Nestapa Satwa Langka di Negeri Zamrud Khatulistiwa

Prinsip konservasi dalam Islam juga berfungsi untuk mengelola sumber daya alam sehingga dapat melestarikan pemanfaatannya dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Di samping itu, Islam adalah agama yang selalu mengajarkan manusia untuk mencintai alam, bahkan mengajarkan untuk mengenal, mempelajari, dan mentadaburi alam secara seksama agar dapat melihat kebesaran Allah Swt. sebagai Sang Pencipta dan Pengatur seluruh alam .

Oleh : Ummu Sophia

NarasiPost.com - Beberapa waktu lalu, tagar Komodo dan #SaveKomodo sempat menjadi trending di media sosial twitter. Hal ini, diakibatkan tersebarnya foto penampakan seekor komodo yang seolah menghadang sebuah truk di Pulau Rinca yang masuk dalam Kawasan Taman Nasional Komodo. Banyak netizen menilai, foto tersebut seakan menampakkan perlawanan komodo terhadap mega proyek wisata ‘Jurassic Park’ yang disinyalir bakal merusak habitat asli mereka. Aksi protes ini ramai diperbincangkan netizen hingga berbuah petisi.

Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bersama Pemprov NTT mewacanakan perubahan Pulau Komodo sebagai tujuan pariwisata strategis kelas premium. Ia meyakinkan, pembangunan yang dilakukan di daerah pariwisata tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keberlangsungan hidup hewan langka tersebut. Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Pengembangan Lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas di Jakarta, ia menegaskan bahwa komodo merupakan hewan satu-satunya di dunia serta memiliki nilai jual yang tinggi sehingga harus dijual (galamedia.pikiran-rakyat.com, 27/11/2020).

Saat ini, Pemerintahan Joko Widodo memang sedang gencar-gencarnya mengelola dan menata ulang kawasan Pulau Komodo. Mega proyek wisata di Pulau Rinca ini, digadang-gadang dapat meningkatkan devisa negara, menjaga keberlangsungan komodo serta dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Namun, banyak pihak yang meragukan keberhasilan program tersebut. Pasalnya, pemerintah dianggap tengah merencanakan kebijakan kontraproduktif yang dapat melenyapkan keragaman hayati di Kawasan Taman Nasional Komodo.

Proyek ‘Jurassik Park’, Bukti Keserakahan Kapitalis

Perlu diketahui, kawasan Pulau Komodo pernah mendapatkan gelar “situs warisan dunia” yang dinobatkan oleh UNESCO pada tahun 1991. Selain itu, Taman Nasional Komodo juga diakui menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia baru untuk kategori alam yang diresmikan tahun 2012 oleh New7Wonders Foundation. Pengakuan lembaga Internasional ini mengakibatkan meroketnya branding wisata alam di kawasan tersebut.

Selain itu, Taman Nasional Komodo merupakan branding tujuan pariwisata di Labuan Bajo, NTT, yang menyajikan aneka ragam wisata berbasis alam. Para wisatawan yang mengunjungi kawasan ini memang disuguhi berbagai atraksi wisata alam, baik di darat maupun laut. Berbagai atraksi yang menjadi incaran wisatawan di kawasan ini diantaranya, kehidupan liar satwa komodo yang dapat disaksikan dari jarak dekat, hikking, bird watching, herping (mencari reptil) di Pulau Rinca dan Pulau Komodo dan trekking hampir di semua pulau. Pun, wisatawan dapat melihat pesona keindahan alam laut melalui aktivitas snorkling dan menyelam hampir di semua tempat.

Di samping itu, menurut Kepala Badan Pariwisata Manggarai Barat, Agustinus Rinus, jumlah wisatawan yang mengunjungi kawasan Taman Nasional Pulau Komodo terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 angka kunjungan Labuan Bajo mencapai 107.711 orang dan meningkat pada tahun 2017 menjadi 125.069 orang. Kemudian, meningkat lagi pada tahun 2018 menjadi 159.217 orang dan pada tahun 2019 naik menjadi 184.206 pengunjung. Hal ini, menunjukan tingginya daya tarik wisata alam Taman Nasional Komodo. Sehingga, wisata komodo pun menjadi peluang besar bagi tumbuhnya investasi pariwisata di Kota Labuan Bajo dan sekitarnya (koran.tempo.co, 03/11/2020).

Namun, wacana pemerintah terkait pembangunan 'geopark' dengan branding wisata ‘jurassik’ di Pulau Rinca mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Pasalnya, pembangunan ‘jurassik’ tersebut disinyalir dapat membawa dampak buruk bagi kelestarian ekosistem setempat serta merusak citra positif wisata alam di Pulau Rinca. Meskipun pemerintah berdalih pembentukannya bertujuan untuk menyelamatkan komodo dari ancaman kepunahan. Sebaliknya, semakin hari ekosistem di Taman Nasional Komodo malah semakin terganggu. Ditambah lagi, dengan proyek pembangunan dari pemerintah yang sedang berjalan faktanya semakin mengancam keberadaan situs warisan dunia tersebut.

Lagi pula, penolakan pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo adalah hal yang wajar. Mengingat, komodo merupakan hewan langka endemik Indonesia yang harus dilestarikan keberadaannya. Maka, semestinya Taman Nasional menjadi tempat aman bagi kehidupan komodo serta dapat menjaga kelestarian alam di dalamnya, bukan malah diusik keberadaannya hanya demi kepentingan kapitalis semata.

Oleh karena itu, proyek menjual kawasan wisata alam sudah terbukti mengganggu habitat makhluk hidup. Sebab, dengan massifnya pembangunan infrastruktur di kawasan Pulau Rinca nyatanya dapat menganggu kehidupan satwa komodo sebagai penghuni kawasan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh pemandu wisata dan mantan ranger, Aloysius Suhartim Karya, yang bercerita kepada National Geographic Indonesia, bahwa pembangunan dengan keramaian membuat perilaku alamiah komodo terganggu. Lantaran, komodo tipe hewan pemburu hening. Sehingga, suara proyek dapat membuat kepanikan dan ketakutan.

Sesungguhnya, proyek pembangunan wisata ini menunjukkan betapa rakusnya pemerintah demokrasi dalam mengelola kawasan wisata di Indonesia. Bisnis pariwisata terlalu menggiurkan apabila hanya menjadi tempat konservasi tanpa dikelola untuk mendapatkan profit, meski harus mengorbankan keberadaan mahluk hidup lainnya. Apalagi pemerintah menyerahkan pengelolaan kawasan wisata ini kepada pihak swasta, sehingga terlihat jelas ‘nyawa’ dalam mega proyek ini adalah untuk memuluskan kepentingan kapitalis demi meraup keuntungan pribadinya.

Selain itu, pembangunan pariwisata tidak hanya merugikan manusia dan alam tapi juga mengalihkan dari pengelolaan sumber daya alam yang memberi pemasukan besar bagi negara. Padahal, Indonesia dengan potensi kekayaan alam yang melimpah semestinya dapat mencukupi kebutuhan rakyat dengan pengelolaan SDA, tanpa mengubah kawasan konservasi menjadi wisata strategis bernafas kapitalis. Ironis, di negara mega biodiversitas hewan langka pun menjadi tumbal keserakahan para pemburu dunia.

Inilah buah dari penerapan sistem demokrasi kapitalis yang menjadikan kepuasan materi sebagai pijakannya. Alhasil, keberadaan hewan pun terusik dan terancam dengan penerapan sistem ini, karena sistem ini memang didominasi oleh nafsu serakah manusia para pemburu harta. Dalam mazhab kapitalis, liberalisasi ekonomi menjadi ruh dalam mencapai tujuannya, tanpa mempedulikan kesejahteraan dan keselamatan mahluk hidup lain. Maka, jelas sistem kapitalis merupakan sistem yang rusak dan merusak tidak hanya bagi manusia, hewan, alam dan juga kehidupan.

Pemanfaatan dan Pelestarian Lingkungan dalam Islam

Allah Swt memang telah menciptakan alam semesta beserta isinya untuk dimanfaatkan oleh manusia. Namun, tidak berarti manusia bebas berbuat apapun untuk mengeksploitasi alam semesta demi kepentingan pribadinya seperti dalam kapitalis saat ini. Sebab, setiap perbuatan manusia senantiasa terikat dengan hukum syara. Dalam hal ini Allah Swt. Dengan tegas melarang manusia membuat kerusakan di bumi, sebagaimana firman-Nya:
Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaiki bumi itu. Berdoalah kepada Dia dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS al-A’raf [7]: 56).

Berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan, Rasulullah saw sudah menjalankan praktek konservasi sumber daya alam dalam rangka melindungi kelestarian alam semesta. Ketika Islam diterapkan terlihat keagungan Islam yang tidak hanya memberikan kesejahteraan bagi manusia, tapi juga menjadi rahmat bagi seluruh alam termasuk hewan dan tumbuhan. Sebagai umatnya hendaknya kitapun menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam setiap tingkah laku yang akan kita lakukan. Termasuk bagaimana praktek konservasi yang dilakukan Rasulullah dengan menggunakan petunjuk Risalah yang dibawanya yakni Al-Quran dan Hadits.

Banyak ayat yang menjelaskan tentang konservasi, dimana syariat Islam mengajarkan manusia agar senantiasa menggunakan standar syariat dalam melakukan setiap perbuatan, tidak boleh boros, serakah, berlebihan terutama dalam hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Prinsip konservasi dalam Islam juga berfungsi untuk mengelola sumber daya alam sehingga dapat melestarikan pemanfaatannya dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Disamping itu, Islam adalah agama yang selalu mengajarkan manusia untuk mencintai alam, bahkan mengajarkan untuk mengenal, mempelajari, dan mentadaburi alam secara seksama agar dapat melihat kebesaran Allah Swt. sebagai Sang Pencipta dan Pengatur seluruh alam.

Berkaitan dengan itu, Rasulullah saw. pernah menetapkan sebuah wilayah di sekitar Madinah sebagai hima, yaitu kawasan yang dilindungi (konservasi) untuk keperluan tertentu. Dalam kitab Al-Amwal, Abu Ubaid telah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah melindungi sebuah daerah bernama Naqi. Di daerah ini air sangat berlimpah sehingga banyak tumbuh pohon kurma yang lebat buahnya. Beliau melarang orang untuk merambah tanah tersebut, karena di tempat itu banyak rumput yang bisa digunakan untuk menggembala kuda-kuda pilihan untuk keperluan perang.

Demikianlah, Islam senantiasa memerintahkan manusia untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Islam telah hadir dengan membawa aturan yang lengkap dalam menyelesaikan seluruh problematika manusia termasuk dalam hal melestarikan lingkungan. Aturan-aturan itu telah diterapkan secara nyata dalam sejarah panjang keemasan Islam yang hasilnya tak hanya mensejahterakan manusia, tetapi juga melestarikan lingkungan sekitarnya.

Wallahu’alam Bii Showwab

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Sophia Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Korupsi Akut di Alam Demokrasi
Next
Papua, Riwayatmu Kini
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram