Ketika seseorang menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, baik karena nasab (keturunan), maupun karena sebab lain seperti ikatan pernikahan akan menjadi jalan keberkahan rezeki.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Salah satu tujuan dari pelaksanaan syariat Islam, selain untuk menjaga jiwa (hifdzun nafs) adalah menjaga mulianya keturunan manusia secara nasab (hifdzun nasl). Untuk itu, banyak hukum atau aturan Islam yang berkaitan dengan pergaulan hidup atau interaksi sosial, seperti batasan interaksi antar lawan jenis, pernikahan, talak, hukum waris, dan lain sebagainya.
Adanya aturan tersebut juga untuk melanggengkan kekerabatan karena manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian. Di sinilah pentingnya menjaga kekerabatan yang secara bahasa serumpun dengan kata karib sebagai serapan Bahasa Arab, dari ، قُرْبَى،قَرَابَة , yang maknanya dekat atau sesuatu yang didekatkan.
Seseorang yang dekat atau didekatkan karena adanya ikatan pernikahan atau sebab lainnya. Namun, tidak jarang kekerabatan merenggang, bahkan terputus karena berbagai keadaan atau persoalan kehidupan tanpa penyelesaian yang benar secara hukum syariat. Tidak dapat dimungkiri, bahwa manusia menghadapi berbagai persoalan hidup, terlebih ketika aturan hidupnya tidak mampu memberikan solusi secara mendasar dan menyeluruh.
Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini terbukti tidak solutif, tidak menjamin terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup manusia, seperti kebutuhan dasar dan pemenuhan naluri manusia secara benar. Kapitalisme telah menjadi sebab retaknya hubungan kekerabatan, semisal karena muamalah, utang piutang, dan tidak terjaganya nasab karena pergaulan bebas. Adanya tali pernikahan dalam kapitalisme, alih-alih merekatkan tali persaudaraan, yang ada malah merenggangkan karena sifat materialisme dan individualismenya.
Berkahnya Silaturahmi
Sangat berbeda dengan hubungan kekerabatan dalam sistem Islam karena sangat dianjurkan untuk menyambungkan tali persaudaraan atau kekerabatan. Silaturahmi adalah suatu konsep penting dalam syariat Islam untuk merekatkan hubungan kekerabatan. Dan dipandang sebagai salah satu aspek yang utama dalam meraih ketakwaan bagi seorang muslim. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, "Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat sejuta hasad-menghasad, selain dari orang yang senantiasa berusaha untuk saling menyambung silaturahmi." (HR. Al-Hakim)
Dalil ini menunjukkan bahwa hubungan yang baik dengan sesama saudara atau kerabat, dan menyambungkan tali silaturahmi adalah salah satu kunci untuk mendapatkan keberkahan dalam rezeki. Ketika seseorang menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, baik karena nasab (keturunan), maupun karena sebab lain seperti ikatan pernikahan akan menjadi jalan keberkahan rezeki. Berkah dalam arti bertambahnya nilai kebaikan, bukan sekadar banyaknya materi karena setiap orang telah ditentukan jatah rezekinya.
Mereka yang diberikan keberkahan dalam rezeki mungkin secara jumlah tidaklah banyak, namun mampu melakukan amal-amal kebaikan yang tidak menyakiti hati orang lain. Seorang yang berinfak seratus ribu dari penghasilannya satu juta, itu sudah sepuluh persennya yang menjadi amal saleh. Sementara jika ada yang berinfak satu juta dari penghasilannya satu miliar, hanyalah satu persen yang jadi amal saleh. Meskipun begitu kunci diterimanya amal saleh bukan karena perhitungan matematika, melainkan karena dijalankannya syariat Islam dengan benar dan ikhlas.
Menjaga kekerabatan berbeda dengan ashabiyah, yaitu fanatisme terhadap suku atau golongan, menjalin silaturahmi tidak lain adalah menyambungkan tali kekerabatan yang dalam Islam terdapat dua jenis, yaitu kerabat yang mewarisi seseorang jika orang tersebut meninggal (arham) dan kerabat yang memiliki hubungan silaturahim (dzawil arham).
