Kenali Gejala Sexting Pada Anak Sejak Dini

Bagi seorang perempuan seluruh tubuhnya adalah aurat. Demikian pula laki-laki, mulai dari pusat hingga lutut adalah batas minimal yang wajib ditutupi. Jika memahami bahwa ini adalah hal yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang baligh, tentu tidak mudah untuk latah mengikuti arus sexting.

Oleh : Asma Ridha

(Pegiat Literasi Aceh)

NarasiPost.com - Seperti yang telah diketahui, masifnya penggunaan gawai oleh anak-anak dan para remaja, banyak di kalangan mereka belum bijak memanfaatkan sisi positif dari kemajuan teknologi. Terlihat sejak pandemi situs pornografi justru meningkat drastis ditonton oleh anak-anak di bawah umur. Dikutip dari Harian Kompas.com (16/08/20) "Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, hasil survei nasional KPAI dalam situasi pandemi Covid-19 menunjukkan 22 persen anak Indonesia masih melihat tayangan tidak sopan."

Demikian pula di kalangan remaja, dari data Kemenkes dan Kemdikbud 2017 saja terungkap ada 95,1% remaja SMP dan SMA di 3 kota besar di Indonesia, masing-masing DKI Jakarta, Yogyakarta dan Aceh ternyata mengaku telah mengakses situs pornografi bahkan menonton video pornografi lewat aplikasi dan situs berbasis internet. Hal itu diungkapkan oleh Pendiri Yayasan Sejiwa, Diena Haryana bersama dalam webinar bersama Kemen PPA telah mengakses situs pornografi dan menonton video pornografi lewat internet, (siberindo.com, 26/6/2020)

Mudahnya mengakses situs porno, tidak bisa dipungkiri membuat candu bagi yang menontonnya, dan pada akhirnya ikut melakukan aktivitas yang sama. Dari sinilah berlanjut gejala penyimpangan komunikasi yang dilakukan oleh para remaja dan juga orang dewasa.

Penyimpangan ini bisa berupa sexting yakni sebuah istilah berasal dari kata “sex” dan “texting”. Seks dimaknai sebagai hal yang berkenaan dengan alat kelamin, ketelanjangan, baik sebagian maupun seluruhnya, hubungan seksual dan kegiatan-kegiatan yang membangkitkan hasrat seksual, sedangkan “texting” adalah membuat atau berbagi pesan berupa foto, gambar, atau video melalui telepon genggam. Ada pula istilah lainnya yaitu phonesex. “Menurut Carvalheira & Gomes, Phonesex termasuk dalam bagian komunikasi seksual seperti Cybersex dan Sexting. Seseorang dapat dikatakan melakukan Phonesex jika seorang tersebut melakukan komunikasi yang disertai dengan prilaku seks virtual.

Para remaja yang sedang mencari jati diri dan ingin mengetahui segala hal, sangat mudah terjebak pada penyimpangan komunikasi ini. Bahkan termasuk di kalangan orang dewasa, gejala ini juga sangat masif. Dengan alasan sekedar hiburan, lelucon, menumbuhkan keromantisan, mereka melakukannya suka sama suka tanpa ada paksaan. Tanpa sadar, sebagian mereka terjebak pada korban prostitusi yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bermoral.

Fenomena sexting seperti wabah virus yang menyerang moral berkomunikasi elektronik seseorang. Karena sexting, seseorang dengan semaunya mengucapkan perkataan cabul. Kemudian karena sexting pulalah, seseorang dengan mudahnya membagikan foto telanjang kepada orang lain. Selain itu, karena Sexting pula seseorang terseret dalam keburukan hidupnya, seperti terseret hukum negara dan pendidikan yang terputus. Beredarnya gambar dan video dengan sengaja, dilakukan oleh pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi, tidak jarang berakibat fatal karena bully dan malu. Sehingga ada pula yang berakhir dengan bunuh diri. Sebuah penelitian seperti dilansir dari dailymail.co.uk menyebutkan bahwa mereka yang aktif terlibat seks bebas akan mudah terkena depresi bahkan muncul keinginan untuk bunuh diri.

Penggunaan gawai yang tidak tepat oleh anak-anak, baik usia dini dan remaja, akan terlihat keanehan dari beberapa hal berikut ini:

  1. Handphone selalu dalam keadaan tersembunyi, dan dijauhkan dari orang-orang sekitarnya. Bahkan beberapa aplikasi yang ada didalamnya akan diberi password, yang hanya dia ketahui.
  2. Tidak diizinkan siapa saja terutama orang tua untuk membuka galeri, termasuk melihat isi chattingnya.
  3. Sering menyendiri, bahkan senyap dalam kesunyian kamarnya, atau ruangan tertentu, agar mudah melakukan atau membuka situs-situs yang mereka inginkan.
  4. Sangat serius menatap layar handphone yang dimilikinya, menerima panggilan dengan berbisik bahkan senyum-senyum sendiri.
  5. Berperilaku aneh, dan menggunakan baju yang seksi saat di dalam kamarnya sendiri. Serta mengambil dan merekam apa yang dia lakukan.

Peran orang tua, menjadi hal utama untuk memahami kondisi anak. Tidak menyayangi si anak dengan berlebihan tanpa diiringi dengan pendidikan dan pengawasan yang baik. Menyediakan

Liberalisasi Mencengkeram Generasi

Kehancuran generasi jika tidak disadari akan menjatuhkan pada martabat yang paling rendah terhadap kemajuan negeri ini. Budaya malu yang kian hilang, tidak lagi mencerminkan generasi ketimuran, yang condong pada norma dan kesopanan dengan aturan tertentu. Kebebasan berekspresi bagian dari hal yang diizinkan dalam sistem sekuler ini, membuat para generasi kian tidak terkendali melakukan aktivitas yang melampaui batas.

Fenomena hilangnya budaya malu tidak terlepas dari iman yang kian jauh dari kehidupan. Pondasi agama dianggap tidak penting, dan peran orang tua yang mandul, dan negara yang abai, kian menambah generasi dicengkeram oleh arus liberalisasi. Wajar, budaya tiktokan dengan melampaui batas, hingga Sexting dan phonesex kian menggejala di kalangan remaja dan juga orang dewasa.

Islam Mengajarkan Budaya Malu

Bukan karena Indonesia wilayah Asia, sehingga kental dengan budaya ketimurannya. Namun karena Islam sebagai agama sempurna telah menurunkan segenap aturan yang harusnya dijalankan oleh penduduk negeri ini yang mayoritas Muslim.

Bukankah Islam mengajarkan budaya malu, sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” [Muttafaq ‘alaihi].

Maka sudah seharusnya orang tua sejak dini menanamkan budaya malu pada anak generasi. Memahami batasan aurat yang patut diperlihatkan dan yang tidak pantas untuk diperlihatkan. Sekalipun, di media sosial ada adab yang sama yang patut diperhatikan. Sebab aurat adalah hal yang sangat diperhatikan dalam Islam. Maka, sejak dini seorang anak harusnya dibiasakan untuk menutup auratnya. Sehingga diharapkan tidak terjebak pada fenomena sexting yang kian menggejala. Bagaimanapun kehidupan dunia maya dan dunia nyata, posisi aurat tetaplah sama.

Bagi seorang perempuan seluruh tubuhnya adalah aurat. Demikian pula laki-laki, mulai dari pusat hingga lutut adalah batas minimal yang wajib ditutupi. Jika memahami bahwa ini adalah hal yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang baligh, tentu tidak mudah untuk latah mengikuti arus sexting.

Memahamkan batasan pergaulan yang pantas dilakukan oleh anak remaja. Bukankah perilaku sexting adalah bagian dari perbuatan mendekati zina. Dalam Islam sangat tegas, jangankan melakukannya, mendekatinya saja adalah sebuah dosa besar. Firman Allah Subhanahu Wa Ta'aal:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS : Al-Isra : 32)

Butuh perhatian khusus dari keluarga, masyarakat dan bahkan negara. Agar prostitusi dan korban sexting serta pergaulan bebas yang tanpa batas akan terkendali bahkan tidak terjadi lagi. Maka Islam menurunkan aturan yang sangat totalitas, syariat-Nya hanya bisa diterapkan dengan sempurna apabila Khilafah Islamiyyah ada di tengah kehidupan kita saat ini.

Wallahu A'lambishhawab

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Asma Ridha Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Wajah Baru MUI, Tak Boleh Kehilangan Independensi
Next
Muslimah Mulia dengan Hijab Sempurna
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram