Pesan Kematian dari Afganistan

“Fakta tersebut menegaskan bahwa pergantian rezim dalam sistem demokrasi sekuler sejatinya tidak mampu mengubah nasib rakyat menjadi sejahtera. Apalagi kedudukan Afganistan yang tidak mandiri secara ekonomi dan politik, meniscayakan penguasa tak mampu mengurus rakyatnya dengan baik.”

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pesan kematian kembali datang dari Afganistan. Negeri yang memiliki julukan The Graveyard of Empires tersebut tengah menghadapi musim dingin terburuk lebih dari satu dekade. Suhu terendah dalam musim dingin tersebut bahkan telah menyentuh angka minus 35 derajat Celsius. Mirisnya, musim dingin ekstrem terjadi saat Afganistan dihantam krisis ekonomi parah. Akibatnya lebih dari 160 warga Afganistan tewas. Nyawa mereka satu demi satu hilang karena tak mampu membeli bahan bakar untuk menghangatkan rumah saat suhu berada di bawah titik beku.

Di tengah suhu ekstrem tersebut, kondisi anak-anak sangat memprihatinkan. Di sebuah ladang bersalju yang terletak di sebelah barat ibu kota Afganistan, anak-anak mengubrak-abrik tumpukan sampah mencari plastik untuk dibakar. Anak-anak itu melakukannya untuk membantu orang tua mereka yang tidak mampu membeli kayu atau batu bara. Suara tangis anak-anak lainnya pun pecah sejak malam hingga pagi hari, karena tak sanggup menahan suhu yang sangat dingin. Selain itu, banyak warga Afganistan mengeluhkan bantuan kemanusiaan yang tak kunjung datang.

Sejatinya banyak bantuan yang hendak masuk ke Afganistan. Namun, beberapa pekan terakhir kelompok-kelompok bantuan tersebut menghentikan operasinya, lantaran Taliban melarang sebagian besar pekerja LSM perempuan untuk bekerja. Akibat kebijakan tersebut banyak lembaga-lembaga tidak dapat menjalankan program-programnya di Afganistan. Kepala bantuan PBB Martin Griffiths, saat berkunjung ke Kabul mengatakan bahwa badan dunia sedang mencari dispensasi terhadap larangan bekerja bagi sebagian sukarelawan perempuan. (Republika.co.id, 31/01/2023)

Kemiskinan Akut

Selain suhu dingin ekstrem yang melanda Afganistan, kemiskinan akut juga menjadi penyebab banyaknya rakyat yang meninggal dunia. Rakyat Afganistan benar-benar tenggelam ke dalam masa-masa sulit. Bagi orang termiskin Afganistan, roti menjadi satu-satunya makanan pokok yang bisa didapatkan. Para wanita mengantre di luar toko roti dan anak-anak datang sebelum subuh untuk mendapatkan roti. Berebut makanan menjadi pemandangan miris di salah satu negara yang kaya sumber daya alam tetapi miskin.

Jumlah kemiskinan pun berada pada tingkat memprihatinkan. WHO menyebut, 97 persen rakyat Afganistan akan hidup di bawah garis kemiskinan dan anak-anak pun terancam menderita gizi buruk. Berdasarkan data statistik yang diberikan PBB, hampir 24 juta orang Afganistan (sekitar 60 persen dari populasi) menderita kelaparan akut. Sedangkan 8,7 juta warga Afganistan lainnya menghadapi kelaparan. (Merdeka.com, 01/01/2022)

Tak hanya ancaman kemiskinan dan gizi buruk yang harus dihadapi rakyat Afganistan, pendidikan pun kini terancam tak bisa diakses, khususnya bagi anak perempuan. Di banyak provinsi, anak-anak perempuan tidak diizinkan untuk melanjutkan sekolah setelah kelas enam, meski di lebih dari sepuluh provinsi lainnya sekolah tetap dibuka.

Akar Masalah Kemiskinan

Jika ditanya tentang masyarakat mana yang paling tidak bahagia? Maka jawabannya adalah Afganistan. Menurut World Happines Report 2022, Afganistan memang mendapat predikat sebagai negara paling tidak bahagia. Negara yang berada di Asia Selatan tersebut berada di urutan terbawah dari 146 negara yang dipantau oleh WHR.

Beberapa penyebab utama dari ketidakbahagiaan tersebut adalah tingkat kemiskinan yang tinggi dan kurangnya kesempatan kerja. Di tengah kemiskinan ekstrem yang makin menggila, rakyat kecewa, dan makin tidak bahagia. Kondisi ini makin parah setelah Taliban mengambil alih pemerintahan Afganistan pada 15 Agustus 2021 lalu. Negara sampai tidak memiliki anggaran untuk operasional rumah-rumah sakit.

Krisis kemanusiaan tersebut sejatinya tak bisa dilepaskan dari kebijakan AS. Diketahui, Afganistan merupakan negara yang 80 persen anggaran pemerintahannya berasal dari komunitas internasional. Namun, setelah Taliban mengambil alih pemerintahan pada Agustus 2021 lalu, Amerika Serikat membekukan aset bank sentral milik Afganistan hampir mencapai US$9,5 miliar atau kurang lebih Rp136,99 triliun. AS sendiri merupakan negara yang memberi dukungan pada pemerintahan Afganistan sebelumnya. Keputusan tersebut dilakukan agar Taliban tak bisa mengakses aset milik pemerintah Afganistan.

Pembekuan aset Bank Sentral Afganistan dan pinjaman berjumlah miliaran dolar AS yang mencapai 4/5 dana pembangunan setelah Taliban berkuasa, disinyalir menjadi pangkal krisis. PBB sendiri mengungkapkan bahwa Afganistan berada di ambang krisis kemanusiaan terburuk di dunia yang merupakan kombinasi dari krisis pangan, bahan bakar, dan likuiditas. Mirisnya, pihak yang paling menderita dari setiap konflik kepentingan adalah rakyat Afganistan sendiri. Mereka terus berteman dengan kemiskinan dan penderitaan hingga banyak yang tidak memiliki harapan hidup. Fakta tersebut menegaskan bahwa pergantian rezim dalam sistem demokrasi sekuler sejatinya tidak mampu mengubah nasib rakyat menjadi sejahtera. Apalagi kedudukan Afganistan yang tidak mandiri secara ekonomi dan politik, meniscayakan penguasa tak mampu mengurus rakyatnya dengan baik.

Di sisi lain, suhu dingin ekstrem yang telah merenggut banyak korban jiwa tampaknya tidak menggerakkan nurani para penguasa muslim di dunia. Mereka tetap duduk manis di balik sekat-sekat nasionalisme yang kokoh. Sekat-sekat ini pula yang membuat mereka kehilangan empati terhadap saudaranya yang terkena musibah.

Ri'ayah Rakyat dalam Islam

Musibah dan bencana adalah ketetapan Allah yang tak mampu dikendalikan oleh manusia. Namun, manusia mampu meminimalisasi jatuhnya korban dengan pe- ri'ayah -an yang benar. Dan ikhtiar terbaik dalam meminimalisasi jumlah korban hanya mampu dilakukan oleh penguasa yang lahir dari sistem Islam, yakni Khilafah.

Khilafah adalah penjaga dan pengayom rakyat dari segala hal yang mendatangkan kebinasaan, baik bencana alam maupun wabah. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa'i, Abu Dawud, dan Ahmad, "Sungguh imam (khalifah) itu (laksana) perisai; orang-orang akan berperang di belakang dia (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya."

Seorang pemimpin haruslah memiliki sifat ri'ayah (pengurus dan pengayom) rakyatnya. Sebab, kepemimpinan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Seorang khalifah pun harus benar-benar mencurahkan segala potensi yang dimiliki demi kebaikan rakyatnya. Tampilnya seorang pemimpin dalam ikhtiar meminimalisaai jatuhnya korban merupakan bagian dari amanah Allah Swt. yang kelak akan dipertanggungjawabkan.

Berikutnya, seorang penguasa wajib menjaga nyawa manusia (hifzh an-nafs). Sebab, di antara tujuan diterapkannya syariat adalah menjaga jiwa. Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia harus menjadi prioritas di atas ekonomi, pariwisata, maupun lainnya. Karena itu, Islam melarang membunuh manusia tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Dan pembunuhan yang dilakukan tanpa haq dianggap dosa besar yang mana pelakunya akan mendapat sanksi berat, yakni qishash.

Karena itu, seorang penguasa akan benar-benar hadir sebagai perisai bagi rakyatnya dalam segala kondisi. Teladan kepemimpinan penguasa dapat disaksikan saat Khalifah Umar bin Khattab menangani paceklik di seluruh kawasan Jazirah Arab. Paceklik saat itu disebabkan oleh tanaman-tanaman yang gagal panen, termasuk lahan-lahan di sekitar lembah Sungai Eufrat, Tigris, dan Nil. Saat itu banyak orang meminta bantuan kepada pemerintah. Khalifah Umar pun bergerak cepat membentuk tim penanggulangan bencana.

Tim tersebut kemudian ditempatkan pada setiap pos yang ada untuk mencatat orang-orang yang hilir mudik mencari bantuan makanan. Jumlah orang yang masuk Madinah pun membeludak hingga tercatat sepuluh ribu orang. Khalifah Umar juga menyalurkan bantuan untuk orang-orang yang berada di luar Madinah. Tak lupa para pengungsi pun ditampung dan diperhatikan seluruh kebutuhannya. Sebagai penguasa, Khalifah Umar telah memberikan segalanya hingga tidak ada lagi yang bisa diberikan.

Begitulah seharusnya sikap penguasa dalam mengayomi rakyatnya. Tak hanya penguasa yang memiliki sikap mulia dan agung, rakyatnya pun memiliki kepedulian tinggi terhadap saudaranya seakidah. Sebab, Islam menjelaskan bahwa persaudaraan seakidah lebih kuat daripada ikatan nasab. Persaudaraan karena nasab bisa terputus karena berbeda akidah, tetapi persaudaraan karena akidah kekal hingga ke akhirat.

Khatimah

Musim dingin ekstrem di Afganistan memang tak bisa dicegah. Namun, jika penguasa benar-benar berfungsi sebagai pengayom dan pelindung, niscaya korban jiwa bisa diminimalisasi. Sayangnya, kepemimpinan yang lahir dari sistem demokrasi kapitalisme tidak benar-benar hadir sebagai pelindung dan pengurus rakyat. Karena itu, satu-satunya solusi bagi Afganistan adalah menyeru para penguasa muslim untuk kembali kepada Islam, serta menerapkan aturannya dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian, keamanan, kesejahteran, keberkahan akan terwujud dan bukan sekadar khayalan.
Wallahu a'lam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Sniffing, Ironi Mahalnya Keamanan Data Pribadi
Next
Genting Stunting Tak Dianggap Penting?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram