Kazakhstan di Persimpangan Jalan

"Kazakhstan memang negara strategis dengan kekayaan alam yang berlimpah. Di antaranya menjadi negara produsen uranium terbesar di dunia, yang merupakan bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir. Namun, kehidupan rakyat Kazakhstan jauh dari kesejahteraan. Sementara, penguasa dan orang-orang elite di sekitarnya bebas menikmati kekayaan negara."


Oleh. Ita Mumtaz

NarasiPost.Com-Negara Kazakhstan diguncang aksi demonstrasi rakyatnya. Mereka memprotes kebijakan pemerintah yang mencabut kontrol harga pada gas minyak cair (LPG). Padahal, banyak orang Kazakh yang telah mengubah mobilnya berbahan bakar LPG karena harganya yang murah. Demonstrasi bermula di wilayah Mangystau barat yang kaya minyak (CNN.com, 07/01/2022).

Harga LPG di sana naik hingga 120 tenge per liter atau Rp3.952,-. Masyarakat menuntut agar ada price cap jadi 50 tenge setara dengan Rp1.646,-. Tuntutan pun diterima oleh pemerintah.

Sebenarnya kasus kenaikan harga LPG hanya pemantik saja. Sebab, selama ini rakyat sudah muak dengan pemerintahan oligarki yang korup dan otoriter. Sehingga, menyebabkan kondisi kekacauan sosial. Kesenjangan sosial ekonomi pun semakin lebar. Sementara, rezim selalu membungkam setiap pendapat dan kritikan yang tak sejalan dengan kebijakan mereka. Bagai bom waktu, rakyat begitu memendam kekecewaan yang mendalam atas kezaliman yang dilakukan penguasa selama ini.

Kondisi di kota utama Kazakhstan, yakni Nur-Sultan dan Almaty pun semakin memanas. Massa berhasil menguasai gedung-gedung pemerintahan dan membakarnya. Penjarahan tak terelakkan lagi, terjadi di mana-mana. Presiden Kazakhstan, Kassym Jomart Tokayev menetapkan status darurat hingga tanggal 19 Januari atas situasi mencekam ini.

Pasukan keamanan menembak masa aksi demo atas perintah Tokayev. Jam malam juga diberlakukan, bahkan jaringan internet diputus. Hingga Ahad, 9/1/2022, jumlah korban tewas mencapai 164 orang dan 5.800 orang ditahan kepolisian (Cnnindonesia.com, 09/01/2022).

Kazakhstan di Bawah Ambisi dan Kerakusan Asing

Tragedi berdarah di Kazakhstan menjadi sorotan dunia, terutama Rusia dan Cina. Kazakhstan adalah negara bekas jajahan Uni Soviet yang saat ini berada dalam lingkaran kekuasaan Rusia. Maka Organisasi Pakta Keamanan Kolektif (CSTO) yang merupakan pasukan aliansi keamanan pimpinan Rusia segera dikirimkan. Terdiri dari 2.030 pasukan dan 250 alutsista.

Posisi Kazakhstan sangat penting bagi Rusia sebagai mitra ekonomi dan keamanan. Di Kazakhstan juga dibangun bandar antariksa milik Rusia. Maka, wajar jika negara yang pernah menjadi super power dunia itu harus turut berupaya menjaga stabilitas keamanan di Kazakhstan.

Cina yang berada di Timur Kazakhstan sangat mendukung langkah Rusia yang mengirimkan pasukan militer guna membantu pemulihan kondisi akibat kerusuhan. Tak kalah langkah, Cina juga bersiap menjadi yang terdepan untuk membantu pemulihan keamanan di Kazakhstan. Sebab bagi Cina, Kazakhstan bagai gesper dalam proyek "Belt and Road China". Posisi Kazakhstan begitu strategis untuk menghubungkan Cina dengan pasar besar di Asia Selatan. Juga menjadi jembatan menuju pasar Rusia dan Eropa yang sedang mengalami perkembangan pesat. Yakni jalur perdagangan darat lewat jalan kereta api dan pelabuhan laut Kaspia yang melewati Kazakhstan. Dukungan Cina sejatinya demi memastikan aset-aset ekonominya di Kazakhstan dalam kondisi aman terkendali.

Kazakhstan memang negara strategis dengan kekayaan alam yang berlimpah. Di antaranya menjadi negara produsen uranium terbesar di dunia, yang merupakan bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir. Maka akibat kerusuhan ini, terjadi lonjakan harga uranium di dunia yang mencapai 8%. Hal ini sangat mempengaruhi kestabilan harga uranium global. Selain itu, Kazakhstan adalah pengekspor minyak terbesar ke-9 dan produsen terbesar batu bara ke-10 di dunia.

Namun, kehidupan rakyat Kazakhstan jauh dari kesejahteraan. Separuh dari penduduk Kazakhstan tinggal di pedesaan dengan kondisi ekonomi di bawah standar. Sebanyak 1 juta dari 19 juta jumlah penduduk Kazakhstan berada di bawah garis kemiskinan.

Sementara penguasa dan orang-orang elite di sekitarnya bebas menikmati kekayaan negara. Harta negara hanya beredar pada kalangan mereka, yaitu segelintir penguasa yang bertahan hingga tiga dekade, yaitu Nazarbayev. Pada tahun 2019 Nazarbayev memang mengundurkan diri dan digantikan oleh Kassym Jomart Tokayev. Namun, sebenarnya Nazarbayevlah yang memainkan peran terbesar dalam pemerintahan selama ini. Rakyat sudah lama disuguhi kesewenang-wenangan di depan mata. Maka ketika ada pemicu dan kesempatan, sontak rakyat turun ke jalan menuntut perubahan.

Situasi di Kazakhstan mengundang perhatian dunia sekaligus mengingatkan kaum muslimin bahwa saat ini umat Islam berada dalam kondisi dilematis. Hanya ada 2 pilihan bagi muslim Kazakhstan. Larut dalam kegelapan dan kezaliman penguasa atau bangkit mencari cahaya kemenangan Islam.

Selama ini mereka terbuai dengan harapan semu dari upaya pergantian pemimpin. Namun, ternyata keinginan mulia itu tak bisa terwujud. Duduknya Tokavev di kursi kekuasaan ternyata tak mampu membawa perubahan apa pun. Rakyat yang melakukan amar makruf menyampaikan suaranya dilabeli dengan sebutan teroris. Negara asing dengan segala kerakusannnya begitu mudah melakukan intervensi bak pahlawan penolong. Atas nama penegakan hak asasi manusia, Amerika Serikat pun masuk menunjukkan taringnya.

Kazakhstan berada di antara dua kekuatan besar adidaya dunia, pengusung ideologi Kapitalisme dan Sosialisme-Komunisme. Keduanya begitu ambisi menguasai kekayaan alam Kazakhstan dengan memasang penguasa boneka. Rezim ruwaibidhah telah memegang kekuasaan di negara Virgin Land itu. Kepentingan rakyat tak lagi menjadi agenda utama. Penguasa boneka lebih mengutamakan kepentingan asing untuk memperkaya diri dan dinastinya.

Saatnya Bangkit Bersama Islam

Selama negara asing masih menancapkan kuku-kukunya di bumi Islam itu, maka Kazakhstan akan tetap berada dalam hegemoni mereka. Padahal, sejarah Kazakhstan tak bisa dilepaskan dari akidah dan kultur Islam. Sejak abad ke-8 Masehi, bangsa Kazakh telah mengenal Islam. Mereka hidup dalam suasana Islam hingga berabad-abad. Kemudian datanglah Uni Soviet mengobrak-abrik keindahannya. Namun kekuatan ideologi Islam yang dipegang teguh oleh muslim Kazakh tak mampu memusnahkan tauhid dalam dada-dada mereka. Semangat Islam tetap membara meski sempat berupaya dimusnahkan oleh ideologi komunisme.

Saatnya bangsa Kazakh kembali bangkit dengan ideologi Islam. Kekayaan alam berlimpah yang belum tersentuh asing harus segera disadari oleh pemilik sejatinya, yakni rakyat Kazakhstan. Hanya dengan ideologi Islam, kekayaan alam bisa dimanfaatkan rakyat dengan tata kelola berdasar syariat Islam yang adil dan penuh keberkahan.

Energi dan potensi muslim Kazakhstan harus dipersatukan dengan keimanan ideologis kaum muslimin di seluruh dunia agar mampu melawan tirani rezim. Tentu saja membutuhkan komando yang satu, yakni seorang Khalifah yang menjadi panglima terdepan melawan hegemoni Kapitalisme dan Sosialisme.

Wallahu a’lam bish-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ita Mumtaz Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Betapa Ruginya Menyia-nyiakan Waktu
Next
Kista dan Kehamilan Anggur
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram