“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah." (QS. Ash-Shaf: 14)
Oleh. Puspita Ningtiyas, S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dakwah adalah Ibadah. Jika dakwah adalah ibadah, maka tuntunan dakwah harus sesuai dengan aturan ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Allah telah menyebutkan di dalam Al-Qur'an tentang dakwah, yaitu di dalam surah An-Nahl ayat 125,
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.”
Dakwah tidak boleh dengan menyudutkan orang lain, tidak juga dengan menghakimi orang lain. Perkataan yang hikmah adalah perkataan yang menyentuh hati dan pikiran orang yang mendengarnya. Menggugah orang lain untuk berubah menjadi lebih baik, bukan justru membuat orang lain insecure dan menjauh dari Islam. Dakwah bisa dengan memberikan keteladanan, contoh yang baik, dari kisah nyata yang ada di sekitar, atau kisah para sahabat Nabi yang memberikan banyak inspirasi kebaikan untuk dicontoh dalam kehidupan modern saat ini. Kalaupun harus berdebat, hendaklah dengan cara yang baik. Dakwah adalah bukti cinta, maka pastikan rasa cinta itu tersampaikan kepada orang yang kita dakwahi.
Tentang dakwah, Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda,
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari)
Dakwah adalah menyampaikan ajaran Islam. Menyampaikan artinya memastikan ajaran Islam telah tersampaikan dengan baik kepada orang yang mendengarnya. Jika ternyata belum tersampaikan dengan cara yang baik, maka butuh evaluasi lisan kita agar ajaran Islam tersebut bisa tersampaikan dengan baik. Intinya, ada usaha untuk menyajikan ajaran Islam yang indah agar betul-betul tersampaikan dengan indah pula. Butuh latihan terus-menerus dan jam terbang yang terus ditambah agar kemampuan dakwah terus meningkat. Disinilah butuh pengkaderan dakwah agar terus ada regenerasi pengemban dakwah. Dalam hal ini keberadaan organisasi dakwah sangat dibutuhkan.
Dakwah punya tujuan untuk dicapai. Karena dakwah ini ibadah, tentu tujuannya telah ditetapkan oleh Allah Swt. Sang Pemilik tuntunan ibadah. Yang jelas, tujuan aktivitas dakwah bukan untuk kepentingan manusia, melainkan untuk kepentingan Allah dan Islam.
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar agar Dia mengunggulkannya atas semua agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (Ash-Shaf: 9)
Menyebarkan Islam adalah dalam rangka memenangkan Islam atas agama yang lain. Jika pengemban dakwah menyampaikan Islam untuk kepentingan yang lain, semisal untuk meraup popularitas, mendapatkan keuntungan materi, ataupun yang lainnya, tidak seperti tujuan dakwah itu diperintahkan, maka aktivitas dakwah yang dilakukannya tidak bernilai ibadah. Sayang sekali, rasa lelah dan keseriusan yang dilakukan untuk Islam ternyata berbuah sia-sia. Oleh karenanya, wahai pengemban dakwah, perbaiki niat dan tujuan kita mendakwahkan Islam semata lillah bukan untuk dunia.
Selain itu, manusia diciptakan oleh Allah dan diturunkan di muka bumi adalah sebagai khalifah yang akan menjaga pemikiran dan perbuatan manusia agar tetap di jalan yang dibenarkan oleh Allah Swt. Ketika kita berdakwah, tujuan yang harus dicapai adalah menjadikan seluruh manusia untuk taat pada perintah Allah Swt. dan menjaga syariat Islam agar terus dijalankan.
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (QS. Al-Baqarah: 30)
Dakwah juga wajib berjemaah (berkelompok atau berorganisasi). Pengemban dakwah harus berdiri dalam sebuah barisan karena perubahan tidak mungkin diraih seorang diri dan Al-Qur'an dengan jelas menyebutkan bahwa aktivitas dakwah adalah aktivitas berjemaah.
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran:104)
Dalam kehidupan berjemaah selalu ada positioning. Di sana ada tim dan sistem yang berjalan, maka dakwah berjemaah menuntut adanya bermain peran dengan posisi masing-masing atau dengan amanah masing-masing. Yang jelas, dalam dakwah berjemaah butuh ulama yang akan memimpin dan memberikan arahan gerak dakwah. Ulama adalah pewaris Nabi dan yang menjadi ujung tombak dakwah.
Adapun anggota jemaah yang lain bertugas mendukung ulama dengan kemampuan yang dimiliki. Ada yang punya keahlian fotografi, digunakan untuk mendokumentasikan agenda dakwah. Ada yang punya keahlian public speaking, menulis, animasi, dan keahlian-keahlian yang lainnya. Semua bisa dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah dan mendukung ulama. Bermain peran seperti ini sebenarnya secara alami akan terbentuk di dalam jemaah dakwah.
Generasi terdahulu telah memberikan teladan terkait hal ini. Ingatlah kisah Panglima Khalid bin Walid ketika dicabut jabatannya oleh Amirulmukminin Umar bin Khaththab. Ketika itu pasukan Khalid bin Walid memintanya mengajukan protes atas kebijakan yang seolah tidak adil. Namun, Khalid Bin Khalid mengatakan bahwa seorang khalifah dengan posisinya yang telah Allah ridai, lebih berhak untuk memutuskan satu perkara. Tugas kaum muslim adalah taat dan rida dengan kebijakan tersebut.
Semua itu dilakukan karena sahabat Khalid bin Walid memahami bahwa dalam perjuangan Islam tidak mengenal posisi mana yang lebih mulia atau sebaliknya. Justru yang bisa memainkan perannya dengan baik akan bertahan sampai finish perjuangan, yaitu ketika kaki sudah menginjakkan tapaknya di surga.
Meski ada perbedaan peran, tetap saja tidak ada senioritas dalam dakwah. Allah pun tidak membedakan besar kecilnya pahala berdasarkan posisinya dalam berdakwah. Tidak ada tingkatan posisi di hadapan Allah kecuali berdasarkan ketakwaannya. Justru dengan perbedaan peran dalam dakwah, masing-masing akan mampu saling melengkapi dan menciptakan kekuatan yang lebih besar.
Ingatlah kisah sapu lidi, ketika bersatu dan terikat dalam satu ikatan, akan mampu membersihkan setiap kotoran yang ada di sekitarnya. Jika sapu lidi itu terlepas dari ikatan, bukan hanya tidak bisa membersihkan kotoran, tetapi justru akan menjadi kotoran yang menambah tumpukan sampah.
Tentang positioning dakwah ini, Allah menjelaskannya dalam surah Ash-Shaf ayat 14,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, 'Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?' Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, 'Kamilah penolong-penolong (agama) Allah,' lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; lalu Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang.”
“Jadilah penolong-penolong agama Allah”, artinya menjadi pengemban agama Islam dan memberikan dukungan kepada dakwah ulama. Menjadi penolong agama Allah tidaklah mudah, butuh kesabaran menapaki jalan yang sulit dan keikhlasan untuk melewatinya. Meski begitu, sebagaimana dijelaskan di dalam ayat di atas, para penolong agama Allah berebut dan bangga menjadi penolong agama Allah.
Begitulah, kita harus mengikatkan diri dalam dakwah. Apa pun strata pendidikan kita, profesi dan keahlian kita, dakwah hendaknya menjadi poros hidup. Dengan itu semoga Allah rida dengan usia dan hidup kita. Amin. []
dakwah adalah bentuk perjuangan dan pengorbanan kaum muslim untuk menyebarkan Islam.
Betul, seharusnya dakwah adalah poros hidup seorang muslim. Karena dakwah bukan hanya tugas para nabi, ulama, dan orang-orang saleh saja, tetapi menjadi tugas semua kaum muslim. Semoga Allah mengistikamahkan kita di jalan dakwah hingga ajal menjemput.