Pesona Wakatobi yang Memikat Hati

"Inilah mengapa Wakatobi disebut sebagai Caribbien van Celebes (Karibia di Sulawesi), sebab memiliki keragaman coral seperti negara Karibia. Tak ayal jika pemerintah menetapkannya sebagai Taman Nasional Laut Wakatobi."

Oleh. Dian Afianti Ilyas
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Semasa kuliah, sering kali aku berangan-berangan bisa berlibur di suatu tempat yang indah untuk melepas kepenatan. Padatnya jadwal perkuliahan yang kujalani membuatku begitu menantikan kesempatan untuk menjauh sebentar dari segudang aktivitas.

Kala itu bulan Februari 2016, ujian akhir semester baru saja usai. Aku diajak oleh kakakku untuk berlibur ke kampung halaman ibuku, sebuah daerah yang dijuluki sebagai Carribean van Celebes. Adakah yang pernah mendengarnya? Ya, daerah yang kumaksud adalah Wakatobi.

Wakatobi merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Uniknya, nama Wakatobi berasal dari akronim suku kata terdepan nama empat pulau utama yang berada di kawasan itu, yakni Pulau Wangi-Wangi (WA), Pulau Kaledupa (KA), Pulau Tomia (TO), dan Pulau Binongko (BI).

Aku yang saat itu sedang kuliah di Makassar, langsung segera memesan tiket penerbangan menuju Kota Baubau, tempat di mana orang tuaku menetap. Hanya butuh waktu satu jam perjalanan untuk mendarat di kota tersebut. Setelah tiga hari melepas rindu bersama bapak dan ibu, aku lalu melanjutkan misi perjalanan liburanku ke Wakatobi.

Aku pun memutuskan untuk menempuh perjalanan via kapal laut. Selain ingin menikmati sensasi udara laut dan indahnya deburan ombak, harga tiket yang ramah di kantong mahasiswa sepertiku menjadi alasannya. Cukup menyiapkan uang Rp180.000, kapal feri cepat berkapasitas 970 penumpang siap membawaku menuju Wakatobi. Jadwal keberangkatan kapal pada jam sebelas malam. Setelah tujuh jam berlayar dari pelabuhan Baubau, akhirnya kapal bersandar di pelabuhan penyeberangan Wanci di Pulau Wangi-Wangi.

Setengah jam sebelum tiba, kakakku mengabari lewat telepon bahwa ia telah menunggu di pintu kedatangan. Ya, kakakku bersama keluarga kecilnya—suami dan anaknya—tinggal di pulau yang menjadi ibu kota Kabupaten Wakatobi ini. Tak menunggu lama, mobil sedan berwarna merah yang kami tumpangi segera meluncur menuju rumah kakakku.

Setelah mandi dan istirahat, sore harinya aku diajak mengunjungi pemukiman suku Bajo Mola. Aku begitu antusias ke sana, sebab rasa penasaranku yang ingin melihat langsung kehidupan suku tersebut. Suku yang dijuluki sebagai petualang laut ini menjadikan laut sebagai tempat utamanya beraktivitas, mulai dari mencari ikan hingga mendirikan tempat tinggal yang menggunakan pancang-pancang kayu sebagai penyangganya.

Suasana di perkampungan Mola sore itu sangat menarik perhatian. Terlihat anak-anak kecil berlarian saling mengejar satu sama lain. Dari balik jendela rumahnya, wajah para gadis remaja tampak dihiasi bedak dingin. Beberapa perahu kayu terlihat tertambat rapi di bahu kanal yang mengelilingi rumah-rumah warga. Kanal yang lebarnya sekitar dua meter tersebut digunakan sebagai penghubung rumah yang satu dengan yang lainnya menggunakan perahu.

Betapa beruntungnya kami, saat sedang menikmati senja di ufuk Barat, salah seorang nelayan suku Bajo Mola muncul dengan membawa ikan dan seafood lainnya di atas perahunya. Tak menunggu lama, kakakku mencoba menawar hasil tangkapan yang dibawa nelayan tersebut. Ikan kakap merah dan cumi-cumi segar pun berpindah ke dalam kantong untuk kami bawa pulang. Jadilah malamnya kami berpesta ikan dan cumi bakar.

Hari kedua, tujuan kami adalah pantai Cemara. Saat itu bertepatan dengan akhir pekan, sehingga pengunjung pantai pun lumayan banyak. Sebelum berangkat, kami membeli nasi kuning dan beberapa snack sebagai bekal. Setibanya di sana, kami mencari tempat yang dirasa nyaman. Jejeran pohon kelapa yang terbentang dari ujung ke ujung di pantai tersebut membuat pengunjung tak perlu repot-repot mencari tempat untuk berteduh. Air laut yang kehijau-hijauan sungguh membuat mata menjadi segar. Hamparan pasir putih menambah pesona pantai ini. Semilir angin merayu mata untuk terpejam. Sedang suara gemericik ombak begitu menambah kesyahduan yang kurasa kala itu. Masyaallah.

Pantai ini menjadi tujuan para wisatawan yang hendak menyelam. Keindahan dunia bawah laut Wakatobi memang tak perlu diragukan. Berdasarkan penelitian, laut Wakatobi menjadi habitat dari 750 spesies terumbu karang dari total 850 spesies yang ada di bumi. Tak hanya itu, Wakatobi juga memiliki spesies biota laut hingga mencapai 942 spesies.

Inilah mengapa Wakatobi disebut sebagai Caribbien van Celebes (Karibia di Sulawesi), sebab memiliki keragaman coral seperti negara Karibia. Tak ayal jika pemerintah menetapkannya sebagai Taman Nasional Laut Wakatobi. Wisatawan dari luar negeri pun banyak yang menjadikan Wakatobi sebagai tujuan untuk berlibur. Sebelum azan zuhur berkumandang, kami bergegas pulang. Sayangnya, aku tak sempat menikmati keindahan bawah lautnya, sebab tak pandai berenang.

Tempat wisata selanjutnya yang kami kunjungi di sore hari adalah Wasabinua Resto. Yang menarik dari tempat ini adalah letaknya yang berada di atas pulau yang tersusun dari batu karang yang kecil dan unik. Untuk menjangkaunya, dari daratan kami harus menyusuri jembatan kayu sepanjang 20 meter. Menu yang tersedia berupa seafood ala Asia yang sangat memanjakan lidah. Menjelang magrib, pemandangan sunset yang disuguhkan begitu memesona.

Semburat jingga yang menyelimuti langit kala itu membuatku berpikir sejenak. Bagaimana mungkin ada manusia yang berani mengatakan bahwa pencipta itu tidak ada? Jika demikian, lantas siapa yang mengatur pergantian siang dan malam? Dari terang menuju gelap dan begitu seterusnya. Sangat mustahil rasanya jika dikatakan keteraturan atas alam semesta terjadi begitu saja tanpa ada peran Allah Al-Mudabbir. Jika dalam skala kecil saja seperti ruangan membutuhkan seseorang untuk mengatur cahaya lampunya, apatah lagi untuk skala besar seperti bumi ini.

Andai saja umat manusia mau melihat tanda-tanda-Nya. Maka sekiranya banyak yang akan berbondong-bondong beriman. Dalam Al-Qur'an, banyak sekali ajakan kepada manusia untuk senantiasa mengamati dan memfokuskan perhatian terhadap benda-benda di sekelilingnya. Dengan mengamati benda-benda tersebut, akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti tentang adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur. Allah Swt. berfirman dalam surah Ali Imran [3]: 190, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal."

Setelah menunaikan kewajiban tiga rakaat di musala, kami pun beranjak pulang. Sepanjang perjalanan, pikiranku berkelebat mengingat momen-momen yang telah kulalui selama dua hari di Wakatobi. Begitu banyak limpahan nikmat yang Allah Swt. berikan. Nikmat hidup, nikmat memiliki kakak yang care kepada adiknya, serta nikmat diberi indra yang sempurna sehingga bisa menadaburi indahnya alam semesta. Semoga dengan nikmat-nikmat tersebut, mampu menjadikanku sebagai pribadi yang tak lupa untuk bersyukur.

Wallahua'lam bish showab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dian Afianti Ilyas Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Penghujung Kerlip Ramadan
Next
Bunda Bermata Panda
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram