Manusia yang self love-nya benar, ia tidak menjadikan dunia sebagai pijakan terakhir. Ia menyadari kehidupan setelah dunia, dan mempersiapkannya.
Oleh. Keni Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com dan Muslimah Influencer)
NarasiPost.Com-Siapa sih yang gak pernah dengar istilah self love? Adalah satu konsep yang menggambarkan wujud seseorang mencintai dirinya sendiri. Wujudnya bermacam-macam. Bahkan ide turunannya bercabang banyak, yaitu self healing, self talk, self esteem, self treatment, dan self-self yang lain.
Sayangnya, konsep ini kalau berdiri sendiri tanpa pakai agama (let say Islam), pasti akan berporos ke ideologi Barat. Apa masalahnya? Subjek akan jadi selfish alias egois. Kenapa? Karena batasan self love gak jelas.
Self Love dalam Islam
Sederhananya, self love ala Islam harus berakar pada akidah Islam. Yaitu, berhaluan pada syariat, dan menjadikan Allah sebagai tujuan. Manusia akan memilih aktivitas dengan pertimbangan rida Allah. Ia juga sadar bahwa kehidupan ini dibatasi oleh aturan agama dalam bertindak. Ia penuh kehati-hatian, karena suatu hari akan diminta pertanggungjawaban. Kamu mungkin pernah dengar kalimat, "Sebaik-baik self love adalah menjauhkan diri dari api neraka." Ya, semacam itu.
Tapi, bagaimana gambaran seorang pemimpin muslim jika hendak mengaplikasikan self love sesuai Islam? Di tahun politik ini, kuharap kita bersama bisa cerdas dalam menyeleksi calon pemimpin umat. Aku ingin memberi kisah epik tentang salah satu khalifah umat muslim terhebat.
Kamu pernah dengar Umar bin Abdul Aziz? Beliau adalah seorang khalifah (kepala negara) dari negara Islam atau biasa disebut Khilafah Bani Abassyiyah. Bisa dibilang kepemimpinannya sukses besar. Hanya memimpin dua tahun setengah, seluruh rakyatnya sudah menolak menerima zakat. Mereka merasa cukup dengan kehidupan makmur hasil pengelolaan Khalifah Umar.
Pengangkatan Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik adalah pemimpin yang berkuasa saat itu. Sebelum meninggal, beliau berwasiat agar sepupunya kelak menggantikan tampuk kekuasaan yang dipegangnya. Sepupu itu bernama Umar bin Abdul Aziz. Awalnya beliau menolak hal ini, karena ke-wara'-annya. Kemudian pemilihan dilakukan di tengah masyarakat. Ternyata, masyarakat memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah selanjutnya.
Merenung Sedih
Suatu hari, istri sang Khalifah mendapati suaminya bersedih. Ia bertanya pada sang kekasih hati, mengapa tampak gulana. Khalifah Umar menjawab tentang kegalauan hatinya. Beliau memikul amanah agung sebagai pemimpin. Tak habis pikiran beliau melayang pada rakyatnya yang fakir, miskin, sakit tak ada yang merawat, tertawan perbudakan, orang sepuh sendirian, orang tua banyak anaknya. Semua orang semacam ini menjadi buah pikir sang Khalifah. Beliau benar-benar takut menghadap Allah di akhirat kelak tanpa membawa jawaban yang pantas .
Dari kisah seorang Umar bin Abdul Aziz, kita belajar tentang sosok pemimpin yang benar-benar menghamba. Beliau meyakini keberadaan hari pertanggungjawaban, bahwa seorang pemimpin seluruh penjuru negeri kaum muslim pun akan bertemu Allah. Setiap manusia akan ditanya tentang setiap amanah yang tersemat di pundaknya.
Inilah gambaran self love sejati seorang muslim, lebih-lebih seorang pemimpin. Jika hari ini para pemimpin berlomba-lomba meraih kekuasaan dan memperkaya diri kemudian, sosok Umar sangat takut akan hal itu. Banyak sekali momen lain yang mengisahkan betapa takutnya beliau terhadap (kehidupan setelah) kematian. Manusia yang self love-nya benar, ia tidak menjadikan dunia sebagai pijakan terakhir. Ia menyadari kehidupan setelah dunia, dan mempersiapkannya.
Terbukti
Rasa takut kepada Allah beliau wujudkan dengan kesungguhannya menjadi salah satu pemimpin terbaik umat Islam. Rakyat sampai menolak menerima zakat. Dana di baitulmal masih melimpah, beliau utus para wali (pemimpin wilayah) untuk mencari pemuda yang hendak menikah. Negara memberi mereka modal menikah. Masih banyak harta baitulmal, digunakannya untuk membantu rakyat yang terlilit utang dengan melunasinya. Masih melimpah, harta tersebut digunakan untuk memberi pinjaman modal warga negara nonmuslim.
Tak hanya uang di baitulmal, gandum hasil pertanian pada saat itu juga surplus. Gandum telah dibagikan ke seluruh rakyat miskin, dan ke negeri-negeri sekitar termasuk negeri nonmuslim. Faktanya, gandum masih banyak sekali. Kemudian beliau memberi perintah luar biasa, “Tebarkan gandum di puncak-puncak bukit, agar tidak ada orang yang berkata: ada burung yang kelaparan di negeri kaum muslimin.”
Masyaallah inilah gambaran baldatun tayyibatun warabbun ghafur. Sebuah kepemimpinan Islam yang penuh dengan rahmatan lil alamin. Ketika pemimpin salih, takut pada Allah dan menerapkan syariat Islam dalam kepemimpinannya, Allah turunkan miliaran keberkahan. Bahkan alam pun (tumbuhan dan hewan) merasakan keindahan rahmat-Nya. Semoga kita bisa belajar banyak dari sikap self love luar biasa seorang khalifah kaum muslimin ini.
Wallahu a’lam bi ash-shawab. []
Manusia yang self love-nya benar, pasti tidak akan menjadikan dunia sebagai pijakan terakhir karena Ia menyadari fananya kehidupan dunia ini.
Dalam sistem sekuler-kapitalisme, sulit ditemukan seorang pemimpin yang self lovenya berlandaskan akidah Islam. Akibatnya banyak terjadi kedzaliman penguasa kepada rakyatnya..Kecinyaan pada diri sendiri, keluarga, harta telah membutakan mata & hati, hingga lupa bahwa kelak ada pengadilan hakiki.
Self love tanpa ideologi Islam bakalan bikin hancur lebih-lebih seorang pemimpin..rakyat bakalan ga diurusin yah seperti pemimpin di sistem kapitalisme seperti sekarang ini, pemimpin cinta diri sendiri sangat banyak
Masyaallah, karakter pemimpin yang sangat dirindu umat saat ini. Tanpa penerapan Islam, kaum muslim memang mengalami krisis kepemimpinan. Semoga Khilafah segera tegak agar lahir para pemimpin seperti Umar bin Abdul Azis.
Tulisan keren mbak Keni.
Bener, jika self love ini dibiarkan tidak diatur oleh agama, jadi bahaya.