Reputasi kodok tebu yang buruk di Australia sebenarnya disebabkan ulah manusia yang telah memaksanya hidup di luar habitat alaminya.
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Buku Meraki Literasi)
NarasiPost.Com-Pasukan kodok tebu berhasil membuat resah warga Australia. Jutaan kodok beracun tersebut berhasil menginvasi sebagian besar wilayah Australia utara dan terus melanjutkan penyerangannya ke arah barat. Hingga kini, pasukan amfibi berkutil tersebut terus menyebar sejauh dan secepat yang mereka bisa.
Diperkirakan sebanyak 200 juta kodok tebu menginvasi pinggiran kota Brisbane, Australia. Kehadiran kodok beracun dianggap sebagai malapetaka karena dapat meracuni fauna asli dan mengancam ekosistem hewan di wilayah yang dilaluinya. (Cnnindonesia.com, 20/1/2024)
Diketahui, kodok berkulit cokelat ini berasal dari wilayah Amerika Selatan dan Tengah. Lantas, bagaimana bisa kodok tebu tersebut sampai menyebar ke wilayah Australia?
Sejarah Kodok Tebu
Pada 1935, kodok tebu didatangkan dari habitat aslinya, yakni dari Amerika Selatan dan Tengah. Sekitar 102 kodok tebu dibawa ke peternakan dan 2.400 kodok lainnya dilepaskan begitu saja. Akibatnya, dalam waktu kurun 85 tahun, populasi kodok tebu berlipat ganda hingga tak terkendali.
Sebelum penggunaan bahan kimia di industri pertanian meluas, kodok tebu digunakan untuk mengendalikan hama kumbang pada tanaman tebu, di negara bagian Queensland. Akan tetapi, akibat tidak adanya predator alami, populasi kodok tebu makin meledak dan berubah menjadi hama yang dapat merusak habitat alami di wilayah sekitarnya.
Kodok tebu atau Rhinella marina banyak ditemukan di wilayah beriklim hangat, seperti di negara bagian Florida dan Amerika Serikat. Iklim negara tersebut hampir sama seperti iklim di Queensland, yang hangat dan sangat cocok bagi kodok tebu berkembang biak. Alhasil, kodok tebu terus menyebar dengan kecepatan 40 hingga 60 kilometer per tahun.
Kodok tebu telah mencapai Brisbane pada 1945, Burketown di barat laut Queensland pada awal tahun 1980-an, dan telah mencapai Taman Nasional Kakadu pada Maret 2001. Pada Februari 2009, kodok tebu berhasil melintasi perbatasan Australia Barat dengan Northern Territory, atau lebih dari 2.000 km dari lokasi mereka dilepaskan 74 tahun lalu. Kondisi ini terus berlangsung hingga sekarang akibat tidak adanya predator alami atau penyakit khusus yang dapat mengendalikan populasi kodok tebu. (dcceew.gov.au, 2010)
Mendapat Penolakan
Tidak ada keraguan, pengimporan dan pelepasan ribuan kodok tebu di Queensland akibat adanya tekanan industri pertanian. Sebenarnya, rencana ini telah mendapat peringatan dan kekhawatiran dari ahli entomologi Australia, Walter Froggatt mengenai bahaya pelepasan ribuan kodok beracun yang kebal terhadap predator dan bersifat omnifora ini untuk tinggal di luar habitat alaminya. Pada Desember 1935, Walter Froggatt pernah melobi pemerintah federal untuk berhati-hati dan Direktur Jenderal Kesehatan juga melarang pelepasan kodok lebih lanjut.
Akan tetapi, pelarangan ini hanya bersifat sementara. BSES (Bureau of Sugar Experiment Stations) dan petani tebu lokal melobi Perdana Menteri dan Menteri Pertanian Queensland untuk menekan PM Joseph Lyons mencabut larangan tersebut (pestsmart.org.au, 2012). Alhasil, demi keuntungan materi, kodok tebu tetap diimpor dan dilepaskan tanpa adanya pemeriksaan atau tindakan pengendalian atas potensi bahaya di masa mendatang.
Bahaya Racun Kodok Tebu
Pada semua fase kehidupannya, kodok tebu sudah mempunyai racun. Kodok dewasa memiliki kelenjar parotoid pada bahunya, tepat di belakang gendang telinga. Di situlah racun berwarna putih susu atau biasa disebut bufotoksin diproduksi.
Dalam kondisi stres atau terancam, amfibi berkutil ini akan melepaskan racun dari kelenjar besar yang ada di bahu mereka. Bahkan, saat masih berbentuk berudu, kodok tebu sudah sangat beracun bagi sebagian hewan yang menelannya. Racun ini dapat membunuh ular, kadal, buaya, kucing, dan makhluk hidup lain yang bersentuhan langsung dengan kulitnya.
Hewan-hewan yang terkena racun akan mengalami kejang, serangan jantung, kelumpuhan, dan pada beberapa hewan sampai mengalami kematian. Sementara pada manusia, racunnya dapat memicu rasa nyeri yang hebat. Oleh sebab itu, spesies ini dianggap sebagai hama dan spesies invasif yang sangat menyengsarakan.
Upaya Memusnahkan Kodok Tebu
Kodok tebu betina terkenal sangat produktif karena dapat menghasilkan sekitar 70.000 kecebong setiap tahunnya. Sebagai perbandingan, kodok jenis lain biasanya hanya menghasilkan 1.000 hingga 2.000 telur per tahun. Telur kodok tebu menetas dalam dua atau tiga hari, dan tahap kecebong berlangsung antara empat hingga delapan minggu.
Keberhasilan reproduksi kodok tebu juga disebabkan oleh pola makan yang oportunistik, nafsu makannya besar, dan dapat memakan benda mati maupun benda hidup. Begitulah cara kodok tebu memonopoli suatu wilayah, yakni dengan memakan semua sumber makanan hingga tak ada yang tersedia untuk spesies lain. Keberadaan dan perkembangannya yang sangat pesat dapat mengusir hewan asli.
Selama ini, belum ada cara ampuh untuk mengendalikan perkembangan dan penyebaran kodok tebu. Namun, para ilmuwan mulai mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai dampaknya terhadap lingkungan dan cara mengurangi populasinya.
Membunuh kecebong secara massal jauh lebih efisien dari pada menyuntik mati kodok tebu dewasa. Metode pemberantasan ini merupakan hasil kolaboratif Profesor Rob Capon, ahli kimia dari Universitas Queensland dan Profesor Rick Shine, ahli biologi evolusi dan ekologi dari Universitas Macquarie.
Selain itu, Shine dan timnya menciptakan ide Cane Toad Challenge untuk mendorong para pemburu menemukan kodok tebu dan mengirimkan hasil tangkapannya. Kodok-kodok yang telah mati tersebut akan digunakan untuk keperluan penelitian. Cara ini dinilai cukup membantu mengurangi populasi kodok tebu di Australia.
Namun melihat perkembangan kodok tebu yang tak terkendali, Capon mengakui bahwa memusnahkan kodok tebu adalah tugas yang mustahil dilakukan. Sebab, sejak awal penyebarannya, para ilmuwan dan manajer konservasi telah lama bergulat untuk menghentikan pergerakan dan perkembangan kodok tebu.
Manfaat Kodok Tebu
Meskipun dicap sebagai spesies invasif, kodok tebu memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan manusia. Mengutip dari laman Wikipedia.org, kodok tebu telah digunakan dalam sejumlah aplikasi komersial dan nonkomersial. Selain digunakan sebagai pengendali hama, masyarakat tradisional di Amerika Selatan sering memerah kodok untuk diambil racunnya dan dilumuri pada panah.
Di Jepang, bufotenin pada kodok digunakan sebagai afrodisiak dan pemulihan rambut. Adapun di Tiongkok, bufotenin digunakan dalam proses bedah jantung untuk menurunkan detak jantung pasien. Bahkan, terdapat penelitian baru bahwa racun kodok tebu mempunyai beberapa kegunaan dalam pengobatan kanker prostat. Pada bidang komersial, kulit kodok tebu dapat dijadikan barang-barang baru, seperti boneka dan aksesori. Selain itu, bangkai kodok dapat dijadikan sebagai pupuk.
Menjaga Keseimbangan Alam
Pada hakikatnya, persoalan lingkungan disebabkan oleh dua hal, yakni akibat bencana alam dan sebagian besar justru akibat ulah perbuatan manusia. Pun reputasi kodok tebu yang buruk di Australia sebenarnya disebabkan ulah manusia yang telah memaksanya hidup di luar habitat alaminya. Karena itu, proses pengangkutan dan pengimporan besar-besaran kodok tebu meskipun telah mendapat teguran dari para ahli entomologi merupakan kesalahan fatal.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah perbuatan (tangan) manusia. Allah menghendaki (kerusakan) tersebut agar mereka (manusia) merasakan sebagian akibat dari perbuatan mereka. Agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (TQS. Ar-Rum: 41)
Akibat ulah kapitalis, pelepasan ribuan kodok beracun telah menyebabkan kerusakan ekosistem dan membawa kemudaratan bagi kehidupan manusia. Tentu saja, perbuatan semena-mena terhadap lingkungan dengan cara mengeksploitasi tanpa memperhatikan dampaknya, jelas bertentangan dengan Islam. Sebab Islam adalah agama yang secara eksplisit mengatur penggunaan hewan untuk tujuan keseimbangan alam dan kesejahteraan manusia. Islam dan aturan-aturannya memberikan dukungan yang cukup besar terhadap pentingnya keselamatan manusia.
Alam semesta diciptakan Allah Swt. dengan sebaik-baiknya dan manusia diberikan kepercayaan untuk mengelolanya dengan cara yang benar agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi. Hal ini karena manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt. yang mempunyai potensi dan kesiapan untuk mengelola dan melestarikan lingkungan.
Adab Muslim terhadap Binatang
Islam memang mengajarkan umatnya agar berbuat ihsan kepada semua makhluk. Sebagaimana Rasulullah Muhammad saw. bersabda, “Dalam setiap perbuatan baik terhadap makhluk yang bernyawa ada pahalanya”. Namun, jika ada binatang yang mengganggu dan membahayakan kehidupan manusia maka boleh disingkirkan, bahkan bila perlu dibunuh. Penjagaan dan kemaslahatan nyawa manusia lebih diutamakan dan didahulukan dari pada sikap kasih pada binatang.
“Ada lima hewan fasik yang boleh dibunuh di luar tanah haram maupun di dalamnya, yakni ular, gagak, tikus, anjing hitam, dan burung buas.” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadis di atas, para ulama berpendapat bolehnya membunuh binatang yang mengganggu, berbahaya, dan mengancam nyawa manusia, termasuk halnya kodok tebu. Namun, jika sekadar takut, maka tidak perlu sampai membunuhnya untuk menghilangkan gangguan-gangguan kecil.
Dalam Islam, lingkungan hidup dan hewan tidak semata-mata dipandang sebagai SDA yang seenaknya dapat dieksploitasi, namun sebagai amanah untuk dikelola atau dimanfaatkan berdasarkan hukum syarak. Sebab antara manusia dan lingkungan hidup memiliki keterikatan dan keterlibatan timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Jika manusia tidak mengelola alam dengan benar, maka sama saja dengan menghancurkan kehidupannya sendiri. Oleh karena itu, mengelola SDA dan hewan-hewan haruslah menggunakan aturan dari Allah Swt.
Wallahu a’lam bishawwab. []
Baru tau ada kodok tebu. Lagi-lagi ulah kapitalisme. Hanya demi keuntungan habibat makhluk hidup harus dihancurkan. Benarlah kiranya bahwa Islam mengajarkan manusia bukan hanya untuk menjaga diri, tetapi untuk kelestarian alam juga.
Barakallah de Mila
Ngeri sekali bahaya kodok tebu ini. Sistem kapitalisme terbukti memperparah dampak yang di timbulkan. Maka hanya Islam lah yang memiliki solusi terbaik dalam menangani masalah ini.
Bener Mba,, segala cara dilakukan hanya untuk meraih untung, tanpa memikirkan dampaknya.
Innalillah, ternyata beneran ada pasukan kodok itu. Tak terbayang bagaimana jadi warga Australia.
Barokallahu fiik, Mbak
Iya, konon, kulitnya juga mengandung racun, jadi jika ada hewan yang menjilati saja sudah keracunan
Ngeri deh, pasukan kodok sudah beraksi. Impor kodok awalnya berharap dapat sejuta manfaat dan keuntungan, eh akhirnya malah jadi petaka
Iya Mba,, Awalnya untuk membasmi hama, eh malah jadi hama pas jumlahnya sudah membludak
Berbicara tentang kodok, apa pun jenisnya, itu merupakan hewan yang haram untuk dikonsumsi oleh kaum muslim karena kodok itu dapat hidup di 2 alam (amfibi). Dan bukan tanpa sebab ketika Allah menciptakan suatu makhluk, termasuk kodok tebu. Hanya saja, ketika jumlahnya semakin banyak, justru hal itu membuat kewalahan orang-orang yang semula ingin mengusir hama, malah menjadi hama itu sendiri sang kodoknya. Sesuatu yang berlebihan memang tidak baik.
Iya Mba bener, ada hadis yg melarang membunuh kodok atau katak... karena hadis itu, banyak ulama yg mengharamkan hewan ini untuk dimakan atau dibunuh utk keperluan apapun.. Wallahu a'lam.
Terbayang pasukan kodok dengan topi tentaranya menyerbu Australia...
Hehe... koq, jadi lucu y Mba dengarnya
MasyaAllah ini sangat bagus, Allah menciotakan makhluk tidak ada yang tidak berguna, asal manusianya jangan zalim
Iya benar Mba.. semua tdk ada yg sia2..
Hem, jadi penasaran. Siapakah predator alami dari kodok tebu? Jika sejak berudu saja, kodok tebu sudah beracun bagi yang memangsanya.
Predatornya ular, kadal, yang hidup di habitat alaminya.. mereka sdah punya kemampuan menangkis racun... kalau hewan di daerah lain,, mreka blum tau cara makan kodok tebu agar aman selamatnya... kayakx bgt de.
Di habitat alamix, ada juga semut atau bakteri yg membuat mreka mati, atau jatuh sakit.. wallahu a'alam
Oh, begitu ya mbak. Makanya, ketika kodok tebu diimpor dari habitat alaminya sulit untuk diberantas dan dikendalikan