“Logika profit yang menjadi prinsip sistem ini telah menghalalkan segala cara demi meraup materi. Merusak alam pun tak masalah asalkan menghasilkan cuan.”
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Australia menolak pembangunan tambang demi melindungi terumbu karang. Pemerintah Australia memblokir pembukaan sebuah tambang batu bara dengan undang-undang lingkungan. Hal ini patut diapresiasi.
Benarkah tujuan penolakan tersebut demi menjaga lingkungan? Bisakah undang-undang atau kebijakan yang ada selama ini melindungi lingkungan dari ancaman kerusakan? Bagaimana ikhtiar Islam dalam memelihara kelestarian lingkungan?
Great Barrier Reef
Satu hal yang sangat terkenal dari Australia adalah adanya Great Barrier Reef (GBR) atau Karang Penghalang Besar (KPB). Ia tidak hanya menjadi aset penting Australia, tetapi juga menjadi warisan dunia. Keberadaannya diakui secara internasional sebagai harta dunia yang harus dijaga.
Great Barrier Reef merupakan sistem terumbu karang yang paling besar di dunia. Terumbu karang raksasa ini terbentuk dari jutaan organisme kecil yang disebut polip koral. Kawasan GBR terdiri dari kurang lebih 3.000 karang dan 900 pulau yang membentang sepanjang 2.600 km di lepas pantai Queensland, Australia. Sebagian besar wilayah karang ini berada dalam perlindungan Great Barrier Reef Marine Park (Taman Laut Karang Penghalang Besar).
Saking besarnya, kawasan karang ini bisa dilihat dari luar angkasa. Dengan luas lebih dari 347.000 km persegi, GBR seperti sebuah negara. Ia bahkan melebihi Republik Kongo yang menempati peringkat 64 di dunia dengan luas 342.000 km persegi. GBR masih lebih luas dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti Finlandia (338.425 km persegi), Vietnam (331.212 km persegi), dan Malaysia (330.803 km persegi) yang berada di bawahnya.
Kawasan GBR dipilih menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1981. GBR menjadi rumah bagi beraneka ragam spesies seperti ikan, kura-kura, ular laut, paus, lumba-lumba, karang-karang dan makhluk laut lainnya.
GBR menjadi destinasi wisata yang istimewa. Ikan berwarna-warni berenang dalam air yang jernih, karang-karang dengan keunikannya yang menawan serta hewan-hewan laut dengan beragam bentuk telah menghasilkan panorama bawah laut yang memukau. Menyelam dalam pemandangan yang memanjakan mata menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi pengunjung kawasan terumbu karang di timur laut Australia.
Dengan wilayahnya yang begitu luas dan keanekaragaman hayatinya, tak mengherankan jika keberadaan GBR sangat penting. Dari sisi lingkungan, ia menjadi tempat hidup beraneka macam spesies. Dari sisi ekonomi juga sangat bernilai tinggi. Kawasan GBR memiliki potensi pariwisata dan perikanan yang sangat besar.
Tolak Tambang demi Menjaga Terumbu Karang
Melihat pentingnya kelestarian GBR, sangat wajar jika Australia menolak pembukaan tambang batu bara. Dilansir dari bbc.com (9/2/2023), Australia menolak proposal Central Queensland Coal untuk membuka tambang baru sekitar 10 km dari GBR. Perusahaan tambang milik miliarder kontroversial Australia, Clive Palmer, itu mengajukan pembangunan tambang terbuka sekitar 700 km dari barat laut Brisbane. Perusahaan ini rencananya akan beroperasi selama 20 tahun untuk menghasilkan batu bara termal dan kokas. Merespons hal ini, Menteri Lingkungan Hidup, Tanya Plibersek, menyatakan bahwa proyek tersebut menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima bagi kawasan yang sudah sangat rentan tersebut.
Pemerintah Negara Bagian Queensland sebelumnya telah menolak proposal tersebut dengan alasan risiko lingkungan yang signifikan. Departemen Lingkungan Hidup juga telah menemukan bahwa sedimen dan limbah dari tambang terbuka kemungkinan akan merusak terumbu karang dan sumber daya air setempat. Dampak buruk aktivitas tambang pada lingkungan sekitar pasti akan terjadi.
Terlalu besar risiko yang akan ditanggung jika GBR mengalami kerusakan. Kerusakannya akan memberi dampak yang luar biasa bagi makhluk hidup yang ada di dalamnya maupun lingkungan sekitar.
Pemutihan Massal
GBR sendiri telah mengalami pemutihan karang (coral bleaching) secara massal dalam enam tahun terakhir karena peningkatan suhu laut. Hal itu bisa berprospek sangat buruk ke depannya. Perubahan iklim dan pemanasan global telah menyebabkan terjadinya pemutihan massal pada Kawasan GBR. Terumbu karang bisa pulih jika kondisi normal kembali, tetapi itu memakan waktu puluhan tahun.
Pemutihan massal terjadi ketika karang di bawah tekanan untuk mengusir alga. Polip-polip tidak lagi bersimbiosis dengan ganggang. Organisme yang dikenal sebagai zooxanthele inilah yang memberi warna pada karang. Tidak ada ganggang mengakibatkan terumbu menjadi putih. Lambat laun karang bisa mati.
Dilansir dari reefresilience.org, pemutihan massal terutama dipicu oleh suhu laut yang melebihi maksimum pada musim panas normal untuk periode yang lama. Frekuensi dan tingkat keparahan pemutihan massal telah meningkat selama beberapa dekade terakhir dan menyebabkan degradasi terumbu pada skala global. Pemutihan massal diperkirakan akan terus terjadi, bahkan lebih sering karena suhu permukaan laut yang terus meningkat di bawah perubahan iklim global.
Peningkatan suhu air yang dikombinasikan dengan radiasi matahari yang tinggi menjadi penyebab utama pemutihan massal. Adapun faktor lainnya adalah polusi, perubahan salinitas, pengendapan dari kegiatan seperti pengerukan, paparan terhadap udara karena air surut, dan perubahan kimia air seperti pengasaman laut.
Pemutihan karang dan kematiannya tidak hanya berdampak buruk pada komunitas karang, tetapi juga pada komunitas ikan dan hewan-hewan lain. Mata pencaharian manusia dari perikanan pun terdampak sehingga berpengaruh pada turunnya penghasilan dan kesejahteraan.
Reef Resilience Network mengemukakan bahwa pemutihan massal memberi dampak secara ekologi. Di antaranya adalah tingkat pertumbuhan kapasitas reproduksi berkurang, meningkatnya kerentanan terhadap penyakit, memengaruhi kehidupan binatang-binatang yang berlindung dan mencari makan di karang, dan berkurangnya organisme laut karena mati.
Adapun dampak coral bleaching secara sosial-ekonomi adalah:
- Hilangnya pelindung pantai dari ombak
- Berkurangnya hasil tangkapan nelayan
- Hilangnya potensi pariwisata
- Berkurangnya sumber senyawa farmasi yang berharga karena terumbu karang menjadi sumber daya obat yang penting.
Kerakusan Merusak Lingkungan
Kerusakan lingkungan seperti pemutihan karang di GBR merupakan ulah manusia. Inilah hasil penerapan kapitalisme. Sistem yang berorientasi materi ini sangat rakus. Produksi dilakukan sebanyak-banyaknya, bahkan tanpa batas. Selama mendatangkan keuntungan, maka produksi akan terus digenjot. Logika profit yang menjadi prinsip sistem ini telah menghalalkan segala cara demi meraup materi. Merusak alam pun tak masalah asalkan menghasilkan cuan.
Dalam kapitalisme, tidak ada produksi yang berlebihan, tidak ada penambangan yang terlalu banyak, ataupun perusakan lingkungan. Jika itu dalam rangka mendatangkan keuntungan, maka semua sah dilakukan. Mirisnya, yang menikmati keuntungan adalah segelintir elite kapitalis. SDA yang melimpah dikeruk habis-habisan ternyata bukan untuk kesejahteraan rakyat. Namun, untuk memperkaya para korporat serakah. Rakyat hanya mendapatkan ampas-ampasnya. Rakyat juga menanggung limbah dan rusaknya lingkungan akibat pembangunan yang kapitalistik.
Hal ini dilegalkan dengan undang-undang yang dibuat oleh oligarki. Sekelompok kecil penguasa ini menguasai seluruh kekayaan alam negeri untuk kepentingan sendiri. Mereka membuat berbagai kebijakan dan aturan yang menguntungkan kelompoknya.
Dengan kekuasaannya, segelintir elite ini berbuat sesukanya. Tak pedulikan alam, manusia, bahkan aturan agama. Hanya profit yang menjadi satu-satunya tujuan. Inilah tabiat penguasa dalam sistem kapitalisme sekuler. Jadi, mungkinkah berharap pada sistem serakah ini untuk benar-benar menjaga kelestarian lingkungan?
Alam Terjaga dengan Islam
Islam adalah agama yang membawa kebaikan bagi seluruh alam semesta. Dengan aturan yang lengkap dalam kehidupan, Islam memandu manusia menjalankan hidupnya. Termasuk juga dalam menjaga eksistensi umat manusia dan lingkungan. Sumber daya alam yang ada di bumi merupakan anugerah dari Allah Sang Maha Kuasa yang tidak hanya untuk diambil manfaatnya, tetapi juga dilestarikan. Manusia dilarang melakukan hal-hal yang bisa merusak alam sekitar sebagaimana yang tertulis dalam surah Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya; dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan); sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Negara sebagai pengatur urusan rakyat memiliki tugas melindungi dan melestarikan lingkungan yang menjadi tempat tinggal bersama. Berikut upaya-upaya tersebut:
Pertama, negara harus menetapkan kebijakan atau regulasi sesuai kepentingan rakyat. Negara tidak boleh pro pada kapitalis ataupun korporasi. Kebijakan dan aturan yang dibuat harus selalu berdasarkan syariat Islam. Dengan alasan apa pun, negara tidak boleh membuat hukum dan kebijakan yang bertentangan dengan syariat.
Kedua, negara harus mengelola kekayaan alam sesuai prinsip syariat. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan milik negara. Kekayaan alam seperti barang tambang, air, laut, sungai, hutan, dan jalan merupakan milik umum. Artinya, barang-barang tersebut dimanfaatkan secara bersama dan tidak boleh dikuasai oleh pribadi.
Negara mengelola sumber daya alam tersebut untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Prinsip pengelolaan SDA adalah untuk kemaslahatan umat, bukan untuk mengejar keuntungan atau demi kepentingan segelintir orang. Pengelolaan dan pemanfaatan SDA harus memperhatikan AMDAL sehingga tidak merusak lingkungan sekitarnya. Boleh saja membuka pertambangan batu bara, minyak, gas, dan yang lainnya selama disertai dengan kajian lingkungan yang benar sehingga tidak melampaui daya dukung lingkungan.
Ketiga, memproteksi kawasan laut dan perairan dari berbagai ancaman kerusakan. Kawasan GBR merupakan habitat bagi beraneka spesies. Aktivitas pertambangan bisa memberikan dampak buruk pada kawasan terumbu karang raksasa yang sangat berharga.
Keempat, negara mencegah terjadinya eksploitasi alam. Kawasan GBR yang begitu kaya dengan keanekaragaman hayati membutuhkan penjagaan dari aktivitas ekonomi secara berlebihan. Keindahan kawasan terumbu karang raksasa yang mendunia ini menarik banyak wisatawan datang sehingga menghasilkan pendapatan bagi penduduk lokal maupun pemerintahnya. Jangan sampai demi mengejar keuntungan akhirnya malah abai dalam menjaga kelestariannya. Sangat mungkin dengan kehadiran banyak orang, karang-karang dan berbagai hewan laut lainnya bisa terancam oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.
Kelima, negara menerapkan sanksi yang tegas bagi perusak lingkungan. Sistem sanksi ini berlandaskan pada ketetapan syariat. Sanksi berlaku bagi setiap pelanggar tanpa pandang bulu. Meskipun dia pengusaha kaya raya, jika dia terbukti membuat kerusakan lingkungan, maka hukuman setimpal pasti diberikan.
Inilah cara-cara yang bisa ditempuh untuk melindungi lingkungan yang menjadi tempat kita tinggal. Sudah menjadi keharusan bagi kita untuk menjaga segala yang Allah berikan dengan berbagai cara yang mampu diupayakan. Inilah bukti syukur kita sebagai hamba-Nya dan sekaligus upaya untuk mendapatkan rida dan keberkahan dari Allah taala.
Khatimah
Great Barrier Reef merupakan bagian dari lingkungan alam yang telah diciptakan oleh Allah Swt.. Manusia tidak hanya boleh menikmatinya, tetapi juga wajib untuk menjaganya. Menjadi Situs Warisan Dunia versi UNESCO atau tidak, tetaplah menjadi sebuah kewajiban bagi umat manusia untuk melindungi keberadaannya. Apalagi keserakahan kapitalisme sangatlah nyata membawa kerusakan pada alam dan kehidupan manusia. Jalan yang tepat untuk menjaga kelestarian alam dan eksistensi manusia adalah dengan menerapkan Islam secara totalitas. Protect the nature with the greatest system, Islam kaffah!
Wallahu a’lam bish shawwab[]