”Sayangnya, meski Korea Utara membangun megaproyek pertanian untuk kemandirian pangannya, tetapi krisis di negara itu justru kian mengkhawatirkan.”
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Siapa yang tak kenal dengan Korea Utara (Korut)? Negara di kawasan Asia Timur yang terkenal dengan kebijakan ekstrem dan kediktatoran penguasanya, tampaknya selalu menarik untuk diulik. Salah satunya terkait terobosan spektakuler Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, yang akan membangun 10 ribu apartemen dan rumah kaca Ryonpho untuk pertanian dalam negerinya. Pembangunan megaproyek tersebut dilakukan di tengah krisis akut yang tengah melanda negara itu.
Lantas, apa alasan diluncurkannya rumah kaca Ryonpho di tengah krisis pangan Korea Utara? Apa pula penyebab terjadinya krisis pangan di negara itu? Adakah solusi hakiki mewujudkan ketahanan pangan?
Mengenal Rumah Kaca Ryonpho
Belum lama ini Pemimpin Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) Kim Jong Un, menyulap Pangkalan Udara Ryonpho menjadi pertanian rumah kaca raksasa. Diketahui, Pangkalan Udara Ryonpho sebelumnya digunakan sebagai tempat peluncuran rudal. Rumah kaca tersebut bahkan dinilai sebagai "pertanian yang sangat otomatis" dan model untuk peradaban pedesaan. Pembukaan Ryonpho Greenhouse Farm yang terletak di wilayah timur Hamju, Korea Utara, dilakukan pada Senin, 10 Oktober 2022 lalu.
Dikutip dari media pemerintah Korut, KCNA pada Selasa (11/10/2022), rumah kaca yang dibangun di bekas pangkalan udara tersebut sekaligus menandai ulang tahun berdirinya Partai Buruh yang berkuasa. Di mana, lahirnya Partai Buruh biasanya menjadi hari libur besar di Korea Utara. Bahkan, Partai Buruh menyatakan bahwa proyek rumah kaca Ryonpho menjadi tugas prioritas untuk membantu mencapai tujuan pemerintah dalam meningkatkan kehidupan masyarakat.
Lahan pertanian raksasa tersebut memiliki lebih dari 850 blok rumah kaca modern seluas 280 hektare, yang akan diselaraskan dengan sekitar 1.000 rumah, sekolah, fasilitas budaya, dan layanan lainnya. Pertanian yang diinisiatif oleh Kim Jong Un tersebut ditujukan untuk meningkatkan pasokan sayuran. Sebagai penguasa Korea Utara, Partai Buruh berencana untuk lebih dinamis dan percaya diri mendorong pembangunan pedesaan secara menyeluruh dengan pertanian rumah kaca Ryonpho sebagai acuannya. (Tempo.co, 11/10/2022)
Kim Jong Un pun menyerukan untuk membangun pertanian dalam jumlah besar, termasuk meningkatkan variasi sayuran yang akan dipasok, serta memastikan produksi dan industri di pertanian tersebut. Pembangunan pertanian rumah kaca serupa, bukan kali ini saja diperkenalkan. Pada akhir 2019 silam, Korea Utara juga memperkenalkan perkebunan rumah kaca Jungpyong untuk pertama kalinya tetapi dengan ukuran lebih kecil.
Pembangunan tersebut dilakukan Korut untuk mendorong kemandirian pangan di tengah pengetatan sanksi internasional atas program nuklirnya. Sayangnya, meski Korea Utara membangun megaproyek pertanian untuk kemandirian pangannya, tetapi krisis di negara itu justru kian mengkhawatirkan. Lantas, jika negara telah membangun megaproyek untuk ketahanan pangannya, mengapa krisis justru kian parah?
Pangkal Krisis
Korea Utara memang tengah menghadapi krisis pangan yang sangat mengkhawatirkan. Sebagaimana disebutkan oleh rival sekaligus tetangga mereka, yakni Korea Selatan (Korsel). Media Korsel DongA Ibo, sebagaimana dikutip dari Routers telah melaporkan, akibat krisis parah tersebut militer Korut sampai harus memangkas jumlah personel mereka secara besar-besaran. Pemangkasan tersebut merupakan kali pertama terjadi dalam dua dekade kemiliteran Korut. (Cnnindonesia.com, 17/02/2023)
Krisis Korut pun bukan kali ini saja terjadi. Pada awal 1990-an, Korut juga mengalami krisis pangan akut hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Tak tanggung-tanggung, korban yang meninggal berjumlah tiga juta orang. Beberapa tahun kemudian krisis kembali terjadi, tepatnya tahun 1995-1996. Krisis kali ini disebabkan oleh banjir besar yang mengakibatkan 330.000 hektare lahan pertanian hancur dan 1,9 juta ton beras tak bisa dikonsumsi.
Parahnya lagi, upaya yang dilakukan untuk penanggulangan krisis ternyata gagal. Stok makanan yang tersedia saat itu hanya cukup untuk menutupi enam persen dari total populasi Korut. Akibatnya sekitar 3,5 juta penduduk mengalami kelaparan dan malnutrisi.
Menurut pendapat para ahli, krisis Korut disebabkan oleh beberapa hal yaitu bencana alam, salah urus sistem perekonomian, dan runtuhnya blok Soviet yang mengakibatkan raibnya dukungan luar. Para ahli pun menyebut, iklim Korut memang tidak cocok untuk memproduksi bahan pangan. Karena itu saat awal terbentuknya Korut, mereka sangat mengandalkan bantuan dan bahan makanan dari Uni Soviet. Setelah Uni Soviet runtuh pada 1991, Korut tidak lagi memiliki pegangan dan terpaksa mulai memproduksi pangannya sendiri.
Kebijakan Songun
Jika ditelisik lebih mendalam, krisis yang melanda Korut sejatinya tak hanya disebabkan oleh bencana alam, runtuhnya Soviet, ataupun salah urus perekonomian. Namun, krisis juga disebabkan oleh diberlakukannya kebijakan politik songun (songun policy), yakni kebijakan yang menempatkan militer di atas segala-galanya. Kebijakan inilah yang dinilai membuat kelaparan makin meluas di kalangan sipil.
Kebijakan ini membuat rakyat Korut tidak bisa menikmati setiap bantuan yang datang dari luar. Bayangkan saja, bantuan yang masuk ke Korut bisa mencapai lima kali dalam satu tahunnya, tetapi tidak banyak yang bisa sampai ke tangan rakyat. Hal ini disebabkan dari seratus persen total bantuan yang datang, 80 persennya masuk ke negara, 10 persen untuk militer, dan 10 persen lainnya untuk rakyat.
Di sisi lain, Korut merupakan salah satu negara termiskin dengan pendapatan per kapita sangat kecil, yakni sebesar US$1.300 per tahun. Bandingkan dengan Korea Selatan yang memiliki pendapatan per kapita US$33.000 per tahun. Dengan pendapatan per kapita yang sangat rendah tersebut, bagaimana Korut dapat mengembangkan program nuklir dan rudal balistiknya? Jawabannya karena pemerintah Korut mengorbankan kesejahteraan rakyatnya demi mengalokasikan anggaran untuk proyek nuklir.
Fakta tersebut kian menunjukkan tidak adanya keseriusan pemerintah Korut yang menganut ideologi sosialis dalam menyelesaikan permasalahan rakyatnya. Seperti halnya kapitalisme yang lebih memprioritaskan kemajuan ekonomi, ideologi komunis Korut pun lebih mengutamakan militer ketimbang rakyatnya. Walhasil, meski Korut membangun ketahanan pangannya demi keluar dari krisis, tetapi prinsip pengurusan rakyat yang salah akan tetap melahirkan krisis-krisis lainnya.
Islam Memandang Ketahanan Pangan
Sejatinya ketahanan suatu negara tidak hanya diukur dari kekuatan dan kecanggihan militernya, tetapi dari berbagai aspek lainnya. Di antaranya ada ketahanan pangan, energi, sarana kesehatan, dan lain-lain. Sebuah perang misalnya, perlahan-lahan pasti akan mengganggu ketahanan sebuah negara. Namun, untuk melemahkan kekuatan suatu negara dapat dilakukan tanpa peperangan sekalipun. Cukup dengan hancurnya ketahanan pangan, munculnya bencana kelaparan yang berkepanjangan, serta adanya kematian massal, maka negara itu akan tumbang.
Karena itu, ketahanan seluruh aspek menjadi urgen untuk dimiliki oleh negara yang ingin mendakwahkan dan menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Setidaknya ada lima prinsip pokok ketahanan pangan yang bisa diterapkan oleh suatu negara berdasarkan prinsip Islam, yaitu:
Pertama, memaksimalkan produksi. Hal ini dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh potensi lahan yang ada guna melakukan usaha berkelanjutan. Upaya inilah yang nantinya dapat menghasilkan bahan pangan pokok. Untuk mewujudkan hal itu, maka peran berbagai sains dan teknologi harus dimaksimalkan. Mulai dari mencari lahan yang optimal untuk benih tanaman tertentu, pemupukan, teknik irigasi yang baik, penanganan hama, pemanenan, hingga pengolahan pascapanen.
Kedua, manajemen logistik, yakni pengaturan pangan dan semua hal yang menyertainya (pupuk, irigasi, antihama) dikendalikan oleh pemerintah seluruhnya. Dalam hal ini negara harus memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya dengan efektif saat persediaan mulai berkurang. Di sini peran teknologi pascapanen menjadi sangat penting.
Ketiga, memperhatikan kondisi gaya hidup masyarakat. Hal ini penting dilakukan agar tidak ada masyarakat yang berlebih-lebihan dalam mengonsumsi makanan. Sebab, segala sesuatu yang berlebihan justru berpotensi merusak kesehatan. Allah Swt. pun melarang memakan sesuatu secara berlebihan sebagamana termuat dalam firman-Nya surah Al-Araf ayat 31, "Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan."
Keempat, memprediksi iklim, yakni dengan menganalisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Hal itu dapat dilakukan dengan mempelajari berbagai fenomena alam seperti kelembapan udara, curah hujan, menguapnya permukaan udara, serta intensitas cahaya matahari yang diterima oleh bumi.
Kelima, metode penanggulangan bencana kerawanan pangan, yakni dengan melakukan antisipasi terhadap berbagai kemungkinan kondisi rawan pangan akibat perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan.
Langkah-langkah mewujudkan ketahanan pangan tersebut pun pernah dipraktikkan oleh Nabi Yusuf as. Saat itu, Nabi Yusuf as. berhasil menafsirkan mimpi raja Mesir tentang tujuh sapi kurus dan tujuh sapi gemuk. Tafsiran mimpi tersebut terkait siklus tujuh tahunan negeri Mesir, yakni akan terjadi tujuh tahun masa panen dan disusul tujuh tahun berikutnya masa kering dan paceklik, kemudian akan datang masa subur kembali. Akhirnya kebijakan yang diambil adalah tidak mengonsumsi semua makanan di masa subur, tetapi akan menyimpannya sebagian untuk cadangan jika terjadi paceklik.
Khilafah sebagai pengurus rakyat benar-benar memberikan perhatian besar terhadap sektor pertanian. Di antaranya memberikan iklim yang kondusif bagi penelitian dan pengembangan di bidang pertanian. Khilafah membangun banyak laboratorium perpustakaan, serta lahan percobaan. Selain itu, para ilmuwan pun diberikan berbagai dukungan yang diperlukan, di antaranya memberikan penghargaan atas karya mereka termasuk menyediakan dana penelitian.
Walhasil lahirlah banyak ilmuwan hebat di bidang pertanian pada masa kejayaan Islam, seperti Abu Zakaria Yahya bin Muhammad ibnu Al-Awwam. Beliau menulis sebuah kitab berjudul Al Filanah yang berisi penjelasan tentang hampir 600 jenis tanaman dan 50 jenis buah-buahan, hama dan penyakit serta penanggulangannya, termasuk teknik pengolahan tanah.
Khatimah
Krisis pangan akut Korea Utara sejatinya terjadi lantaran prinsip pengurusan rakyat salah di bawah ideologi sosialis. Jelaslah sudah bahwa sosialisme maupun kapitalisme telah terbukti kegagalannya dalam menyelesaikan permasalahan rakyat. Maka, solusi terbaik untuk menghilangkan krisis berulang tersebut adalah menjadikan Islam sebagai solusi. Di bawah prinsip "ri'ayah" yang dimotori oleh ideologi Islam, semua permasalahan rakyat dapat dituntaskan dengan sempurna termasuk krisis pangan. Sebab di bawah prinsip riayah, rakyat menjadi prioritas negara di atas segalanya. Wallahu a'lam.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]