Alarm Perang Rusia-Ukraina Berdering Keras, Nasib Peradaban di antara Ancaman dan Harapan

"Dari krisis yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina, meski kemungkinan pecahnya perang besar yang akan melibatkan banyak negara bangsa hari ini tidak terlalu signifikan, tetap saja ada hal-hal yang perlu diantisipasi oleh masyarakat internasional."

Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bahwa dunia itu dinamis, benar adanya. Di sisi timur boleh jadi merasakan kedamaian dan ketenangan, namun di waktu yang sama, di sisi barat justru sedang mendengar suara tank siap bertempur dan suara peluru ramai berdesing. Rusia dan Ukraina, dua negara yang dulu memiliki akar sejarah yang sejalan, kini harus berada dalam relasi yang memanas. Bahkan atmosfer yang panas itu memanggil para pengamat untuk berpandangan bahwa meletusnya perang antara dua negara ini dapat terjadi kapan saja.

Sebagaimana yang dilansir oleh kanal The New York Times, Rusia telah menambah sebanyak 10.000 pasukan di tatar Krimea, lengkap dari pasukan infanteri hingga pasukan udara. Tak hanya di tatar Krimea saja, namun di daerah perbatasannya dengan Ukraina, Rusia juga sudah membangun rumah sakit darurat, jaringan komunikasi hingga perlengkapan elektronik lainnya untuk menggangu komunikasi musuhnya. Tindakan Moskow ini dinilai oleh para analis politik bahwa mereka sudah sangat mendekati tahap persiapan akhir sebelum mengumumkan perang (nytimes.com 4/2/2022). Teori-teori yang ada dalam diskursus politik dan perang modern, tampak mulai dilaksanakan secara praktis berdasarkan perkembangan kondisi akhir-akhir ini di tanah eks Soviet tersebut.

Yang tak kalah memanaskan suasana di kawasan Eropa ini adalah adanya intervensi yang berusaha dilancarkan oleh Barat, khususnya AS dengan sekutu-sekutunya yang tergabung dalam NATO (Organisasi Kesepakatan Atlantik Utara). The Washington Post (3/2/2022) mengabarkan bahwa AS menanggapi agresivitas Rusia tersebut dengan mengirim pasukan militernya ke sisi timur aliansi NATO, yakni ke Polandia, Romania, dan Jerman. Sebanyak 3000 pasukan yang dikerahkan oleh AS ke wilayah Eropa yang sedang berseteru ini dituding oleh Rusia semakin memperburuk kondisi di sana. Situasi ini bahkan mengundang Presiden Turki, yang juga merupakan salah satu anggota NATO, Recep Tayyip Erdogan untuk menunjukkan dukungannya terhadap Ukraina atas dasar pembelaan terhadap kedaulatan dan integritas teritori Ukraina.

Perkembangan aktivitas militer antara kekuatan Barat dan Timur dalam isu Ukraina yang menegang juga tidak bisa dilepaskan dari probabilitas bertambahnya angka korban yang harus meregang nyawa dalam krisis multilateral ini. Hal ini disebabkan karena krisis yang melibatkan antara Ukraina dan Rusia ini bukanlah isu yang baru merebak di tahun 2022, melainkan memiliki akar masalah yang dapat ditarik ke tahun 2014, ketika Rusia menganeksasi tatar Krimea dari Ukraina dulu. Hingga tahun 2019 lalu, total korban dalam konflik Ukraina ini sudah mencapai 13.000 dan menyebabkan lebih dari 1,5 juta orang menjadi pengungsi internal.

Bayang-bayang Perang 2014

Delapan tahun silam, kondisi serupa juga kurang lebih pernah dialami oleh kedua negara ini. Efek yang ditimbulkan pun sama-sama mengundang intervensi dari kekuatan luar Eropa, baik berupa intervensi diplomatis maupun militer. Tatar Krimea yang sukses dianeksasi oleh Rusia dari Ukraina pada tahun 2014 itu telah membuat hubungan negara ini tidak selalu dalam kondisi stabil. Meskipun dalam sudut pandang Rusia, peristiwa itu tidak dianggap sebagai sebuah aneksasi wilayah dari negara lain, melainkan merupakan bentuk dukungan Rusia terhadap norma yang dikenal dalam hukum internasional, “self-determination” atau hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat.

Padahal dalam sebuah analisis politik lainnya, tindakan Rusia tersebut tidak dapat dilepaskan dari cita-cita Rusia untuk menghegemoni kawasan Eropa, mengingat latar belakangnya sebagai eks negara adidaya sebelum perang dingin dulu. Aneksasi Krimea dari Ukraina juga dipandang sebagai sebuah aksi mengamankan kepentingan nasional Rusia yang melihat aktivitas penempatan pasukan militer AS di beberapa wilayah dekat Ukraina sejak lama.

Dengan kondisi yang demikian, Rusia menginginkan agar teritori-teritori yang berbatasan dengannya tidak seluruhnya berada di bawah pengaruh AS dan sekutunya. Tentu saja, dalam diskursus geoekonomi, sikap tersebut tentu disebabkan salah satunya karena sumber daya alam yang berada di sekitar kawasan Ukraina, serta nilai strategis yang dimiliki negara berbendera biru dan kuning ini, yaitu pipa Nord Stream 2 yang mengalirkan gas dari Rusia menuju ke negara-negara di Eropa Barat.

Love-Hate Relationship AS dan Rusia

AS dan Uni Soviet, dua negara yang sentral berkontestasi dalam perang dingin, menyisakan hubungan yang dinamis antara AS dengan Rusia di banyak lini hingga berdekade setelah runtuhnya Soviet sekalipun. Rusia yang menjadi “pewaris” negara berhaluan sosialis itu tidak jarang berkompetisi dengan AS, terutama dalam urusan perebutan pengaruh dan perluasan hegemoni di kawasan Eropa. AS yang kini diakui dunia sebagai negara adidaya bertujuan untuk mengepakkan sayap hegemoninya ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke Eropa, namun Rusia senantiasa berusaha untuk menahan laju AS di kawasan tersebut.

Meskipun demikian, dalam hal-hal lain, AS dan Rusia malah menunjukkan hubungan kerjasama yang saling mendukung satu sama lain. Perang melawan terorisme dan fundamentalisme misalnya, berhasil menyatukan Washington dan Moskow untuk sejenak melupakan berbagai perbedaan dan perseteruan yang pernah terjadi di antara mereka. Hal ini menggambarkan bahwa situasi perpolitikan dalam hubungan internasional hari ini sangat relatif dan dinamis. Artinya, tidak ada permusuhan yang abadi, karena semuanya bisa berubah menjadi persahabatan yang hakiki dalam aspek lain.

Menariknya, seorang mujtahid yang cukup dikenal di dunia Islam, yakni syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Konsepsi Politiknya telah menggambarkan dengan apik relasi yang terbangun antara dua aktor utama dalam perang dingin ini. Dalam bab Khithah dan Uslub Politik di buku tersebut, syekh an-Nabhani menegaskan bahwa khitah (rencana strategis) AS terhadap Rusia adalah untuk membelenggunya dan menjadikan Rusia sebagai negara yang tidak mempunyai pengaruh bahkan dalam skala regional. Berlandaskan khitah tersebutlah AS melakukan berbagai kerja sama dengan negara-negara di Eropa dan Asia Tengah, termasuk dengan menggabungkan berbagai negara di Eropa Timur ke dalam NATO, aliansi militer yang berada di bawah pengaruh AS.

Dari penjelasan tersebut menggambarkan bahwa upaya yang dilakukan oleh Rusia untuk kembali menjadi negara adidaya menggantikan AS, walau di lingkup Eropa saja, amatlah sulit untuk terjadi. Sehingga bagaimanapun usaha Rusia, jalinan persekutuan AS dengan banyak negara di dunia hari ini jauh lebih kuat dibandingkan cita-cita Rusia untuk mengulang kejayaannya di masa lalu. Prinsip inilah yang juga menjadi dasar analisis bahwa invasi besar-besaran yang mungkin akan dilakukan Rusia terhadap Ukraina sukar untuk terwujud saat ini, karena AS dengan pengaruhnya akan memberikan “balasan” kepada Rusia yang justru bisa mengganggu keberlangsungan negara itu.

Nasib Peradaban dalam Pusaran Harapan dan Ancaman

Dari krisis yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina ini, meski kemungkinan pecahnya perang besar yang akan melibatkan banyak negara bangsa hari ini tidak terlalu signifikan, tetap saja ada hal-hal yang perlu diantisipasi oleh masyarakat internasional. Terlebih oleh kaum muslimin yang hari ini posisinya tidak dimungkiri lebih inferior dibandingkan dengan negara-negara yang berseteru itu. Apa dampak yang dapat menimpa kita?

Krisis ini sejatinya semakin menunjukkan tentang siapa yang sebenarnya lebih memiliki bargaining position atau posisi tawar dalam konstelasi perpolitikan internasional. Jika pun tidak terjadi perang besar antara Rusia dengan Ukraina yang bisa merambat ke banyak aktor lain, maka hal itu menggambarkan bahwa AS dan sekutunya lebih berpotensi untuk menyetir arah komunitas internasional dan termasuk di dalamnya dunia Islam. Adapun jika perang yang tidak sedikit diprediksi bisa saja lahir dari krisis ini, maka yang patut dipahami adalah bahwa rakyat sipil lagi-lagi akan menjadi korban. Merekalah yang harus menanggung kerugian utama dari egoisme penguasa negara-negara Barat ini dalam mencapai apa yang menurut mereka merupakan kepentingan nasionalnya masing-masing.

Lalu apa pengaruhnya terhadap kaum muslimin? Kita saat ini hanya menjadi penonton kontestasi yang diadakan oleh mereka yang dalam hal lain secara nyata memusuhi kita. Bahkan AS-Rusia yang kini memosisikan diri mereka sebagai rival dalam urusan politik internasional, keduanya berada dalam posisi yang sama untuk menyerang Islam dan kaum muslimin dengan segenap agenda yang mereka canangkan secara global.

Kesadaran akan hal ini sepatutnya memberikan semangat baru kepada kaum muslimin untuk segera bersatu padu, mengumpulkan kekuatan yang terserak dalam berbagai negara bangsa, dan mengganti ikatan batil yang membayangi kaum muslimin selama ini. Dengan persatuan yang terjalin antara kaum muslimin berlandaskan prinsip yang sahih dan kesadaran politik yang benar, maka posisi sebagai penonton itu sangat mungkin berganti menjadi pemain yang tentu tidak bertujuan semata demi kekuasaan duniawi saja. Melainkan demi semakin luasnya gaung syiar Islam dan agar kaum muslimin mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Wallahu a’lam bisshawwab.[]


Photo : BlackStarNews

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Iranti Mantasari BA.IR M.Si Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Bangga Menjadi "Sarjana Rumah Tangga"
Next
Upgrading Diri dalam Menulis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram