Islam dalam Eksotisme Liwa

"Sebuah kota yang berada di Lampung Barat dengan memiliki berbagai sejarah Islam dan memiliki panorama alam yang sangat indah."

Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Liwa adalah nama ibu kota Kabupaten Lampung Barat, provinsi Lampung. Kota Liwa berada di pegunungan Bukit Barisan Selatan, meliputi seluruh wilayah Balik Bukit, yang juga dijuluki dengan nama kota hujannya provinsi Lampung. Terletak di pegunungan dengan luas sekitar 3.300 ha, kota ini menyajikan panorama yang indah serta kesejukan udara. Liwa menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta alam.

Kota Liwa berada tepat di tengah-tengah wilayah Lampung Barat. Posisi ini sangat strategis dalam melakukan pengawasan terhadap seluruh wilayah Lampung Barat. Selain itu, Liwa berada di persimpangan jalur darat dari berbagai arah, yaitu dari arah Sumatera Selatan, Bengkulu, dan dari Lampung sendiri. Liwa dengan bukit-bukitnya nan hijau, meliputi pekon-pekon (sebutan kelurahan dalam bahasa Lampung), serta gunung Pesagi, yaitu gunung tertinggi di Lampung (2.262 m) yang terlihat kebiruan dari kejauhan, menambah eksotisme kota ini.

Karena keindahan alam serta kesejukan udaranya, sejak dulu Liwa terkenal sebagai pemukiman yang aman dan menyenangkan. Karena alasan inilah, pada masa kolonial Belanda dulu, Liwa dijadikan sebagai tempat beristirahat dan bersantai oleh para menir Belanda.

Ini dibuktikan dengan adanya beberapa kontruksi bangunan peninggalan Belanda yang masih bisa ditemukan utuh di Liwa sebelum terjadinya gempa tektonik dengan kekuatan 6.5 skala Richter mengguncang wilayah ini pada pertengahan Februari 1994. Kini sisa peninggalan tersebut yang masih bisa kita lihat adalah tangsi ( kini beralih menjadi Kantor Polsek Balik Bukit), dan juga Pesanggrahan ( kini digunakan sebagai Hotel Sindapalai)

Asal-usul Nama Kota Liwa dan Hubungannya dengan Sejarah Islam di Lampung

Kata Liwa berasal dari bahasa Arab, yaitu kata Al-Liwa yang berarti bendera negara. Dituturkan dalam sejarah secara turun temurun, paska Paksi Pak mengalahkan penguasa Skala Brak kuno, para maulana yang berasal dari empat kepaksian (kerajaan adat) yaitu Kepaksian Belunguh, Pernong, Bejalan Diway, dan Nyerupa, mereka menancapkan bendera kemenangan di puncak Gunung Pesagi. Bendera kemenangan inilah yang bernama Al-Liwa, bendera berwarna putih dengan tulisan kalimat tauhid Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah berwarna hitam.

Islam adalah agama mayoritas yang dianut oleh penduduk Lampung, provinsi paling selatan dari pulau Sumatra. Sekitar 83,64% dari jumlah total penduduknya, memeluk agama Islam. Bagi Suku Lampung sendiri, Islam dan adat istiadat Lampung adalah sebuah kesatuan yang tak bisa dipisahkan.

Islam masuk ke Lampung melalui tiga arah, yaitu Barat (Lampung Barat) yaitu dari Pagaruyung, Minangkabau, dari arah Utara (Palembang) terjadi pada masa Adipati Arya Damar dari arah Komering, serta dari selatan (Banten) oleh Fatahillah atau yang lebih masyhur dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, melalui Labuhan Maringgai di Keratuan Pugung.

Dari arah Barat, Islam dibawa oleh empat putra Raja Pagaruyung Maulana Umpu Ngegalang Paksi, yaitu Umpu Bejalan, Umpu Belunguh, Umpu Nyerupa, dan Umpu Pernong. Dengan kedatangan keempat umpu ini, berakhirlah eksistensi Kerajaan Sekala Brak Kuno atau Buay Tumi sebagai kerajaan penganut Hindu.

Fase ini merupakan fase terpenting bagi keberadaan suku Lampung, serta sebagai tonggak berdirinya Kepaksian Sekala Brak atau Paksi Pak Sekala Brak yang bercorakkan Islam.

Kemudian keempat impu ini (sebutan Pangeran dalam bahasa Pagaruyung) mendirikan persekutuan yang disebut Paksi Pak, yang bermakna empat sepakat atau empat serangkai, yang setelah cukup kuat mampu mengalahkan bangsa Tumi di Skala Brak kuno dengan ratunya bernama Sekerumong. Ini menjadi titik awal berkembangnya Islam di Skala Brak. Pada momentum inilah terjadinya penancapan Al-Liwa sebagai simbol era baru Islam di Sekala Brak.

Sedangkan sejarah masuknya Islam dari arah Utara (Palembang) melalui Komering, pada masa kepemimpinan oleh Adipati Arya Damar. Minak Kemala Bumi alias Minak Patih Prajurit adalah orang yang diperkirakan membawa Islam dari arah Palembang ini. Ia dimakamkan di Pagardewa, Kabupaten Tulang Bawang Barat, yang berdekatan dengan makam seorang penyebar Islam lainnya yaitu Tubagus Haji Muhammad Saleh dari Banten.

Islam di Lampung, tidak hanya masuk lewat jalur budaya, tetapi juga melalui jalur perdagangan. Salah satunya yaitu rombongan dari Tiongkok yang dipimpin Laksamana Cheng Ho, yang berniaga dari Palembang menyusuri Way Tulang Bawang (Sungai Tulang Bawang).

Diketahui, Islam masuk ke Indonesia awalnya pada abad VII Masehi melalui Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur perdagangan populer saat itu. Sedangkan perdagangan kala itu telah menghubungkan antara Dinasti Tang di Tiongkok, Kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara, dan Kekhilafahan Bani Umayyah di Asia Barat.

Sebagai kerajaan superpower di Asia kala itu, Kerajaan Sriwijaya memiliki hubungan perdagangan yang akrab dengan para saudagar dari China, Arab, serta Madagaskar. Ini bisa dibuktikan dengan ditemukannya mata uang China dari periode Dinasti Tang (960-1279 M) hingga Dinasti Ming (14-17 M).

Sedangkan Ibn al-Fakih (902 M), Abu Zayd (916 M), dan Mas’udi (955 M) telah menyebutkan beberapa komoditas yang dibeli oleh pedagang asing atau dibarter dengan katun, sutra, ataupun porselen, yang menjadi primadona para saudagar asing di masa itu yaitu cengkeh, kapulaga, lada, pala, pinang, kayu gaharu, kapur barus, kayu cendana, emas, timah, gading, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah, serta penyu.

Di sisi lain, menjelang akhir perempat ketiga abad VII, sumber China menuturkan bahwa seorang saudagar Arab yang memimpin pemukiman di pesisir pantai Sumatera menikah dengan warga setempat, sehingga kemudian membawa perubahan kerajaan-kerajaan di Sumatra pada corak Islam.

Jika di Jawa, kerajaan-kerajaan terus menerus mempertahankan benda peninggalan budayanya, maka berbeda dengan kerajaan-kerajaan di Sumatra yang sama sekali tidak meninggalkan benda-benda budaya kerajaannya sebelum Islam datang. Benda-benda berupa patung-patung atau objek sesembahan tersebut semua disingkirkan atau dijual kepada pedagang asing, karena dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.

Dari arah selatan (Banten), diperkirakan Islam dibawa oleh Fatahillah alias Sunan Gunung Jati melewati Labuhan Maringgai, Keratuan Pugung. Di Labuhan Maringgai ini, Fatahillah konon menikahi Putri dari Ratu Pugung yaitu Putri Sinar Alam. Dari pernikahan itu, lahirlah seorang anak yang bernama Minak Kemala Ratu, yang kelak menjadi cikal bakal dari Keratuan Darah Putih nenek moyang Radin Inten, seorang da'i di daerah pesisir yang juga seorang pahlawan dari Lampung.

Sekita akhir abad 16 M, penyebaran Islam melalui kerajaan-kerajaan telah mengalami kemunduran. Lebih luas lagi, telah memberikan pengaruh pada perubahan hukum Islam, meskipun sampai sekarang masih menjadi bagian yang tetap hidup dalam bangsa Indonesia. Kemunduran ini ditandai dengan munculnya V.O.C (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang merupakan perwakilan kolonialisme bangsa-bangsa Eropa dengan motif perdagangan. Kelak, V.O.C inilah yang menjadikan pengadilan agama walaupun masih dipertahankan, tetapi berada di bawah pengadilan negeri.

Islam dan Budaya di Liwa

Islam dan adat Lampung merupakan satu kesatuan, laksana dua sisi mata uang. Budaya masyarakat Lampung semakin beragam setelah masuknya Islam ke Lampung. Budaya Lampung juga memberikan pengaruh besar pada pengamalan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat.

Dari sinilah, kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Lampung tidak bisa dipisahkan dari Islam. Salah satu bentuk keunikan kebudayaan Lampung yang terakulturasikan dengan Islam adalah upacara pernikahan, dengan setiap tahapan prosesinya yang disesuaikan dengan napas Islam.

Destinasi Alam

Masjid Islamic Center Baitul Mukhlisin atau lebih sering disebut Masjid Bintang Emas, merupakan satu kawasan religi di Lampung Barat, tepatnya di pusat kota Liwa. Masjid ini berdiri megah dengan arsitektur Timur Tengah berpadu dengan budaya Lampung. Bentuk bintang di atas kubahnya terdapat lapisan emas. Itulah sebabnya, masyarakat Lampung Barat lebih sering menyebutnya Masjid Bintang Emas.

Dibangun dengan material endesit dan marmer, menjadikan masjid nan indah ini terasa begitu nyaman dan sejuk. Masjid ini juga dibangun dengan konsep bangunan anti gempa. Budaya Lampung terlihat sangat lekat dalam ornamen masjid ini, di antaranya adalah bentuk atapnya yang mengadopsi rumah adat Lampung yang diselaraskan dengan bentuk puncak Gunung Pesagi, sebagai gunung tertinggi di Lampung yang terdapat di Lampung Barat. Begitu pun dengan listplank atap serupa dengan ukiran rumah adat Lampung, serta elemen-elemen lain yang mengadopsi ornamen kain Tapis, khas Lampung

Terlihat sembilan tugu yang merupakan simbol wali songo sebagai penyebar Islam di Indonesia, tatkala pertama memasuki kawasan masjid. Sedangkan ruang dalam masjid berukuran 33 x 33 meter sebagai perlambang jumlah zikir.

Tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata, Masjid Islamic Center Baitul Mukhlisin juga memiliki fungsi sosial kemasyarakatan, seperti ruang sekretariat, ruang pertemuan, perpustakaan, serta arena pelatihan manasik haji di bagian halaman masjid. Masjid ini pun dibangun dengan cita-cita yang tinggi masyarakat Lampung Barat untuk mempunyai pusat kegiatan keagamaan, khususnya agama Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Lampung.

Wallahu a'lam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aya Ummu Najwa Salah satu Penulis Tim Inti NP
Previous
Naik Taksi Laut ke Pulau Oksigen
Next
Dunia Terbukti Gagal Tangani Covid-19
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram