"Gelombang resign para dokter menjadi pertanda buruk bagi sektor kesehatan Mesir. Dokter merupakan tulang punggung pencapaian hak atas kesehatan. Menurut hitungan rata-rata global, sebaiknya ada 22 dokter untuk 10.000 orang. Sedangkan di Mesir, hanya ada 9 dokter untuk 10.000 orang. Kondisi ini tentu tidak ideal bagi kesehatan masyarakat."
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ribuan dokter di Mesir mengundurkan diri sepanjang tahun 2022. Fenomena resign-nya para dokter ini terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini jelas menunjukkan adanya masalah serius di sektor kesehatan Mesir.
Ada apa dengan fenomena mundurnya para dokter di Negeri Piramida tersebut? Benarkah karena upah yang rendah? Lalu, bagaimana Islam membangun sistem kesehatan yang andal?
Mundurnya para Dokter
Egyptian Medical Syndicate melaporkan bahwa sebanyak 4.621 dokter mengundurkan diri sepanjang tahun 2022. Sementara itu, Kepala Komite Hubungan Luar Negeri di Parlemen Mesir, MP Sahar Al-Bazar, menjelaskan bahwa jumlah dokter yang mengundurkan diri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2016, sebanyak 1.044 dokter resign. Pada 2017, jumlah dokter yang mengundurkan diri mencapai 2.549. Angka ini meningkat menjadi 2.612 dokter pada tahun 2018. Kemudian, pada tahun 2021, jumlah dokter yang mengundurkan diri adalah sebanyak 4.127 orang. (republika.co.id, 9/1/2023)
Ada beberapa alasan yang menyebabkan para dokter tersebut mengundurkan diri. Di antaranya adalah:
- Upah yang rendah. Situasi ekonomi nasional yang sulit membuat dokter mendapatkan upah yang kecil. Ini kemudian memaksa dokter untuk bekerja di lebih dari satu rumah sakit atau mencari peluang di luar negeri.
- Kondisi kerja yang buruk. Hilangnya hak dokter di tengah hubungan kerja yang sulit.
- Fasilitas rumah sakit, obat-obatan dan persediaan medis yang kurang, termasuk juga kekurangan ICU, tempat tidur, inkubator, mesin dialisis, dsb. Kurangnya program pelatihan yang mempromosikan pembelajaran dan pengetahuan tentang perkembangan kedokteran.
- Tidak adanya undang-undang pertanggungjawaban medis yang melindungi dokter dalam kasus kelalaian medis.
- Serangan terhadap tenaga medis akibat kurangnya fasilitas rumah sakit. Jaminan keamanan secara profesional dokter kurang terpenuhi.
Alasan-alasan inilah yang membuat para dokter di Mesir kemudian mengajukan pengunduran diri dan pergi ke luar negeri. Mereka mencari penghidupan yang layak dan jaminan keamanan profesional. Sementara itu, negara-negara sekitar menawarkan semua tunjangan kepada dokter. Tercatat ada 100.000 dokter Mesir yang bekerja di luar negeri menurut data Egyptian Centre. (republika.co.id, 9/1/2023)
Gelombang resign para dokter menjadi pertanda buruk bagi sektor kesehatan Mesir. Dokter merupakan tulang punggung pencapaian hak atas kesehatan. Menurut hitungan rata-rata global, sebaiknya ada 22 dokter untuk 10.000 orang. Sedangkan di Mesir, hanya ada 9 dokter untuk 10.000 orang. Kondisi ini tentu tidak ideal bagi kesehatan masyarakat.https://narasipost.com/2021/05/19/sesakti-apakah-kutukan-pemimpin-negeri-negeri-islam-terhadap-israel/opini/
Untuk mengatasi gelombang resign di dunia kedokteran ini, pemerintah Mesir berencana meningkatkan pelatihan bagi dokter dan memperbaiki lingkungan kerja mereka. Pemerintah juga akan meningkatkan jumlah mahasiswa yang diterima di universitas dan kapasitas fakultas kedokteran.
Akar Masalah
Penyebab mundurnya para dokter tersebut berkaitan erat dengan hilangnya peran negara. Kehidupan ekonomi yang sulit, kurangnya fasilitas kesehatan, dan tidak adanya jaminan keselamatan merupakan tanggung jawab negara untuk menuntaskannya. Andai negara benar-benar hadir, maka kondisi yang tidak ideal tersebut akan bisa dihindarkan.
Hilangnya peran negara tersebut adalah bawaan dari sistem yang diterapkan. Mesir, sebagaimana negeri-negeri muslim lainnya, berada di bawah kekuasaan kapitalisme global. Sistem ini meniscayakan alpanya negara sebagai pengurus rakyat. Negara hanya bertindak sebagai regulator atau pembuat kebijakan yang menyokong para kapitalis.
Pandemi Covid-19 yang menghantam dunia juga turut membuat Mesir terpuruk. Ditambah lagi dengan perang Rusia-Ukraina yang masih berkecamuk hingga sekarang makin memperburuk keadaan.
Mesir pun diguncang krisis dan kenaikan harga pangan. Perang telah menyebabkan pasokan gandum Mesir terganggu. Padahal, Mesir merupakan negara pengimpor gandum terbesar di dunia. Negara dengan populasi terpadat di Kawasan Arab ini juga sangat bergantung pada impor makanan serta bahan pokok seperti minyak goreng dan kacang-kacangan. Perang mengakibatkan harga gandum melonjak. Kenaikan harga pangan itu turut mendongkrak inflasi mencapai 18% pada November 2022. (kumparan.com, 4/1/2023)
The Gift of Nile dalam Cengkeraman Kapitalisme
Mesir merupakan negeri yang terletak di Kawasan Afrika Utara. Negeri yang mayoritas penduduknya menetap di pinggir Sungai Nil ini merupakan salah satu peradaban tertua di dunia. Negeri ini pernah berada di bawah Kekaisaran Bzantium atau Imperium Romawi Timur sebelum akhirnya dibebaskan oleh sahabat Amr bin ‘Ash.
Mesir dahulu pernah memiliki rumah sakit terbaik di masa kejayaan Khilafah Islamiah, yakni Bimaristan Al-Manshuri di Kairo yang didirikan pada masa Dinasti Abbasiyah. Rumah sakit ini menunjukkan majunya dunia kesehatan/kedokteran di masa kekhilafahan Islam. Namun, kini justru banyak dokter di Mesir yang mengundurkan diri dan memilih pergi dari negerinya sendiri. Mereka mencari peruntungan di negara orang karena merasa bahwa di dalam negeri keadaannya tidak menjanjikan. Berbagai masalah yang menimpa sektor kesehatan di negeri yang berjuluk ‘The Gift of Nile’ itu adalah dampak diterapkannya sistem yang sekuler kapitalis.
Mau tak mau, suka atau tidak suka, Mesir harus menjalankan agenda yang ditetapkan oleh penguasa kapitalisme dunia. Mesir tidak bisa berdiri sendiri dalam menentukan kebijakannya. Bukan hanya di bidang ekonomi dan politik saja Mesir harus tunduk pada aturan kapitalis sekuler, tetapi juga di bidang kesehatan. Salah satunya melalui kesepakatan perdagangan jasa global atau GATS ( General Agreements Trade in Services ) WTO yang memasukan kesehatan sebagai sektor yang dikomersialisasi.
Dengan perjanjian yang disepakati pada tahun 1995 itu, kesehatan dipandang sebagai sektor jasa yang harus diliberalisasi. Peran negara harus diminimalkan dalam mengelola pelayanan kesehatan untuk rakyat. Sementara swasta menjadi dominan dengan kekuatan kapitalnya. Akibatnya, kesehatan menjadi ladang bisnis untuk mencari keuntungan. Fungsi negara dalam melayani rakyatnya tersendat karena adanya mindset kapitalisme yang berorientasi pada materi. Prinsip untung-rugi berlaku dalam setiap langkah yang dijalankan, meskipun dengan rakyat sendiri.
Sistem Kesehatan Islam
Sistem kesehatan Islam bertumpu pada pelayanan negara terhadap rakyatnya. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Sebagaimana urusan di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, masalah kesehatan juga menjadi tanggung jawab negara untuk menyelenggarakannya dengan baik. Negara menjadi pelayan bagi rakyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah: “Pemerintah adalah raa’in (pengurus) dan penanggung jawab urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Tidak seperti kapitalisme yang materialistis hingga menjadikan kesehatan sebagai bisnis, Islam memerintahkan negara untuk melayani setiap urusan kesehatan rakyatnya. Negara tidak boleh menjadikan kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar rakyat sebagai ladang bisnis meraup cuan. Sebaliknya, negara wajib melayani rakyat terkait kesehatan dengan segala upaya.
Kesehatan rakyat menjadi perhatian negara. Berbagai fasilitas kesehatan disediakan oleh negara secara mudah dan murah, bahkan gratis untuk siapa saja. Pendidikan kedokteran dan yang berhubungan dengan dunia kesehatan diselenggarakan oleh negara untuk mencetak dokter dan tenaga medis yang mumpuni. Negara akan memprioritaskan institusi pendidikan kesehatan, memperbanyak jumlahnya, dan mempermudah siapa saja yang ingin mengenyam pendidikan kesehatan, bahkan menggratiskannya.
Berbagai penelitian yang berkaitan dengan kedokteran dan kesehatan secara umum akan difasilitasi oleh negara. Negara juga akan menyediakan sarana dan prasana untuk riset seperti laboratorium, peralatan, tenaga, dsb. Semua yang dapat menunjang kemajuan dalam bidang kedokteran akan diselenggarakan oleh negara dengan semaksimal mungkin.
Negara juga akan memudahkan pengurusan izin praktik dan keprofesian di bidang kesehatan. Birokrasi yang berbelit akan dihilangkan sehingga pelayanan kesehatan akan bisa menjangkau masyarakat luas. Keberadaan tenaga medis sangat penting. Karena itu, negara akan memastikan setiap wilayah memiliki jumlah dokter yang memadai. Negara selalu memantau agar jangan sampai ada tempat yang kekurangan tenaga medis ataupun layanan kesehatan lainnya.
Jaminan perlindungan diberikan negara sehingga paranormal dokter dan tenaga kesehatan dapat menjalankan tugas mereka dengan tenang. Mereka juga akan mendapatkan upah yang layak sesuai dengan manfaat yang telah diberikan. Tersebab dokter dan tenaga kesehatan juga memiliki hak yang sama seperti rakyat lainnya. Mereka berhak atas pemenuhan kebutuhan pokok, bisa bekerja dengan tenang, dan mendapatkan penghargaan atas dedikasi mereka.
Selain itu, sistem kesehatan juga akan ditopang dengan sistem ekonomi dan keuangan yang kuat. Semua kegiatan di bidang kesehatan didanai dari Baitulmal. Hasil pengelolaan sumber daya alam yang luar biasa akan sangat mencukupi dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan negara. Pengadaan fasilitas kesehatan, alat kesehatan, tenaga kesehatan, riset, dan pengembangan sistem kesehatan akan tercakup semuanya dalam anggaran negara.
Sistem sanksi Islam juga akan berjalan. Setiap pelanggaran terhadap hak publik akan diputuskan dengan adil. Pihak berwenang akan menutup setiap celah penyimpangan dalam sistem kesehatan seperti kasus malapraktik, bisnis kesehatan yang tidak wajar, ataupun serangan terhadap tenaga kesehatan.
Kilau Kedokteran di Masa Khilafah
Di masa peradaban gemilang Islam, terdapat banyak rumah sakit yang sangat megah, nyaman, serta lengkap peralatannya. Tenaga kesehatannya pun sangat profesional dalam melayani pasien. Pelayanan kesehatan diberikan secara cuma-cuma, tetapi tetap dengan kualitas yang tidak main-main.
Sejarawan berkebangsaan Amerika, Will Durant, menyatakan bahwa di Rumah Sakit Al-Manshuri, Kairo (683 H/1284 M), pengobatan diberikan secara gratis bagi pria dan wanita, kaya dan miskin, budak dan merdeka. Pasien yang sudah diperbolehkan pulang juga diberikan uang agar tidak perlu segera bekerja sehingga bisa fokus dengan pemulihan. Rumah sakit tersebut memiliki kapasitas 8.000 tempat tidur yang dilengkapi dengan masjid dan kapel. Terdapat juga terapi musik untuk pasien dengan gangguan jiwa. Setiap harinya rumah sakit melayani sekitar 4.000 pasien.
Rumah sakit pada masa itu bukan hanya untuk mengobati dan merawat orang sakit saja, tetapi juga tempat untuk mengadakan penelitian. Selain itu, rumah sakit merupakan sekolah untuk mencetak dokter-dokter yang andal. Para dokter di rumah sakit juga berperan sebagai tenaga pengajarnya. Di rumah sakit juga terdapat perpustakaan dengan koleksi buku yang lengkap, termasuk buku-buku terkait kedokteran. Bila pasiennya saja diperhatikan begitu rupa, maka demikian pula dengan tenaga kesehatannya. Para dokter mendapatkan kecukupan atas setiap kebutuhannya. Mereka juga memperoleh gaji yang layak ditambah tunjangan yang makin meningkatkan mereka dalam melayani masyarakat. Mereka tidak khawatir dengan masalah ekonomi atau yang lainnya karena ada jaminan dari negara. Para dokter akan fokus pada tugas mengobati orang sakit dan melakukan inovasi untuk kesehatan yang lebih maju dan lebih baik.
Semua pelayanan yang diberikan oleh negara, para dokter, dan tenaga medis lainnya adalah dilandasi oleh ketakwaan pada Allah Swt. Mereka bekerja sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah dan menggapai rida-Nya. Materi memang dibutuhkan, tetapi tidak menjadikannya poros kehidupan sehingga mengabaikan aturan Sang Pencipta. Profesi dokter bisa menjadi sarana untuk bekerja demi kepentingan dunia sekaligus juga mengumpulkan amal akhirat sebanyak mungkin. Itulah yang terjadi jika sistem kesehatan memakai Islam sebagai landasannya. Setiap aktivitas yang dikerjakan akan selalu bersandar pada takwa kepada Allah ta'ala. Islam akan mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan yang hakiki. Semua hanya mungkin terjadi bila sistem Islam diterapkan secara kaffah oleh negara Khilafah. Karena itu, berjuang menegakkannya kembali menjadi keharusan jika ingin meraih segala kebaikan yang diridai-Nya. Wallahu a’lam bishshawwab[]