Kontroversi Kompos Jenazah

”Tak hanya dikhawatirkan akan menularkan penyakit, legalisasi pengomposan jasad manusia juga menuai penolakan.”

Oleh. Sartinah
(Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Legalisasi penggunaan jasad manusia untuk dijadikan kompos penyubur tanaman tengah gencar dilakukan Amerika Serikat. Washington menjadi negara bagian AS yang pertama melegalkannya pada 2019 silam, kemudian disusul oleh Colorado, Oregon, Vermont, dan California. Saat ini, New York menjadi wilayah hukum keenam AS yang mengizinkan penggunaan kompos jasad manusia setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Negara Bagian New York, Kathy Hochul.

Selain Amerika Serikat, pelegalan pengomposan jasad manusia juga telah dilakukan di seluruh Swedia. Sementara itu, Inggris Raya telah mengizinkan penguburan alami, di mana jasad dikubur dengan peti atau tanpa peti yang dapat terurai secara biologis. Lantas, apa sejatinya tujuan utama pengomposan jasad manusia tersebut? Adakah bahayanya bagi kesehatan? Bagaimana pula pandangan Islam terhadap jenazah?

Demi Keselamatan Lingkungan?

Berdasarkan UU yang sudah ditetapkan AS, pengomposan jasad manusia secara resmi akan dilakukan pada 2027 mendatang. Menurut Christina Garcia, salah satu anggota majelis pengusung UU tersebut, tujuan dari praktik pengomposan jasad manusia adalah untuk menangani perubahan iklim dan penyelamatan lingkungan hidup yang aman dan bersih (Detik.com, 25/09/2022). Bahkan, para pendukung praktik pengomposan jasad manusia mengatakan, hal ini bukan hanya pilihan yang ramah lingkungan, tetapi juga lebih praktis di kota-kota di mana lahan pekuburan makin terbatas.

Praktik pengomposannya sendiri dilakukan di sebuah fasilitas khusus, yakni dengan memasukkan jenazah manusia ke dalam bejana tertutup yang diberikan beberapa bahan pilihan. Seperti rumput jerami, tanaman alfafa, dan serpihan kayu. Di bawah pengaruh mikroba, jenazah akan terurai secara bertahap dalam jangka waktu sekitar satu bulan. Menurut Recompose (perusahaan yang mengkhususkan diri dalam pengomposan jenazah), tiap-tiap tubuh akan menghasilkan satu meter kubik kompos. Perusahaan tersebut pun menyebut, pengomposan jasad manusia dapat menghemat satu ton karbon dibandingkan dengan sistem kremasi ataupun penguburan tradisional. (Detik.com, 04/01/2023)

Lantas, benarkah pupuk kompos dari jenazah manusia aman bagi lingkungan? Menurut Pakar Kesehatan Lingkungan Universitas Airlangga, Prof Dr Ririh Yudhastuti, pengomposan jenazah manusia berisiko menularkan penyakit. Ririh mengumpamakan penguburan hewan yang terkena penyakit semisal antraks atau rabies, maka penguburannya pun harus dilakukan menggunakan gamping. Artinya, mikroorganisme atau parasit harus dimatikan terlebih dahulu sebelum dikubur. Lebih dari itu, jenazah yang terkena penyakit seperti Covid-19 maupun HIV/AIDS, berpotensi menularkan penyakit pada tanaman di atasnya.

Tak hanya dikhawatirkan akan menularkan penyakit, legalisasi pengomposan jasad manusia juga menuai penolakan. Di antaranya dari para uskup Katolik di Negara Bagian New York, yang menentang undang-undang pengomposan manusia. Mereka beralasan bahwa tubuh manusia tidak bisa diperlakukan seperti “limbah rumah tangga”. Selain penolakan terhadap UU tersebut, kekhawatiran akan biaya proses pengomposan yang terbilang mahal juga tak bisa dinafikan. Pasalnya, biaya untuk setiap pengomposan jenazah manusia adalah sebesar $7.000 atau sekitar Rp81 juta.

Ajang Bisnis

Praktik mengubah jenazah manusia menjadi kompos sejatinya bukanlah solusi yang lazim, apalagi jika alasan utamanya adalah demi menyelamatkan bumi dari efek pemanasan global. Sebab, pengomposan jenazah sendiri bukanlah solusi untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Jika negara-negara di dunia serius ingin menyelamatkan lingkungan, seharusnya langkah yang dilakukan adalah dengan mengetahui penyebab utama terjadinya kerusakan. Kemudian mencari solusi atas permasalahan tersebut, bukan dengan memanfaatkan jenazah manusia.

Jika saja mau menelisik lebih dalam, sejatinya kerusakan lingkungan justru disebabkan oleh keserakahan bisnis kapitalisme. Sistem kapitalisme yang memuja produksi tanpa batas (bukan berdasarkan kebutuhan), serta akumulasi kapital sebesar-besarnya justru menjadi sumber masalah bagi lingkungan dan manusia saat ini. Industri kapitalisme pula yang menyebabkan hutan beralih fungsi menjadi permukiman maupun perkebunan, dan menjadi lahan basah meraup keuntungan bagi para kapitalis.

Lihatlah berapa banyak SDA yang dieksploitasi secara serakah, serta hitunglah berapa pegunungan yang sudah beralih fungsi menjadi pertambangan. Mirisnya lagi, dalam proses eksploitasinya sering kali tidak ramah terhadap lingkungan. Maka, tak salah jika industri kapitalisme menjadi biang kerok terhadap perubahan iklim ekstrem yang kini mengancam kelangsungan bumi.https://narasipost.com/2022/08/03/perjalanan-terakhir/

Inilah sejatinya problem utama kerusakan lingkungan yang diciptakan oleh sistem kapitalisme. Kerusakan yang sangat parah ini tidak mungkin bisa diselesaikan hanya dengan memperbaikinya secara parsial, misalnya dengan memanfaatkan jasad manusia sebagai penyelamat lingkungan. Lagi pula, penggunaan jasad sebagai kompos sangatlah bertentangan dengan Islam.

Namun, inilah wajah asli sistem kapitalisme yang melakukan berbagai hal di bawah prinsip materialisme. Segala sesuatunya dihitung dengan standar manfaat tanpa peduli halal ataupun haram. Alih-alih menjaga lingkungan yang bersih dan sehat, jasad manusia justru dimanfaatkan demi memperoleh keuntungan. Hal ini bukannya menyelamatkan lingkungan, justru akan mendatangkan murka Allah Swt. karena mengabaikan hak-hak jenazah.

Jenazah dalam Pandangan Islam

Islam adalah agama yang sangat memuliakan manusia. Kemuliaan ini tidak hanya tercermin saat manusia masih hidup, tetapi saat meninggal pun akan tetap dihargai dan dimuliakan. Tak hanya diperlakukan dengan baik, jenazah manusia pun akan diberikan hak-haknya mulai dari memandikan, mengafani, menyalatkan, serta menguburkannya dengan baik berdasarkan tuntunan syariat Islam.

Bahkan, pengurusan jenazah termasuk dalam fardu kifayah. Artinya, jika ada satu hak mayat yang tidak ditunaikan, maka akan menjadi dosa bagi seluruh kaum muslim yang hidup. Selain itu, saat memandikannya pun, tubuh mayat harus diperlakukan dengan lembut. Baik saat membalik tubuhnya, menggosok anggota badan, menekan perutnya, maupun saat melemaskan persendiannya. Semua dilakukan dengan lembut tanpa menyakiti ataupun merusak tubuhnya. Sebagaimana tertuang dalam hadis riwayat Abu Dawud, “Mematahkan tulang seorang mayit, sama halnya dengan mematahkannya ketika dia masih hidup.”

Karena itu, Islam mewajibkan setiap orang membawa syariat dalam seluruh kehidupannya. Hal ini dilakukan agar manusia tidak berbuat sesuka hati atas nama kebebasan berekspresi. Juga agar manusia tidak melakukan segala sesuatu di luar tuntunan syariat, seperti mengubah jenazah menjadi kompos. Sikap seperti ini akan mudah terealisasi di bawah sistem pendidikan Islam yang melahirkan pola pikir dan pola sikap islami.

Sementara itu terkait dengan penjagaan terhadap lingkungan, Islam di bawah naungan Khilafah mewajibkan setiap orang untuk menjaga kelestarian lingkungan terutama hutan. Sebab, hutan merupakan paru-paru dunia yang wajib dijaga kelestariannya. Karena itu, hutan tidak boleh dirusak maupun digunduli dengan alasan apa pun, apalagi demi keserakahan pihak-pihak tertentu.

Dalam menjaga kelestarian hutan, Khilafah akan membuat regulasi yang ramah lingkungan dengan melibatkan para ahli ketika mengelola sumber daya alam. Pengelolaan lingkungan pun akan diurus secara langsung oleh Khilafah agar tidak dimanfaatkan secara ugal-ugalan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Jika ada yang melanggar kebijakan tersebut, negara tidak segan-segan untuk memberi sanksi tegas sesuai syariat Islam. Karena itu, negara akan memetakan mana lahan yang diperuntukkan bagi rakyat dan mana pula yang akan dijadikan hutan lindung. Dengan penataan seperti ini, manusia bisa berdampingan dengan alam tanpa khawatir akan terjadi kerusakan.

Khatimah

Penemuan kompos dari jenazah bukanlah didasarkan pada akidah Islam. Karena itu, sangat berbahaya apabila penemuan ini diadopsi oleh kaum muslim. Hal ini bukannya menyelamatkan bumi dari kerusakan, justru akan menambah kerusakan baru dan murka Allah Swt. Dengan demikian, tidak ada satu pun solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan manusia, kecuali kembali pada sistem Islam yakni Khilafah. Hanya di bawah naungan Islam, manusia akan dimuliakan dan dijaga dari berbagai kerusakan, baik ketika hidup maupun saat meninggal. Wallahu a’lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Jomlo Kena Pajak, kok Bisa?
Next
Notice untuk Para Jomlo, Siap-Siap Gajimu Dipotong Pajak!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram