Berkat vegetasinya yang subur dan keajaiban fotosintesisnya, Lembah Amazon berhasil menyerap emisi karbon dalam jumlah besar yang menggelembung dari manusia. Hal ini tentu akan dapat mencegah terjadinya perubahan iklim yang menjadi mimpi buruk bagi manusia.
Namun, pandangan skeptis mantan Presiden Bolsonaro tentang perubahan iklim, ditambah pula sokongan dari para pengusaha agrobisnis yang berpengaruh, telah merusak eksistensi Hutan Amazon. Dengan dalih ingin menyejahterakan rakyat, Bolsonaro terus melakukan deforestasi atas Hutan Amazon yang banyak dikonversi menjadi lahan pertanian dan tambang. Kebijakan deforestasi tersebut telah mengancam tiga juta spesies tumbuhan dan hewan, serta puluhan ribu penduduk asli wilayah itu.
Kebijakan tersebut nyatanya lebih memihak para kapitalis ketimbang menjaga keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan. Kerusakan alam dan gizi buruk ekstrem adalah fakta tak terbantahkan dari keserakahan bisnis kapitalis. Namun, di bawah pengelolaan sistem ekonomi kapitalisme, hal ini tentu tidaklah mengherankan. Mengingat prinsip dasar kapitalisme adalah mengejar produksi dan keuntungan materi dalam setiap pengurusan rakyat.
Kepemilikan Umum dalam Islam
Pola pengaturan kepemilikan yang salah, pasti akan menurunkan ataupun menghilangkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Seperti pengaturan dan pengelolaan atas harta kepemilikan umum yang justru menyeret rakyat ke dalam jurang kemiskinan. Karena itu, Islam hadir sebagai solusi untuk menyelesaikan problem manusia, di antaranya mengatur berbagai jenis kepemilikan demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Islam telah menetapkan dan mengelompokkan jenis-jenis kepemilikan agar tidak ada pihak-pihak yang secara ugal-ugalan mengelola dan memanfaatkannya, termasuk negara sekalipun. Salah satu dari jenis tersebut adalah kepemilikan umum. Negara wajib menjaga dan melindungi jenis kepemilikan tersebut sesuai hukum syarak.
Dalam hal ini, negara tidak boleh memanfaatkan apalagi memberikan hak pengelolaannya pada pihak-pihak tertentu. Kepemilikan umum yang dimaksud bukan hanya mencakup fasilitas umum seperti jalan dan semisalnya. Namun, semua hal yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadis Abu Dawud dan Ahmad,
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api."
Cakupan dalam pengertian api, yakni semua jenis energi sebagai bahan bakar industri, mesin, maupun transportasi. Termasuk gas industri yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri batu bara. Juga semua sumber-sumber alam yang keberadaannya tidak terputus (seperti air mengalir). Hal ini meliputi berbagai jenis tambang, baik yang padat (tembaga, emas, besi) maupun yang berbentuk cair (minyak bumi), serta yang berbentuk gas (gas alam). Termasuk seluruh tambang yang bisa diperoleh tanpa bantuan seperti mutiara, garam, dan semacamnya. Sedangkan cakupan dalam pengertian tanah dan air seperti hutan, sungai, laut, dan sebagainya.
Semua sumber tersebut merupakan harta kepemilikan umum. Satu-satunya pihak yang berhak mengelola seluruh sumber tersebut adalah negara (Khilafah), baik saat mengeksplorasi, menjual, maupun mendistribusikannya. Negara wajib menjamin hak seluruh warganya untuk menikmati hasil kepemilikan umum tersebut.
Islam tidak membolehkan sumur-sumur minyak serta tambang logam dikelola sekehendaknya oleh negara sebagaimana dalam sistem sosialisme. Juga tidak membiarkan tambang dan sumur minyak tersebut dimiliki individu sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Sistem inilah yang mengizinkan para kapitalis memiliki sumber-sumber kekayaan rakyat, sehingga menjadikan modal mereka lebih besar dari anggaran yang dimiliki negara.
Khilafah sebagai pengatur urusan rakyat hanya diberi izin mengelola dan mengambil biaya pengelolaannya saja. Lalu mendistribusikan harta tersebut kepada seluruh rakyat sejak mereka dilahirkan. Juga dibelanjakan oleh negara (seperti persenjataan untuk membangun kapasitas militer). Hal ini dilakukan untuk melindungi rakyat dan menjadikan mereka memiliki kekuatan yang akan diperhitungkan bangsa lain.
Jika harta-harta tersebut dikelola dan dimanfaatkan secara benar sesuai syariat, maka bisa dibayangkan berapa besar pemasukan tersebut dalam baitulmal. Hasil pengelolaan harta milik umum tersebut dapat berkontribusi signifikan dalam mengentaskan kemiskinan. Pendistribusiannya pun dapat dilakukan dalam bentuk zatnya maupun melalui pelayanan terhadap seluruh warga negara. Seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, jalan, dan fasilitas lainnya secara gratis.
Khatimah
Fakta kematian suku Yanomami karena gizi buruk dan kerusakan alam ekstrem adalah bukti nyata kesalahan pengelompokan dan pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Kesalahan fatal ini lahir dari prinsip ekonomi kapitalisme yang merupakan bentukan sistem kapitalisme. Mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan di bawah naungan kapitalisme ibarat mimpi di siang bolong. Satu-satunya solusi adalah kembali pada Islam dan seluruh syariatnya yang telah terbukti kehebatannya belasan abad silam dalam menyejahterakan rakyat. Wallahu a'lam bishawab.[]