Kun 'Aaliman

Imam Syafi'i berkata dalam syairnya,
Hancur lebur, orang alim yang tidak tahu malu
Lebih hancur lagi, si bodoh yang tidak sudi diluruskan
Keduanya menjadi fitnah yang besar di dunia
Bagi yang mengikutinya sebagai dasar menjalankan agama

Oleh. Mariyah Zawawi

NarasiPost.Com-Saya mendengar hadis ini pertama kali ketika masih kuliah di Surabaya. Saat itu, seorang ustaz menyampaikan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dardak ini. Dari Humaid, dari Al-Hasan Al-Bashri, Rasulullah saw. bersabda,

كُنْ عَالِمًا أو مُتَلِّمًا أو مُسْتَمِعًا أو مُحِبًا ولا تكن الخامِسَةَ فَتَهْلَكُ قال فقلت للحسن مَنِ الْخَامِسَةُ؟ قال المُبْتَدِعُ

"Jadilah engkau orang yang berilmu, atau yang menuntut ilmu, atau yang mendengarkan ilmu, atau yang mencintai ilmu. Janganlah engkau menjadi yang kelima, maka engkau akan celaka. Dia (Humaid) berkata, aku bertanya kepada al-Hasan, 'Siapakah yang kelima?' Al-Hasan berkata, 'Orang yang membuat bid'ah."

Saya begitu terkesan dengan hadis ini. Begitu besar kedudukan ilmu dalam Islam, hingga Rasulullah saw. berpesan kepada kita agar kita tidak jauh-jauh dari ilmu. Pertama, menjadi orang yang berilmu, yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan demikian, akan semakin banyak orang yang mendapatkan ilmu.

Kedua, jika belum mampu mengajarkan ilmu, maka menjadi orang yang belajar. Yakni, orang yang menuntut ilmu. Mencatat apa pun yang dipelajarinya, memahaminya, kemudian mengamalkannya.

Jika tidak bisa menuntut ilmu, setidaknya menjadi kelompok ketiga, yaitu orang yang mendengarkan ilmu. Mendengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh para alim yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Kalau mendengarkan juga tidak mampu, maka kita diperintahkan untuk menjadi kelompok yang keempat, yaitu orang yang mencintai ilmu. Mencintai orang yang mengajarkan ilmu atau majelis-majelis ilmu. Mencintai orang-orang yang belajar dan mendengarkan ilmu.

Jika empat hal itu tidak bisa kita lakukan, kita akan menjadi kelompok yang kelima. Yaitu, orang yang membuat bid'ah, karena kita akan beramal tanpa ilmu. Hal ini tentu berbahaya. Berbahaya di dunia dan di akhirat. Jika amalan itu salah, bisa jadi, amalan itu akan menimbulkan kerusakan di bumi. Sebab, tidak sesuai dengan petunjuk Allah.

Berbahaya di akhirat, karena akan mendatangkan siksa bagi kita. Lebih berbahaya lagi, jika amalan tanpa ilmu itu diikuti oleh orang lain. Maka, kita akan mendapatkan dosa orang yang mengikuti kesalahan kita. Akibatnya, akan semakin banyaklah dosa kita. Bukannya mendapatkan pahala amal jariyah, kita malah mendapatkan dosa jariyah. Na'uudzu billaah min dzaalik.

Karena itu, merupakan satu hal yang aneh, jika ada yang melarang kita belajar agama terlalu dalam. Alasannya, kalau tahu hadis ini, hadis itu, nanti malah bingung. Memang, kalau belajar sendiri akan bingung. Sebab, kita tidak memiliki ilmunya. Itu sebabnya, kita membutuhkan guru, orang yang berilmu.

Melalui seorang guru, kita dapat belajar dan mengetahui dan memahami status hukum dari setiap perbuatan yang hendak kita lakukan. Sebab, sebagai seorang mukalaf, kita wajib mengetahui hal itu. Untuk itu, kita harus merujuk kepada Al-Qur'an, As-Sunah, Ijmak Sahabat, dan Qiyas Syar'iyyah. Namun, sudah menjadi sunnatullah bahwa tidak setiap orang mampu menggali hukum dari nas-nas syarak. Sebab, tidak setiap orang dibekali oleh Allah kemampuan untuk melakukan hal itu.

Karena itulah, Allah tidak mewajibkan setiap orang menjadi mujtahid. Namun, cukup ada sebagian di antara umat Islam pada satu masa. Jadi, hukum mujtahid adalah fardu kifayah. Jika ada sebagian di antara kaum muslimin yang telah mampu melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban yang lainnya.

Karena itu, harus ada di antara kaum muslimin yang belajar agama dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Dengan demikian, ia akan menguasai berbagai macam dalil dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam melakukan ijtihad. Sehingga, Islam akan mampu memberikan solusi bagi persoalan-persoalan baru yang terus bermunculan. Sebab, kehidupan manusia itu bersifat dinamis, tidak stagnan. Maka, melarang orang untuk memperdalam agama bukanlah hal yang tepat.

Rasulullah saw. bahkan diperintahkan oleh Allah untuk memanjatkan sebuah doa agar Allah menambahkan ilmu kepada Beliau. Doa yang sering kita baca saat hendak belajar. Dalam Al-Qur'an Surat Thaha [20] ayat 114, Allah Swt. berfirman,

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا

"Katakanlah, 'Ya Tuhan, tambahkanlah ilmu kepadaku."

Tentang ayat ini, Ibnu 'Allan Al-Makki, seorang ahli fikih mazhab Syafi'i mengatakan dalam kitabnya, Daliilul Faalihiin,

هذا من أعظم أدلة شرف العلم وعظمه إذ لم يؤمر صلى الله عليه وسلم أن يسأل ربه الزيادة إلا منه

"(Ayat) ini termasuk dalil terbesar tentang keutamaan ilmu dan keagungannya. Sebab, Rasulullah saw. tidak pernah diperintahkan untuk meminta tambahan kepada Tuhannya, kecuali tambahan ilmu."

Menurut Ibnu 'Allan, yang dimaksudkan di sini adalah meminta tambahan ilmu agama. Seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, dan lainnya.

Karena itu, kita harus terus memperdalam ilmu agama. Agar kita tidak salah jalan. Agar kita tidak menyesal kemudian. Sebab, saat yaumul hisab kelak, kita harus mempertanggungjawabkan sendiri perbuatan kita. Jika kita tidak paham agama, orang yang melarang kita belajar agama secara mendalam pun tidak akan mampu menyelamatkan kita dari azab Allah.
Imam Syafi'i berkata dalam syairnya,

فَسَادٌ كَبِيْرٌ عَالِمٌ مُتَهَتِّكُ
وَأَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِّكُ
هُمَا فِتْنَةٌ فِي الْعَالَمِيْنَ عَظِيْمَةٌ
لِمَنْ بِهِمَا فِي دِيْنِهِ يَتَمَسَّكُ

Hancur lebur, orang alim yang tidak tahu malu
Lebih hancur lagi, si bodoh yang tidak sudi diluruskan
Keduanya menjadi fitnah yang besar di dunia
Bagi yang mengikutinya sebagai dasar menjalankan agama

Semoga kita tidak termasuk bagian dari dua golongan ini. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk menjadi salah satu dari empat golongan, yakni orang yang berilmu, orang yang menuntut ilmu, orang yang mendengarkan ilmu, atau orang yang mencintai ilmu. Aamiin.

Wallaahu a'lam bishshawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Agahan Resolusi
Next
Jaminan Keamanan yang Dirindukan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram