Andai saja pemerintah serius, tidak hanya mengecam Israel, negara juga akan memobilisasi pasukan militer untuk membantu Palestina.
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Buku Meraki Literasi)
NarasiPost.Com-Eskalasi genosida di Gaza masih membara. Jumlah korban akibat serangan agresor Israel semakin bertambah. Kebengisan Yahudi Zionis telah disaksikan oleh mata dunia, namun tak ada satu pun penguasa yang berani melakukan tindakan sepadan. Sebagian diam seribu bahasa. Sebagian lainnya hanya bisa mengecam dan berjanji memberi bantuan kemanusiaan. Tak sedikit juga yang menutup mata, bersikap buta, dan tuli ketika Israel melanggar perjanjian dan hukum internasional.
Dua menteri senior dalam kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yakni Itamar Ben Gvir selaku Menteri Keamanan Nasional dan Bezalel Smotrich selaku Menteri Keuangan, mengusulkan agar penduduk Gaza keluar dari wilayahnya. Menurut mereka, kondisi perang saat ini merupakan kesempatan Israel untuk berkonsentrasi mendorong migrasi para penduduk Gaza.
Rencana pengusiran warga Gaza sengaja dilakukan agar pembangunan permukiman Yahudi dapat berjalan dan Israel dapat mengendalikan wilayah Gaza secara permanen. Semua ini tertuang dalam rencana “empat penjuru” yang disampaikan oleh Yoav Gallant selaku Menteri Pertahanan Israel. Dalam rencana tersebut, pasukan IDF akan menyasar Jalur Gaza bagian utara dan selatan, dengan melakukan serangan udara dan darat, menghancurkan terowongan, serta melakukan penggerebekan. (bbc.com, 6/1/2024)
Sontak pernyataan provokatif menteri-menteri Israel tersebut mendapat kecaman dari masyarakat dunia. Salah satunya pemerintah Indonesia melalui pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri dalam akun X miliknya. Saat itu, Kemenlu menyoroti pernyataan dua menteri Israel yang berlawanan dengan hukum internasional dan tidak menghormati hak bangsa Palestina (news.detik.com, 6/1/2024). Lantas, bagaimana reaksi Amerika Serikat dan PBB terkait rencana “empat penjuru” yang dilakukan Israel?
Reaksi AS dan PBB
Tak ubahnya dengan pemerintah Indonesia, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller juga mengecam pernyataan Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir yang berencana mengusir warga Gaza. Dalam akun X miliknya, Jubir AS menegaskan bahwa Gaza adalah tanah Palestina, dan Hamas tidak boleh melakukan teror yang dapat mengancam Israel. Terlihat jelas, bagaimana sekutu Tel Aviv tersebut hanya bisa beretorika sembari memfitnah para pejuang Hamas. Pemerintah AS sama saja seperti sekutu-sekutu Israel yang lainnya, hanya sekadar mengecam sambil terus memberi bantuan finansial dan militer kepada agresor Israel.
Meskipun kecaman dan ancaman terbukti tidak dapat menghentikan kekejaman Israel, namun sekali lagi, Kepala HAM PBB, Volker Turk, hanya bisa mengecam pernyataan kedua menteri Israel tersebut tanpa memberi sanksi atau tindakan tegas lainnya. Melalui akun X-nya, ia menyatakan sangat terganggu dengan ungkapan kedua pejabat senior Israel tersebut.
Jelas sekali, pernyataan Volker Turk sangat ambigu. Sebab selama ini, justru keputusan PBB yang telah mengesahkan penjajahan Israel terhadap Palestina. PBB adalah organisasi buatan Barat yang telah menyetujui pendirian Negara Israel Raya yang membentang antara Sungai Nil di Mesir hingga Sungai Eufrat di Irak.
Sejak Resolusi 181 (II) 1947 yang dikeluarkan PBB, tanah Palestina terbagi menjadi dua, negara Yahudi dan Arab Palestina. Sejak saat itu, wilayah Palestina selalu dipenuhi konflik, perang, dan lumuran darah para syuhada. Pada hakikatnya, PBB adalah alat AS untuk terus melindungi Israel dan melanggengkan kolonialismenya. Berdasarkan laporan Jewish Virtual Library, tercatat sebanyak 44 kali AS menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel. Oleh sebab itu, menyerahkan persoalan Palestina kepada PBB, sama saja dengan menyerahkan nasib kaum muslim kepada musuh.
Setelah menyaksikan 23.000 orang yang terbunuh, 58.926 orang terluka, dan 7.000 orang yang hilang di Gaza, sejak 7 Oktober 2023 hingga 8 Januari 2024, AS selaku polisi dunia dan PBB sebagai dewan keamanan dunia, lagi-lagi hanya bisa mengecam tanpa ada aksi nyata. Dan kini, setelah mendengar ambisi Israel untuk mengusir warga Gaza, masyarakat internasional hanya bisa mengecam. Entah sudah berapa kali Israel tidak pernah menggubris kecaman PBB dan masyarakat dunia atas pelanggaran HAM yang telah dilakukan. Pencaplokan, penjajahan, dan pengusiran penduduk Palestina yang nyata-nyata dianggap sebagai kejahatan perang oleh dunia, tetap saja tidak dapat menghentikan ambisi Israel untuk melakukan pembersihan etnis terhadap muslim Palestina.
Bahkan masyarakat internasional paham betul, meskipun seluruh dunia bersatu mengecam Israel, entitas Yahudi Zionis tidak akan memedulikan mereka sama sekali. Oleh sebab itu, kita patut bertanya, sedemikian jelas bahwa kecaman tidak mampu menghentikan kebiadaban Yahudi Zionis, namun mengapa cara usang ini masih terus dilakukan?
Mengecam, Bukti Ketidakseriusan
Selain mengecam, ada pula usulan yang tak berarti dan mustahil untuk terwujud, yakni menuntut Dewan Keamanan PBB mengambil resolusi tegas untuk menghentikan agresi. Padahal, semua sudah paham bahwa resolusi ini ibarat mimpi di siang bolong. Para penguasa dunia, tak terkecuali penguasa negeri-negeri muslim pasti tahu bahwa resolusi ini tidak akan pernah lolos karena pasti akan diveto AS. Penguasa dunia bersikap pura-pura tidak tahu bahwa PBB berada di bawah kontrol penuh AS, yang merupakan sekutu abadi Israel. Karena itu, mengemis pada PBB dan hukum internasional menjadi bukti ketidakseriusan penguasa dalam membela Palestina.
Banyak solusi dan resolusi yang ditawarkan dunia untuk mengatasi penjajahan yang dialami Palestina, namun semua itu semu, bahkan palsu. Misalnya solusi dua negara (two state solution), yang jelas-jelas menunjukkan pengakuan dunia terhadap eksistensi negara penjajah. Selain itu, ada solusi perjanjian damai yang semakin mengisyaratkan pengakuan keberadaan Israel dan justru menjadi pangkal masalah Palestina. Faktanya, hingga kini, kekejaman Israel tidak bisa dihentikan dengan bahasa perjanjian, diplomasi, dan sanksi internasional.
Satu-satunya alasan mengapa para penguasa negeri-negeri muslim hanya bisa mengecam dan tidak mau memobilisasi pasukan militer, karena mereka semua adalah rezim boneka yang mengabdi pada kepentingan Barat, khususnya AS. Selain itu, mereka juga takut kehilangan kursi kekuasaan dan jabatan. Kecintaan dunia dan takut mati telah membuat para penguasa negeri-negeri muslim senantiasa tunduk pada kepentingan Barat dan sekutunya.
Kecaman yang terlontar, berikut bentuk empati berupa bantuan kemanusiaan sejatinya hanyalah upaya untuk menutupi isi hati mereka yang berpihak pada Israel. Pada hakikatnya, kecaman tanpa aksi merupakan sikap tidak ingin ikut campur penguasa dalam masalah Israel-Palestina. Kecaman tanpa aksi ini lahir dari ketakutan mereka terhadap AS dan sekutunya. Alhasil, ketakutan menjadikan para penguasa enggan melibatkan diri dalam pusaran konflik Timur Tengah, dengan alasan menghindari mudarat yang lebih besar yang akan menyeret mereka pada Perang Dunia III.
Semua ini dapat dilihat bagaimana pemerintah Indonesia yang diam-diam mengkhianati rakyatnya dengan menjalin interaksi dan kerja sama perdagangan dengan Israel. Ketika mayoritas rakyat memboikot produk Israel, saat yang sama, pemerintah justru menjalin hubungan dagang dengan Israel. Di mana sejak Januari hingga Oktober 2023, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat bahwa Indonesia telah mengimpor produk nonmigas dari Israel sebesar $16,79 juta.
Andai saja pemerintah sedikit serius, maka pasti negara ini akan memutuskan hubungan dagang dengan Israel. Andai saja pemerintah serius, tidak hanya mengecam Israel, negara juga akan memobilisasi pasukan militer untuk membantu Palestina. Karena mereka tahu bahwa kekejaman Israel hanya bisa ditundukkan dengan perang.
Kekejaman Yahudi
Kekejaman Yahudi dan permusuhannya terhadap kaum muslim bukanlah hal baru dalam sejarah peradaban Islam. Terkait hal ini, Allah Swt. telah mengingatkan umat Islam dalam surah Al-Maidah ayat 82, bahwa manusia yang paling keras memusuhi orang beriman adalah kaum Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan terbukti, sejak masa Rasulullah hingga kini, kaum Yahudi selalu menampakkan permusuhan dan kebenciannya terhadap umat Islam.
Saat di Madinah, Yahudi Bani Qainuqa pernah melecehkan seorang muslimah dan membunuh seorang pedagang muslim yang membela muslimah tersebut. Pun Yahudi Bani Nadhir yang pernah berusaha membunuh Nabi Muhammad. Saat ini, kebencian Yahudi Zionis juga tampak terhadap muslim Palestina. Tidak hanya itu, Israel dan sekutunya juga menancapkan ideologi kufurnya ke negeri-negeri muslim melalui perang pemikiran.
Akibat cengkeraman ideologi kapitalisme dan nasionalisme, umat Islam menjadi lemah dan tercerai-berai. Realitasnya, kesatuan politik dan kesatuan tujuan antara rakyat dan pemimpin tidak pernah tercapai dalam negara kapitalisme. Oleh sebab itu, kaum muslim tidak bisa berharap pada pemimpinnya dalam menuntaskan masalah ini. Sebab, masalah di dalam negerinya saja sudah tak mampu dituntaskan, apalagi masalah yang menimpa Palestina?
Mengapa Hanya Khilafah?
Sesungguhnya, yang dihadapi kaum muslim tidak hanya Yahudi Zionis, melainkan kekuatan politik global, yakni sekutu Israel beserta kolonialismenya di negeri-negeri muslim. Jelas untuk menghentikan ini tidak bisa sekadar kecaman dan usulan tanpa arti. Umat membutuhkan solusi konkret yang dapat mengusir Yahudi Zionis dari tanah Palestina.
Langkah konkret ini hanya bisa terwujud dalam Khilafah. Sebab Khilafah atau pemerintahan Islam bertumpu pada empat kaidah, yakni kedaulatan di tangan syarak, kekuasaan ada di tangan umat, mewajibkan adanya satu khalifah, dan penerapan hukum syarak. Melalui kaidah baku ini, seorang khalifah tidak dapat dikendalikan oleh Barat karena aturan syariat melarangan kaum muslim untuk menjadikan kafir harbi fi’lan sebagai pemimpin dan teman baik.
Di dalam Khilafah, keinginan rakyat dan pemimpinnya akan sejalan dengan perintah syariat. Dan berdasarkan syariat Islam, yang harus dilakukan untuk mengusir penjajah adalah melakukan jihad fii sabilillah. Karena jihad hukumnya fardu ain, maka kewajiban ini tidak hanya berlaku bagi muslim Palestina, tetapi meluas bagi seluruh kaum muslim di sekitar wilayah konflik. Sebagaimana Allah Swt. berfirman:
فَاِ نْ قٰتَلُوْكُمْ فَا قْتُلُوْهُمْ ۗ كَذٰلِكَ جَزَآءُ الْكٰفِرِيْنَ
“Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir.” (TQS. Al-Baqarah: 191)
Sungguh, kaum muslim hanya bisa berharap pada Allah Swt. dengan mewujudkan kembali perisai kaum muslim, yakni Khilafah ‘alaa minhaj an-nubuwah yang pernah melindungi kaum muslim sejak tahun 622 sampai 1924 (selama 13 abad). Dengan adanya Khilafah, maka kaum muslim dapat menunaikan perintah Allah Swt., membebaskan Baitulmaqdis dan menebarkan rahmat ke seluruh penjuru dunia.
Sesuai dengan misi Islam tersebut, Khilafah yang dipimpin oleh Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M) mampu membebaskan Palestina (Negeri Syam) dari kezaliman penguasa Romawi. Keadilan hukum-hukum Khilafah dimuat dalam buku “Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World” karya Karen Armstrong yang terbit pada 2001. Dalam buku tersebut tertulis bahwa selama Palestina berada di bawah naungan Islam, ketiga pemeluk agama, yakni Islam, Yahudi, dan Nasrani dapat hidup berdampingan, sejahtera, dan damai.
Kemudian, suasana kembali terusik pada Juli 1099, ketika pasukan Salib tiba di Yerusalem dan membantai 40.000 orang yang menganut agama Islam dan Yahudi. Dan kembali damai pada 1187, ketikan pasukan jihad Salahuddin Al-Ayyubi berhasil membebaskan Palestina dari cengkeraman penguasa Eropa.
Khatimah
Perlu kita ketahui, kecaman yang dilontarkan para penguasa sejatinya hanyalah basa-basi untuk meredam kritik dan protes rakyat yang mendukung Palestina. Dan upaya menyelamatkan Palestina tidak akan berhasil dengan sekadar kecaman dan aneka usulan tanpa arti. Hanya dengan tegaknya Khilafah yang mampu menumbangkan para penguasa zalim yang telah menjaga eksistensi Yahudi Zionis beserta sekutunya. Keberhasilan Khilafah dalam membebaskan Baitumaqdis sudah pernah dibuktikan oleh Umar bin Khattab dan Salahuddin Al-Ayyubi sebagai representasi kekuatan negara Islam.
Wallahu a’lam bishawwab. []
Percuma mengadu kepada PBB. Karena PBB tidak akan berpihak kepada umat Islam. Ia tak bertaring di bawah veto AS
Secara mereka ada sekutu abadi Israel
Setuju Mbak. Khilafah satu- satunya solusi yang bisa menyelesaikan konflik di Palesitna.dan mengusir oenjajah yahudi Israel. Kecaman tidak akan berefek apapun pada Israel. Barakallah Mbak.
Kecaman tanpa aksi akan sia-sia
We need khilafah
Dan merindukannya...
Betul memang, intinya gak ada keseriusan dari para pemimpin negeri muslim untuk menolong Palestine secara konkret. Jika hanya mengecam, ya siapa pun bisa.
Iyya Mba. Anak sy yg SD juga bisa
Sedih dan marah saat mengetahui negeri melakukan hubungan dagang dengan Israel 🙁
Iya Mba.. tegas sekali, saat rakyat lg gencar2 memboikot
Genosida di Gaza mengharuskan penyelesaian dengan khilafah. Andalan adidaya umat Islam yang berkekuatan super power. Berharap dengan sangat umat tercerahkan dan mencampakkan sekularisme dan nation state.
Benar Mba.. tugas kita untuk senantiasa menyampaikan wajibnya Khilafah