Sudan yang Malang 

Sudan yang Malang

Sudan yang malang telah mengorbankan banyak nyawa rakyatnya demi memenuhi ambisi kapitalis. Kaum muslim tidak boleh menaruh kepercayaan dan harus terbebas dari pengaruhnya.

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Riak Literasi)

NarasiPost.Com-“Gajah berjuang sama gajah, pelanduk mati di tengah-tengah,” inilah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan Sudan saat ini. Dua jenderal berebut kekuasaan, rakyat yang menjadi korban. Akibat konflik ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan bahwa jumlah warga yang tewas telah mencapai 10–15 ribu orang. Warga Kota Darfur Barat itu meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh pasukan paramiliter Rapid Support Force (RSF) atau Pasukan Dukungan Cepat dan sekutunya, milisi Arab pada tahun 2023. (cnnindonesia.com, 20/01/2023)

Sejak merdeka, Sudan terus bergolak. Lebih dari 15 kudeta militer telah terjadi sejak kemerdekaannya. Apa yang sebenarnya terjadi di Sudan? Apa penyebab konflik di sana? Bagaimana Islam mengatasi hal itu?

Sekilas Sudan

Republik Sudan adalah sebuah negara di Afrika. Sebelum pecah menjadi dua bagian, Sudan merupakan negara terluas nomor tiga di Afrika, dan nomor 16 di dunia. Sudan berbatasan dengan Mesir di bagian utara, Laut Merah di sebelah timur laut, dan Eritrea di timur. Sedangkan di tenggara berbatasan dengan Etiopia, Afrika Tengah di barat daya, dan Chad di bagian barat. Sudan juga berbatasan dengan Libya di barat laut dan Sudan Selatan di sebelah selatan.

Negara ini dilewati oleh Sungai Nil Biru dan Sungai Nil Putih. Aliran kedua sungai itu bertemu di Khartoum, membentuk Sungai Nil. Dari Khartoum, Sungai Nil mengalir ke Mesir hingga ke Laut Mediterania.

Ibu kota Sudan adalah Khartoum. Kota ini sekaligus menjadi pusat perdagangan, politik, dan kebudayaan. Namun, kota terbesarnya adalah Omdurman yang memiliki 42 juta jiwa.

Jumlah penduduk Sudan pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 47.958.856 jiwa. Mayoritas beragama Islam suni. Meskipun bahasa Arab menjadi bahasa resmi negara, tetapi faktanya masyarakat lebih banyak menggunakan bahasa Inggris. 

Wilayah Sudan berupa daratan dan pegunungan. Puncak Gunung Marrah yang bernama Deriba Caldera memiliki puncak tertinggi di Sudan, yaitu 3042 meter. Sudan memiliki sumber daya mineral yang melimpah, seperti mangan, asbes, mika, tembaga, kobalt, krom, gas alam, nikel, perak, uranium, emas, dan sebagainya. (wikipedia.org)

Perang Saudara yang Tak Berkesudahan 

Sudan mendapatkan kemerdekaannya pada 1 Januari 1956. Sejak itu, perang saudara tidak pernah berhenti di negara tersebut. Perang saudara yang paling lama terjadi antara wilayah utara dan selatan. Perang ini berlangsung antara tahun 1955–1972 dan 1983–2005 dan berakhir dengan berdirinya Sudan Selatan pada tahun 2011. 

Di tengah terjadinya perang saudara, Sudan diguncang kudeta. Jenderal Omar Hassan Ahmad Al-Bashir melakukan kudeta militer pada 1989. Ia menggulingkan Perdana Menteri Sadiq Al-Mahdi.

Al-Bashir kemudian menggelar referendum bagi masyarakat Sudan Selatan. Sudan Selatan pun berdiri sebagai negara pascareferendum tersebut. Al-Bashir berharap, berdirinya Sudan Selatan akan mengakhiri perang saudara di Sudan. (antaranews.com, 02/05/2023)

Namun, harapannya belum terwujud. Ketegangan masih terus meliputi Sudan. Kesenjangan pusat dan daerah, perbedaan etnis, serta intervensi asing menjadi faktor utama yang menyebabkan hal itu terus terjadi.

Pada tahun 2003 terjadi pemberontakan di Darfur. Untuk menghadapi pemberontakan ini, Al-Bashir memanfaatkan pasukan Janjaweed, salah satu milisi Arab. Milisi ini menumpas pemberontak yang sebagian besar merupakan orang-orang non-Arab dengan kejam. Janjaweed dituduh telah melakukan pemerkosaan massal dan pembersihan etnis. Al-Bashir pun dituduh telah melakukan genosida abad ke-21. Ia dianggap sebagai penjahat perang oleh Barat dan PBB. Karena kekejamannya, pasukan Janjaweed dilucuti senjatanya. 

Pada tahun 2013, Al-Bashir membentuk RSF dari unsur-unsur Janjaweed di bawah komando Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo atau yang biasa dipanggil dengan Hemedti. RSF tidak berada di bawah kendali Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), tetapi di bawah badan intelijen negara. Al-Bashir mengandalkan Hemedti dengan RSF-nya agar tidak ada kekuatan yang mampu menggulingkannya. 

Pada tanggal 19 Desember 2018 terjadi unjuk rasa besar-besaran akibat naiknya harga bahan pokok. Para pengunjuk rasa menuntut Al-Bashir untuk mundur dari jabatannya setelah 30 tahun berkuasa. Al-Bashir yang menolak untuk mundur digulingkan oleh SAF yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan dan RSF, pimpinan Hemedti pada tanggal 11 April 2019.

https://narasipost.com/world-news/08/2022/menelaah-beragam-problematik-yang-menimpa-negeri-dua-nil/

Unjuk rasa berakhir setelah ditandatanganinya Kesepakatan Politik Juli dan Rancangan Konstitusi pada tahun itu. Saat itulah terbentuk pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok. Sebuah dewan yang bernama Dewan Berdaulat pun dibentuk untuk mengawasi pemerintahan sipil ini. Al-Burhan menjadi pemimpinnya, sedangkan Hemedti sebagai wakilnya.

Kondisi ini pun bertahan hingga Oktober 2021 saat militer mengambil alih kekuasaan. Al-Burhan pun menjadi ketua dewan transisi sipil dan Hemedti menjadi wakilnya. Namun, tanda-tanda perpecahan mulai tampak setelah Al-Burhan berusaha mengembalikan kelompok islamis dan mantan pejabat rezim sebelumnya kembali ke kursi kekuasaan. 

Seiring dengan semakin dekatnya tenggat waktu pembentukan pemerintahan sipil, ketegangan antara tentara reguler dengan RSF pun makin meningkat. Mereka berbeda pendapat mengenai berapa lama RSF harus diintegrasikan ke pasukan reguler. Pihak RSF menghendaki 10 tahun, sedangkan pasukan reguler menginginkan dilakukan dalam dua tahun. (bbc.com, 18/04/2023)

Karena tidak tercapai kesepakatan, Sudan kembali dilanda perang saudara. Pada tanggal 15 April 2023 pertempuran antara SAF dan RSF pun pecah di seluruh wilayah Sudan. Menurut PBB, konflik ini telah memaksa 50 ribu orang mengungsi ke berbagai negara. 

Imperialisme di Balik Perang Saudara

Konflik di Sudan memang terjadi antara RSF dan SAF. Namun, sebagaimana konflik di berbagai belahan dunia lainnya, selalu ada dalang di balik itu. Seperti konflik yang terjadi di Sudan saat ini. Hal itu diungkapkan oleh Dr. Farid Wajdi, pengamat dunia Islam dalam laman muslimahnews.net. Menurutnya, perang saudara yang terjadi di Sudan sejatinya adalah perebutan kekuatan para imperialis yang ingin menguasai Sudan yang kaya dan strategis itu. Dalam hal ini yang tengah berebut adalah Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

AS sebelumnya telah berhasil mengendalikan Sudan melalui Omar Al-Bashir dan Hemedti. Setelah Al-Bashir tumbang, Sudan berupaya untuk membentuk pemerintahan sipil. Namun, AS ragu bahwa negaranya masih dapat mengendalikan Sudan melalui pemerintahan sipil. AS mengkhawatirkan masuknya Inggris dan Eropa melalui pemerintahan sipil tersebut. 

Oleh karena itu, AS pun merekayasa kudeta yang dilakukan oleh Mayor Jenderal Abdul Baqi Bakrawi. Kudeta yang dilakukan bersama 22 perwira pada bulan Mei 2021 itu berusaha untuk mencegah peralihan pemerintahan ke tangan sipil. Para perwira ini adalah perwira-perwira yang dipercaya oleh agen-agen senior AS. Namun, kudeta ini mengalami kegagalan.

Oleh karena itu, AS belum merasa tenang. Negara Joe Biden itu kemudian menggunakan cara lain, yakni menciptakan konflik antara Al-Burhan dengan Hemedti. Melalui cara itu, siapa pun dari mereka yang akan menjadi pemimpin, AS akan tetap menguasai Sudan.

Begitulah wajah asli kapitalisme. AS dan Inggris seolah berteman, tetapi pada dasarnya mereka selalu bermusuhan dan bersaing. Karakter itu muncul dari ideologi kapitalisme yang mereka emban. Keinginan untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya telah membuat mereka rakus sehingga bersikap individualis. Oleh karena itu, mereka akan saling sikut untuk meraih tujuan.

Selain itu, sikap individualis telah membuat mereka tak peduli dengan nasib orang lain. Para kapitalis tidak akan peduli jika mereka harus mengorbankan dan menyengsarakan orang lain. Mereka menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Seperti yang terjadi pada Sudan. Sudan yang malang, negara itu telah mengorbankan banyak nyawa rakyatnya untuk memenuhi ambisi kapitalis.

Islam Menolak Intervensi Asing 

Oleh karena itu, kaum muslim harus melepaskan diri dari pengaruh asing. Kaum muslim tidak boleh menaruh kepercayaan kepada asing karena mereka memang tidak layak dipercaya. Ketika mereka menawarkan bantuan, selalu ada pamrih di balik itu. Mereka akan mengambil keuntungan dari setiap kebaikan yang diberikan. 

Satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh kaum muslim adalah kembali ke sistem Islam, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dengan menerapkan sistem itu, kaum muslim dapat mengelola berbagai kekayaan alam yang ada di negeri-negeri Islam. Mereka juga dapat memanfaatkan potensi sumber daya manusia untuk mewujudkan kemuliaan Islam. Dengan demikian, mereka akan kembali menjadi umat terbaik seperti yang dinyatakan oleh Allah Swt. dalam surah Ali Imran [3]: 110

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰه

Artinya: “Dahulu, kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia. Kalian memerintahkan kepada yang makruf serta mencegah dari yang mungkar dan kalian beriman kepada Allah.”

Wallaahu a’lam bi ash-shawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Sudah Ganti Tahun, Kamu Masih Insecure?
Next
Carok Massal, Bukti Kejumudan Berpikir Rakyat?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

18 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
9 months ago

Negeri muslim yang kaya terus menjadi mangsa. Hiks rindu khalifah. Semoga rakyat Sudah selalu dalam kesabaran dan lindungan Allah. Semoga Khilafah segera tegak untuk mengakhiri semua penderitaan. Aamiin

Barokallahu fiik, Mbak

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Afiyah Rasyad
9 months ago

Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin

Rosmiati
Rosmiati
9 months ago

Di dalam sistem sekuler kapitalisme, negeri yang kaya tak pernah hidup nyaman. Selalu dicarikan jalan untuk chaos. Payahnya, yang bermain dibalik semua itu lagi-lagi negara-negara super power. Apa mereka tidak malu berebut harta juga kuasa di tanah yang bukan miliknya? Inilah mirisnya kondisi hari ini. Semoga rakyat Sudan yang terdampak selalu dalam lindungan Allah Swt. Aamiin

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Rosmiati
9 months ago

Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin.
Semoga Allah segera memberikan pertolongan kepada kaum muslim. Aamiin

Wd Mila
Wd Mila
9 months ago

Kekacauan yang terjadi negeri-negeri muslim, selalu saja akibat adanya intervensi negara penjajah..

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Wd Mila
9 months ago

Di negara mayoritas nonmuslim pun mereka juga seperti itu, apalagi di negeri muslim.

Firda Umayah
Firda Umayah
9 months ago

Ketika sebuah negeri menjadi rebutan para imperialis, yang terjadi selalu kerusuhan dan kerusakan. hidup rakyat pun tak akan tenang

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Firda Umayah
9 months ago

Memang imperialisme ini tidak sesuai dengan fitrah manusia. Makanya tidak mampu menciptakan ketenangan dan ketenteraman

Deena
Deena
9 months ago

Tanpa Junnah, negeri2 muslim terpecah2 dan terus dilanda konflik dan masalah yang tak berkesudahan.
Selalu ada AS di setiap masalah yang terjadi di dunia ini, khususnya negeri2 muslim karena punya kepentingan untuk melanggengkan eksistensinya.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Deena
9 months ago

Semoga junnah itu segera hadir kembali melindungi umat Islam.

Sartinah
Sartinah
9 months ago

Nestapa negeri-negeri muslim itu, kalau bukan dijajah langsung, mereka terlibat perang saudara termasuk Sudan. Jelas saja kondisinya makin runyam saat AS sudah ikut campur dalam urusan negara lain.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Sartinah
9 months ago

AS kan selalu ikut campur urusan negara lain. Tujuannya jelas, memancing di air keruh, mencari keuntungan di situasi yang kacau.

Mahyra senja
Mahyra senja
9 months ago

Sedih kalau dengar kata perang

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Mahyra senja
9 months ago

Iya, Mbak.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
9 months ago

Negeri kaya raya selalu menjadi incaran negara adidaya. Amerika lagi Amerika lagi... enggak ada puas-puasnya ya

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Dewi Kusuma
9 months ago

Nggak akan pernah puas, Mbak. Soalnya sudah jadi watak manusia yang hanya menggunakan hawa nafsunya, tidak bisa dikendalikan.

Yuli Juharini
Yuli Juharini
9 months ago

Lagi-lagi Amerika dan Inggris yang selalu "mengacaukan". Di banyak negara juga seperti itu. Sifatnya sama ingin menguasai kekayaan negara lain dengan dalih memberi bantuan lah atau apalah. Bagi kedua negara itu tidak ada istilah makan siang gratis, sekarang Sudan pun jadi korbannya.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Yuli Juharini
9 months ago

Semua negara pengemban kapitalisme ya seperti itu. Selalu berusaha mengambil kekayaan sebanyaknya, meskipun itu bukan milik mereka.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram