"Sambil memahami situasi dan beradaptasi dengan suasana baru, saya baru menyadari beberapa saat kemudian bahwa Night Tour Library kali ini bukan acara yang diselenggarakan untuk umum. Hampir semua tamu yang diundang dan datang adalah para donatur tetap dan tamu kehormatan dari SAC Library."
Oleh. Vidya Spaey Putri Ayuningtyas
(Arsitek dan Rural-Urban Planner)
NarasiPost.Com-Ini merupakan pengalaman pertama dan tak terlupakan bagi saya. Saya mengikuti sebuah tur perpustakaan yang diselenggarakan oleh Sacramento Central Library yang terletak di Sacramento, California, USA. Dan yang lebih menantang lagi, tur ini diselenggarakan pada malam hari.
Membaca merupakan satu dari beberapa hobi saya sejak kecil. Dan library atau perpustakaan adalah tempat yang paling saya sukai sejak kecil, bahkan lebih daripada taman hiburan atau taman bermain. Setiap kali berkunjung atau tinggal di sebuah negara, saya selalu meluangkan waktu untuk mampir atau menjadi anggota perpustakaan, seperti National Library di Singapura, Perpusatakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas Engineering KU LEUVEN di Belgia, Sacramento Central Library di California, Perpustakaan TU Delft di Belanda yang sangat unik, dan masih banyak lagi.
Toko buku legendaris di beberapa negara pun menjadi tempat yang masuk dalam daftar kunjungan. Membaca, buku, dan perpustakaan adalah hal yang melekat erat dengan hidup saya sejak kecil. Dari dulu hingga sekarang, ketertarikan terhadap buku dan membaca belum juga pudar dan justru semakin kuat.
Pada tahun 2017, saya mendapatkan banyak sekali kemudahan dari Allah Swt. Kemudahan yang pertama adalah saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti leadership program atau program kepemimpinan yang diselenggarakan dan didanai oleh pemerintah Amerika Serikat. Professional Fellowship YSEALI Fall 2017 in Economic Empowerment adalah nama dari program yang saya ikuti. Saya merupakan satu dari enam pemuda yang terpilih dari ribuan anak Indonesia yang mendaftar pada kesempatan ini.
Kemudahan yang kedua, selain mengikuti program kepemimpinan di Washington DC yang berada di East Coast, saya mendapatkan kesempatan magang di Governor’s Office Planning and Research (OPR) atau Kantor Perencanaan dan Penelitian Pemerintah yang berlokasi di Sacramento, California, USA. Rangkaian program kepemimpinan dan pemagangan yang didanai dan didukung oleh Pemerintah Amerika Serikat ini mengizinkan saya melihat beberapa tempat di East Coast dan West Coast dari USA.
Kemudahan ketiga adalah saya mendapatkan kesempatan tinggal di rumah seorang direktur dari Sacramento Central Library atau disingkat SAC Library. Ibu Rivkah Sass adalah nama dari direktur SAC Library sekaligus menjadi my host mom atau ibu asuh bagi saya. Ibu Rivkah Sass tinggal di lantai 2 dan 3 sedangkan saya diizinkan tinggal di ground floor atau lantai dasar dari rumahnya.
Rumah mewah yang terbuat dari kayu dan dipenuhi oleh penghargaan, karya seni, foto kehangatan keluarga, peralatan canggih, dan rak buku yang berada di banyak sisi dari rumah. Sepertinya setiap ruangan dirancang memiliki rak buku dan dilengkapi dengan koleksi buku yang sangat banyak dan beragam. Selain tinggal bersama tokoh penting yang mendedikasikan hidupnya sejak muda pada dunia perpustakaan, membaca, dan buku, saya juga tinggal di sebuah rumah yang dipenuhi oleh buku selayaknya sebuah perpustakaan mini. Saya hanya bisa mensyukuri atas segala kemudahan yang datang bertubi-tubi dan tidak disangka-sangka.
Pada suatu sore, Ibu Rivkah Sass mengajak saya untuk mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh SAC Library melalui Facebook. Masyarakat Amerika lebih banyak menggunakan Twitter dan Facebook sebagai media komunikasi. Saya langsung menyanggupi ajakan beliau. Setelah selesai magang di kantor OPR, saya langsung berjalan menuju ke SAC Library yang letaknya tidak dekat namun tidak begitu jauh. Saya datang tanpa undangan resmi, namun mengingat ajakan diberikan langsung oleh Bu Rivkah sebagai direktur utama, saya diperlakukan dengan sangat baik.
Sambil memahami situasi dan beradaptasi dengan suasana baru, saya baru menyadari beberapa saat kemudian bahwa Night Tour Library kali ini bukan acara yang diselenggarakan untuk umum. Hampir semua tamu yang diundang dan datang adalah para donatur tetap dan tamu kehormatan dari SAC Library. Melihat paparan yang dilengkapi dengan slide presentasi di layar yang disampaikan oleh Ibu Rivkah Sass, saya menjadi kagum bahwa yang dilakukan oleh perpustakaan di bawah kepemimpinannya bisa lebih dari sekadar sebuah ruang untuk menyimpan dan membaca buku.
Ibu Rivkah Sass menyampaikan beberapa program yang telah, sedang, dan akan dikerjakan oleh SAC Library. Dua dari banyak program yang membuat saya terkesima dan terharu adalah menjadikan library sebagai public space bagi homeless atau gelandangan yang hendak membaca atau belajar dan membutuhkan fasilitas toilet yang selalu terbuka 24 jam selama 7 hari. Dan yang kedua adalah rencana Ibu Rivkah mengirim buku langsung dan membangun perpustakaan bagi anak-anak korban perang yang tinggal di shelter pengungsian di Afghanistan.
Setelah paparan selesai, para tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan dan minuman agar menambah energi sebelum berkeliling perpustakaan yang sangat besar yang tentunya akan menguras banyak energi di malam hari. Saya mengambil Ice Americano Coffee dan beberapa snacks untuk membuat saya tetap terjaga setelah seharian bekerja. Kemudian kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Saya masuk ke dalam kelompok yang dipandu langsung oleh Bu Rivkah Sass, sedangkan beberapa kelompok lain dipandu oleh rekan kerja Ibu Rivkah.
Setiap kelompok memiliki rute yang berbeda. Saya bersyukur alur kelompok saya dimulai dari arah pintu masuk. Tur malam di SAC Library dimulai dari luar bangunan untuk menjelaskan sejarah bangunan yang digunakan oleh Sacramento Central Library. Kemudian kami masuk ke lobi perpustakaan dan mendengarkan penjelasan tentang akses 24 jam dalam 7 hari untuk gelandangan, bagaimana cara mendaftar menjadi anggota, mendapat informasi seputar library dan kegiatan rutin lainnya, serta mengembalikan buku melalui mesin.
Pemberhentian berikutnya adalah ruang koleksi buku dan baca yang utama, di mana kami mendapat penjelasan bahwa standar penyusunan buku yang dipakai SAC Library adalah American style. Seperti kita ketahui, dunia memiliki beberapa standar pengaturan buku di dalam sebuah perpustakaan. Dengan mengikuti standar atau pola tertentu, maka dapat memudahkan pengguna perpustakaan untuk menemukan buku, petugas, atau mesin untuk menata kembali, dan penambahan koleksi baru. Ibu Rivkah Sass pun menjelaskan kelemahan dan kelebihan dari beberapa aturan dan ketentuan penyusunan koleksi buku di perpustakaan serta perpustakaan yang menurut beliau terbaik untuk dijadikan sebagai referensi gaya Amerika ini.
Kami terus berjalan menuju ke perpustakaan anak. Hal yang membuat saya kembali takjub pada bagian ini adalah desain interior dari perpustakaan yang menyerupai ruang bermain. Terdapat patung rangka dinosaurus yang terbuat dari kayu, tempat duduk pun menggunakan warna-warna dasar yang disukai anak-anak, rak yang tidak terlalu tinggi untuk memudahkan anak-anak mengakses buku, serta bentuk buku yang beragam. Ibu Rivkah mengatakan bahwa yang terpenting bagi seorang anak adalah memiliki kemauan untuk berburu kata, mengingat, dan menggunakan kata tersebut dalam kehidupan.
Membuat anak mencintai membaca tidak melulu dengan buku, namun bisa juga dengan game. Proses belajar dan membaca dapat dirancang menjadi kegiatan yang menyenangkan seperti bermain. Saya melihat banyak sekali gameboards yang membantu anak-anak menemukan banyak kosakata baru, mengingat, dan menggunakan. Beliau menjelaskan bahwa anak-anak harus memiliki jumlah vocabulary atau kosakata yang banyak agar bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang tua, teman, sahabat, guru, bahkan orang asing. Seorang anak yang mengetahui banyak kata, dan mampu memahami dan menggunakan kata, hal tersebut akan berguna bagi kecerdasan, pemahaman, proses berpikir, serta belajar dan mengajar ke depannya. Beliau juga menambahkan, untuk mampu menjadi seorang penulis dan orator atau ahli pidato, maka dibutuhkan vocabulary yang lebih banyak lagi.
Pada akhir dari perpustakaan anak, saya bertemu dengan petugas yang mengenakan pakaian maskot dari SAC Library. Setelah itu, kami berjalan menuju ke bagian dalam dari SAC library yang biasanya hanya diperbolehkan untuk petugas saja, sama sekalib tidak pernah dibuka untuk umum. Saya melihat sebuah alat yang berbentuk sabuk panjang yang berjalan seperti baggage carousel/travellator di bandara atau sushie conveyor di beberapa restoran Jepang, namun digunakan untuk buku atau sebut saja book conveyor. Alat ini sangat canggih dan cerdas karena mampu memilah buku berdasarkan judul dan memindahkan buku sesuai tempatnya.
Ibu Rivkah menjelaskan dengan penuh kebanggaan dan kebahagiaan karena alat ini sangat membantu kerja petugas. Sirkulasi buku harian yang begitu aktif menjadikan alat ini sangat bermanfaat. Alat ini memilah dan memindahkan buku lebih cepat daripada manusia. Saya diminta untuk mencoba meletakkan beberapa buku koleksi SAC Library di atas konveyor secara langsung, kemudian buku itu langsung dipilah dan dipindahkan oleh mesin dengan cepat ke tempatnya berdasarkan judul dan kategori.
Saya mendapati bagian dalam dari SAC library jauh lebih besar daripada bagian yang terbuka untuk umum. Terdapat ruang kurasi yang cukup besar untuk antrian buku-buku baru yang terus berdatangan dan ruang kerja bagi kurator. Terdapat ruangan stationer untuk kebutuhan pegawai dan perpustakaan, baik kegiatan internal maupun eksternal. Dan lebih dari itu, ruangan stationer dari SAC Library juga menyimpan merchandise dari gelas, sticker, dan sebagainya yang berisi motivasi membaca dan mengampanyekan cinta buku dan perpustakaan.
Kami berpindah ke lantai berikutnya melalui lift, kami masuk ke ruang kerja pegawai perpustakan. Ibu Rivkah Sass pun menjelaskan semua divisi yang ada di SAC Library satu persatu. Dan pada Night Tour SAC Library ini, semua pegawai sengaja pulang terlambat untuk memberikan gambaran dan penjelasan tentang kondisi sehari-hari. Saya hanya merasakan senyum, semangat, dan pelayanan yang profesional serta ramah dari seluruh karyawan dari SAC Library ini.
Kemudian, kami berpindah lagi menuju ke ruang istirahat bagi karyawan yang dilengkapi dengan outdoor mezzanine, pantry dengan aneka minuman dan snack bar, kursi santai, ruang istirahat, dan beberapa permainan. Ruangan-ruangan rapat besar dan kecil yang dirancang lebih formal. Kemudian kami terus naik ke lantai berikutnya melalui lift dan sampai pada ruang penelitian. Di ruang penelitian ini, saya mendapati bahwa perpustakaan juga melakukan beberapa penelitian seputar buku, membaca, dan perpustakaan. Salah satu di antaranya adalah meneliti dan membuat gameboards agar anak-anak gemar membaca, mencintai buku, dan perpustakaan. Terdapat banyak ragam gameboards yang sudah diteliti dan dirancang oleh tim ahli di SAC Library. Dan sampai pada akhir tur, kami semua mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal.
Perjalanan saya belum selesai sampai di situ. Saya memiliki kesempatan untuk melihat ruangan board directors atau ruangan jajaran petinggi perpustakaan yang tidak ditampilkan saat Night Tour SAC Library tadi. Saya memasuki ruang board director karena menemani Bu Rivkah yang hendak mengambil tas dan kunci mobil untuk pulang bersama karena saya tinggal di rumah beliau. Setelah itu, kami menuju ke parkir mobil yang berada di basement dari SAC Library.
Suasana malam hari di Sacramento, California, sungguh berbeda dengan pagi hari. Pada malam hari terlihat banyak gelandangan mulai mencari tempat untuk tidur. Hal ini yang membuat Ibu Rivkah berpikir dan membuat sebuah kebijakan, yakni daripada membiarkan gelandangan buang air kecil dan besar di tempat umum di sekitar SAC library, lebih baik menyediakan fasilitas toilet dan ruang belajar bagi mereka. Beliau pun menjelaskan bahwa biaya operasional toilet, kebersihan, keamanan, dan sebagainya tidak kecil. Namun, ini semata-mata untuk misi sosial. Beliau mengatakan bahwa perpustakaan mendapatkan banyak dukungan ketika USA di bawah kepemimpinan Barack Obama, namun sedikit penurunan dukungan di Era Presiden Donald Trump.
Dan perjalanan saya yang berkaitan dengan Sacramento Central Library tidak terhenti di malam itu saja. Di hari berikutnya, yaitu hari Sabtu, saya ikut membantu tim peneliti gameboards untuk memproduksi mainan berupa puppets atau wayang bagi anak-anak korban perang. Tim mengatakan bahwa dengan bermain wayang, anak-anak akan terlatih untuk berani tampil, menyusun cerita yang awalnya ada di dalam imajinasi mereka menjadi cerita yang disampaikan melalui kata-kata di depan audiens.
Dan pada hari Minggu, saya diajak ke San Francisco untuk mengunjungi toko buku legendaris di sana dan kembali ke Sacramento pada sore hari untuk ikut membantu kurasi serta mengemas buku-buku untuk anak-anak yang akan dibawa oleh Ibu Rivkah Sass sendiri ke camp pengungsian korban perang di Afghanistan. Saya pun diminta untuk bantu memilih pakaian dan mengajarkan cara menggunakan penutup kepala yang akan dikenakan oleh Ibu Rivkah Sass di kamp pengungsian di Afghanistan.
Lalu Ibu Rivkah Sass berangkat ke Afghanistan dan saya mengurus rumahnya selama hampir satu bulan penuh. Saya pun membaca satu persatu dari beberapa koleksi buku Ibu Rivkah Sass yang ada di rumah, baik buku-buku berfisik maupun digital, hingga aplikasi koleksi dari Sacramento Central Library di mana saya tercatat sebagai anggota selama tinggal di sana.
Peran Sentral Perpustakaan dalam Mencerdasakan Masyarakat Global
Melalui perjalanan ini, saya tersadarkan bahwa peran sebuah perpustakaan bukan hanya tempat menyimpan koleksi buku dan membaca, namun juga institusi yang memiliki peran mengedukasi semua orang tanpa terkecuali atau education for all. Library atau perpustakaan hadir sebagai ruang untuk membaca bagi warga setempat, baik anak-anak yang belum bisa membaca, remaja yang memiliki hobi membaca atau membutuhkan referensi untuk mengerjakan tugas, orang dewasa yang membutuhkan referensi untuk pekerjaan atau pendidikan tingkat lanjut, dan para gelandangan yang ingin menimba ilmu, belajar, atau menggunakan fasilitas.
Sacramento Central Library atau Perpustakaan Pusat Sacramento ini juga memiliki peran sebagai lembaga yang mendukung program nasional dan memiliki agenda internasional berupa misi kemanusiaan. Dari penggalangan bantuan, baik berupa finansial, buku, hingga dukungan lainnya disalurkan ke beberapa tempat yang kurang beruntung, seperti membangun tenda perpustakaan bagi anak-anak korban perang di kamp pengungsian di Afghanistan. Bukan hanya desain bagunan yang dirancang sesuai usia dan nyaman bagi pembaca saja, namun juga adanya penelitian serta kampanye yang terus dikerjakan untuk meningkatkan minat membaca dan belajar dari masyarakat di seluruh golongan usia dan lapisan ekonomi.
Budaya Membaca Cendekiawan Muslim dan Perpustakaan Terbesar Daulah Abbasiyah
“Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan bahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan keduanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sepertinya, banyak negeri dengan penduduk mayoritas muslim yang saat ini lupa akan sejarah besar Daulah Abbasiyah yang berhasil mencetak banyak cendekiawan muslim yang sangat berpengaruh pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Daulah Abbasiyah memiliki perpustakaan terbesar dengan koleksi terbanyak di dunia serta menyimpan banyak kitab-kitab penting karya para cendekiawan muslim. Bukan hanya keberadaan perpustakaan terbesar dan koleksi terbanyak saja yang tercatat dalam sejarah, namun juga peran para ibu yang menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Sejak kecil, anak-anak sudah dikondisikan untuk mencintai Al-Qur’an. Anak-anak sudah membaca dan menghafalkan Al-Qur’an sehingga di usia yang cukup dini, anak-anak sudah memiliki perbendaharaan kata yang cukup banyak. Dan lebih dari itu, salah satu cendekiawan muslim yang menuliskan kitab berjudul Muqaddimah yang besar pengaruhnya hingga hari ini, yakni Ibnu Khaldun, pernah menyampaikan bahwa selain membaca dan menghafal Al-Qur’an, anak-anak juga harus diajarkan mempelajari kosakata, Bahasa, dan berpikir sejak kecil sehingga mereka mampu mengomunikasikan apa yang ada dalam pikiran mereka dengan baik. Kosakata, bahasa, membaca, dan kitab atau buku yang mungkin kita rasa kecil dan sederhana dampaknya, ternyata memiliki pengaruh yang besar bagi kejayaan Daulah Islam pada waktu dulu dan negara-negara maju saat ini.[]
Masyaallah, tulisan yg keren.