Para Ahli Waris
Syekh Taqiyuddin An Nabhani di dalam Kitab an- Nizam Ijtma'i fi al-Islam, dijelaskan bahwa mereka yang berhak mendapatkan warisan dinamakan ashabul furudh (bagian waris yang telah ditentukan) dan ashabah (bagian sisa waris). Mereka yang termasuk ahli waris terdapat 25 orang yang terdiri dari 15 orang laki-laki, dan 10 orang perempuan. Yang laki-laki di antaranya, anak laki-laki, putra anak laki-laki, ayah, kakek dan seterusnya, saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu, putra saudara kandung, putra saudara sebapak, saudara laki-laki kandung bapak, saudara laki laki bapak yang sebapak, putra saudara laki laki bapak yang sekandung, putra saudara laki-laki bapak yang sebapak, suami, laki-laki yang memerdekakan.
Sementara ahli waris perempuan, terdiri dari, anak perempuan, putri anak laki-laki, ibu, nenek dari ibu, nenek dari bapak, saudara kandung perempuan, saudara perempuan sebapak, saudara perempuan seibu, istri, dan perempuan yang memerdekakan.
Sedangkan yang termasuk kelompok dzawil arham, mereka adalah kerabat yang terdiri dari sepuluh orang, yaitu saudara laki-laki ibu, saudara perempuan ibu, kakek dari pihak ibu, anak laki-laki dari anak perempuan, anak laki-laki dari saudara perempuan, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari saudara laki-laki ayah, saudara perempuan ayah, saudara laki-laki ibu yang seibu, anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, dan juga yang menjadi keturunan salah seorang dari mereka.
Bentuk silaturahmi bukan sekadar berbagi materi, namun seperti dikatakan Imam an-Nawawi, silaturahmi adalah kebaikan terhadap kerabat sesuai keadaan orang yang hendak menghubungkan dan keadaan orang yang hendak dihubungkan. Bisa berupa kebaikan berbagi harta, bisa juga berupa bantuan tenaga, pemikiran, terkadang sekadar mengunjunginya, memberi salam, dan cara lainnya. (Dikutip dari Syarah Shahih Muslim II, hal. 201)
Ada juga sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diperluas rezekinya, hendaklah dia saling menyambung silaturahmi." (HR. Al-Bukhari).
Ini mengindikasikan bahwa menjaga hubungan yang baik dengan keluarga dan kerabat dapat memanjangkan umur, berupa kebaikan seseorang. Ini mungkin disebabkan oleh pengaruh positif hubungan sosial terhadap kesejahteraan mental dan fisik, yang pada gilirannya dapat memperpanjang umur seseorang. Namun, kekerabatan hendaknya bukan dijadikan rujukan untuk melanggengkan kekuasaan karena konteksnya berbeda dengan sistem kepemimpinan yang harus memperhatikan syarat kelayakan dan amanah dari rakyat bukan keinginan individu atau keluarga.
Khatimah
Dalam syariat Islam, silaturahmi adalah aspek penting untuk menjaga kekerabatan bagi kehidupan seorang muslim. Hubungan yang baik dengan sesama tidak hanya menciptakan lingkungan sosial yang sehat tetapi juga berkontribusi pada peningkatan rezeki dan umur yang panjang. Dalil-dalil agama yang telah disebutkan di atas memberikan dasar ilmiah bagi keyakinan ini. Oleh karena itu, menjaga silaturahmi adalah suatu tindakan yang bijak untuk langgengnya persaudaraan dalam menjaga kuatnya tali kekerabatan untuk mencapai kesuksesan kehidupan di dunia dan akhirat.
Wallahu'alam bish Shawwab. []
Silaturahmi adalah kebaikan dalam Islam. Sayangnya, sistem kapitalisme ikut memengaruhi individu. Terkadang seseorang yang ekonominya mampu, lebih senang saat saudara yang juga kategori mampu datang berkunjung. Lain halnya saat yang berkunjung adalah saudara yang kurang dari sisi ekonomi. Sungguh miris memang individu-individu yang sudah terkontaminasi kapitalisme.
Zaman sekarang bisa silaturahmi secara langsung bareng keluarga besar itu jadi momen langka dan membahagiakan. Tak salah memang ketika Islam memerintahkan untuk mempererat persaudaraan lewat silaturahmi.
Iya benar, untuk melanggengkan persaudaraan bukan kekuasaan..
bagaimana dengan kata orang "pinjam dulu seratur agar silaturahmi tidak terputus?". hehe...
Bener pak, menjaga silaturahmi adalah salah satu syariat Islam yang wajib dijaga. Agar kita saling mendekatkan diri dan saling mengingat dalam kebaikan dan mencegah dari keburukan.