"Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (TQS. Al-Baqarah [2]: 216)
Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Allah Swt berfirman:
اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
Artinya: "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raajiuun."
(QS. Al Baqarah [2]: 156)
Sahabat, kabar duka kembali menghampiri negeri ini. Gempa bermagnitudo 5,6 mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/2022) pukul 13.21 WIB. Gempa itu dirasakan di sejumlah provinsi di Jawa Barat, Banten, juga DKI Jakarta. (Kompas.com, 22/11/2022)
Arti musibah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kejadian menyedihkan yang menimpa, atau malapetaka, atau bencana. Sedangkan dalam kamus bahasa Arab Al- Munawwir, musibah berasal dari kata ashaba yang diartikan sebagai bencana atau malapetaka. (Sumber: islami.co)
Datangnya gempa yang begitu tiba-tiba, sontak membuat jerit tangis ketakutan dan kepanikan bercampur gema takbir membahana di Cianjur dan sekitarnya. Dalam hitungan detik, korban jiwa berjatuhan. Dalam sekejap mata, bangunan-bangunan runtuh seketika. Duka mendalam karena kehilangan harta benda dan keluarga menyatu dalam isak tangis para korban yang selamat.
Allah Swt. kembali menunjukkan kuasanya. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin saat Zat Yang Maha Kuat berhendak untuk berbuat sesuatu. Semuanya begitu mudah bagi-Nya. Semua begitu cepat kejadiannya. Tidak ada seorang pun yang mampu mencegahnya. Tidak ada sesuatu pun yang sanggup menghentikannya meskipun satu detik saja. Semuanya terjadi begitu saja dalam satu kedipan mata.
Musibah menjadi sebuah peristiwa yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan umat manusia. Di mana ada kehidupan, di situ pasti ada cobaan dan ujian yang bisa datang kapan saja tanpa permisi ataupun aba-aba. Musibah merupakan bagian dari cobaan dan ujian bagi hamba yang bertakwa.
Datangnya musibah memang tidak bisa diprediksi. Ia menjadi sebuah misteri yang tidak mungkin bisa dipecahkan oleh logika manusia. Kapan dia datang, di mana tempatnya, dan siapa saja yang akan mengalaminya menjadi rahasia di genggaman Sang Pencipta manusia. Tak ada satu orang pun yang akan mampu memecahkan misteri datangnya sebuah musibah.
Setiap orang pasti tidak ingin tertimpa musibah. Sebab, ia identik dengan sesuatu yang buruk, merugikan dan menimbulkan trauma seumur hidup. Butuh waktu lama untuk menghilangkan rasa trauma. Butuh kekuatan mental untuk melawan ketakutan berlebihan.
Trauma yang ada di dalam jiwa manusia selalu meninggalkan kepedihan yang mendalam. Apalagi jika musibah yang menimpa tidak hanya membuatnya kehilangan harta benda. Namun, mereka juga harus kehilangan keluarga yang sangat dicintainya. Mereka kehilangan orang-orang terkasih yang selama ini selalu ada di sampingnya.
Hanya saja, jangan sampai rasa kehilangan atas musibah yang menimpa membuat diri berprasangka buruk kepada Allah Swt. Sebab kita tidak tahu sesuatu yang terlihat buruk oleh manusia, justru ia merupakan sebuah kebaikan dari Allah. Namun, sebaliknya sesuatu yang baik dalam pandangan manusia, ternyata ia merupakan keburukan di sisi Allah Swt. Hal itu telah Allah terangkan dalam firman yang artinya: "Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (TQS. Al-Baqarah [2]: 216)
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari bahwa musibah yang menimpa kita tidak melulu berisi sebuah keburukan. Musibah juga tidak selalu identik dengan kerugian. Datangnya musibah jangan diartikan bahwa Allah Swt. tak sayang dengan hamba-Nya. Justru sebaliknya, musibah yang Allah turunkan adalah bukti tanda cinta kasih kepada umat-Nya.
Bisa jadi Allah Swt. sedang menegur kita yang lalai dari syariat-Nya. Allah mencoba mengingatkan kita untuk dekat dengan-Nya. Allah sedang menguji sampai di mana kesabaran kita. Allah juga sedang mencoba seberapa besar keimanan yang ada dalam hati kita. Mungkin selama ini, diri manusia telah hanyut dalam kenikmatan dunia yang melenakan. Hal itu membuat manusia menjauh dari mengingat Allah.
Sebagai Zat Yang Maha Penyayang, Allah tidak ingin hamba-Nya terjerumus terlalu jauh. Oleh karena itu, Allah Swt. berupaya untuk merengkuh. Hal itu dilakukan agar manusia sadar dan kembali ke jalan yang benar. Begitulah cara Allah mengingatkan manusia. Itulah bukti kasih sayang Allah kepada umat-Nya.
Hamba yang beriman pasti akan menyadari bahwa kehidupan di dunia ini senantiasa berpasang-pasangan. Ada suka ada duka, ada siang ada malam, ada kebahagiaan ada kesedihan, dan ada musibah ada anugerah.
Anugerah terbesar seorang hamba adalah menggapai kenikmatan surga. Tentu kenikmatan tersebut tidak bisa diperoleh dengan cuma-cuma. Ada upaya, usaha, dan perjuangan untuk meraih apa yang dicita-citakan. Banyak rintangan, halangan maupun hambatan untuk memperoleh jalan kenikmatan. Hal itu sesuai dengan firman Allah Swt. yang artinya: "Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan)." (TQS. Al-Baqarah [2]: 214)
Sedangkan bagi mereka yang tidak terkena musibah, Allah juga sedang mengujinya. Seberapa besar kepeduliannya kepada sesama. Seberapa tinggi rasa simpati dan empatinya kepada para korban gempa. Seberapa ikhlas dirinya dalam membantu mereka yang sedang tertimpa bencana.
Di sinilah kedahsyatan akidah Islam berperan. Bahwa sesama muslim terikat oleh keimanan. Sesama muslim akan saling menguatkan. Sebab, umat muslim diibaratkan sebagai satu tubuh. Hal itu telah Rasul saw. sampaikan dalam sabda yang artinya: "Perumpamaan orang-orang muslim dalam hal kasih sayang dan tolong-menolong yang terjalin antar mereka adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian merasa sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bereaksi dengan tidak tidur dan demam." (HR. Muslim)
Ikatan Islam menjadi sebuah tali yang kokoh dan sahih. Kehadirannya menjadikan diri seorang muslim memiliki kepekaan luar biasa kepada sesama. Ikatan ini tidak membuat seorang muslim bersikap egois dan individualis. Mereka saling memikirkan dan menjaga satu sama lain.
Hadis di atas semoga bisa menjadi renungan untuk kita sesama muslim. Bahwasanya umat muslim itu bersaudara karena akidah Islam. Tidak ada sekat ataupun jarak. Kita semua sama kedudukannya di sisi Allah Swt. Perbedaan yang mendasar adalah nilai ketakwaan. Manusia tidak dinilai dari harta kekayaan ataupun tingginya status sosial.
Terjadinya gempa bumi di Cianjur, semoga bisa membuka hati dan pikiran bahwa segala yang ada di dunia ini adalah kepunyaan Allah Swt. Harta kekayaan yang kita miliki hanyalah titipan. Anak, suami, isteri, dan orang tua yang selalu bersama kita juga merupakan titipan dan amanah dari Sang Maha Pencipta yang suatu saat akan diminta kembali oleh-Nya. Tentu kita tidak berhak untuk menahannya ketika yang menitipkan akan mengambilnya kembali. Kita juga tidak berhak untuk merasa keberatan, apalagi merasa memiliki.
Oleh karena itu, membutuhkan adanya keridaan dan keikhlasan dalam menyikapi apa pun yang akan terjadi dalam kehidupan ini. Hal itu sangat penting agar tidak membuat diri kita terus menerus dalam keterpurukan. Jangan sampai datangnya musibah membuat kita terus menerus menangisi yang apa yang telah terjadi. Mau tidak mau, kita harus berdamai dengan musibah. Yakinkan hati bahwa semua itu adalah takdir dari Allah Swt.
Dengan keyakinan yang benar akan membuat hati terasa lapang. Keyakinan yang benar membuat kita menyadari bahwa musibah yang menimpa pasti ada hikmah di dalamnya. Di sana ada kemaslahatan yang terkadang luput dari pandangan manusia.
Wallahu a’lam bishshawwab[]