"Belum lagi entah berapa surat yang mungkin tidak sampai kepada khalifah, karena beritanya tercium dan digagalkan pengirimannya oleh penjajah. Betapa sulitnya sekadar bersurat untuk meminta bantuan dan pertolongan pada masa itu."
Oleh. Rery Kurniawati Danu Iswanto
(Praktisi Pendidikan)
NarasiPost.Com-Demi Zat yang menggenggam jiwaku, Demi Tuhan yang memberikan kehidupan, sungguh sejarah yang dikisahkan dalam film Jejak Khilafah di Nusantara (JKdN) II adalah bukti teguhnya syariat dipegang erat pada masa di mana khalifah ada sebagai perisai umat.
Banyak dari masyarakat baik para intelektual maupun masyarakat pada umumnya yang sudah menonton film JKdN mungkin terbelalak dan baru tahu bahwa sejarah negeri ini di masa lalu sangat erat hubungannya dengan kekhalifahan. Tak diragukan pula keautentikan kisah yang dituliskan dalam film ini. Para penulisnya adalah ilmuwan dan sejarawan yang berpengalaman. Kisah ini pun ditulis setelah melalui kajian mendalam ke seluruh wilayah Nusantara yang terdeteksi ada jejak kekhalifahan.
Dari sejarah kita dapat mengetahui, betapa para pejuang tak gentar melawan penjajah yang merampas kedaulatan di Nusantara. Ada Cut Malahayati yang memimpin ribuan pasukan di tanah Aceh, Pangeran Diponegoro yang menguasai tanah Jawa, atau Sultan Banjar yang memimpin pemberontakan kepada penjajah di Borneo. Ketaatan dalam menjalankan syariat Islam senantiasa tergambar dalam jejak perjuangan mereka. Salah satunya dalam kisah surat permohonan bantuan kepada khalifah Usmaniyah yang tidak juga kunjung berbalas.
Dikisahkan, Sultan Aceh berkali-kali mengirim surat kepada khalifah. Bukannya hitungan hari, bahkan bertahun-tahun dinanti tidak juga ada kabar yang datang kembali. Mengirim surat di masa itu pun tidak menggunakan perangkat teknologi. Utusan harus dikirim dari Nusantara menuju Turki atau Makkah. Menggunakan armada kapal, menyeberangi samudera demi mengantarkan sepucuk surat, masyaallah. Belum lagi entah berapa surat yang mungkin tidak sampai kepada khalifah, karena beritanya tercium dan digagalkan pengirimannya oleh penjajah. Betapa sulitnya sekadar bersurat untuk meminta bantuan dan pertolongan pada masa itu. Padahal bahaya yang dihadapi adalah bahaya yang mengancam jiwa. Hal yang seharusnya mendapat pertolongan dengan segera.
Dari kisah sejarah ini kita tahu, bahwa para pejuang negeri ini teguh dalam ketaatan kepada syariat Islam. Mereka juga tetap sabar dalam berjuang melawan penjajah meski surat permohonan bantuan kepada khalifah tidak juga berbalas. Hal ini merupakan penerapan syariat terhadap firman Allah Swt. dalam QS. Ali-Imran: 200, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian, dan kuatkanlah kesabaran kalian, dan tetaplah bersiap siaga, dan bertakwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya.
Sungguh apa yang tersaji dalam cerita sejarah JKdN II sangat kontras jika dibandingkan dengan kondisi saat ini. Kini, gambaran penderitaan umat muslim di seluruh penjuru dunia tampak jelas di beranda media sosial. Kita bisa melihat dalam layar telepon genggam, gambaran penderitaan saudara-saudara muslim di Rohingya, Palestina, Suriah, Yaman, Somalia, dan masih banyak lagi gambaran penderitaan saudara-saudara muslim di belahan dunia lainnya. Lantas, apa daya kita untuk memberi bantuan dan pertolongan pada mereka? Adakah perisai yang mampu melindungi semua umat Islam di dunia? Tidak ada yang mampu kita lakukan selain sekadar menaruh simpati. Hanya ada pilu menusuk kalbu, menyaksikan berita-berita tersiksanya kaum muslimin di negara-negara tetangga.
Ya, jaman memang telah berubah. Tidak ada lagi kekuatan yang mengikat umat. Tidak ada lagi perisai tempat umat berlindung di belakangnya. Tidak ada pemimpin yang satu dan mempersatukan. Dari sejarah mestinya kita mampu mengambil pelajaran, bahwa kesatuan umat yang terbungkus ketaatan pada syariat adalah sebuah kekuatan. Kekuatan yang mampu melawan segala bentuk penjajahan baik penjajahan ekonomi, budaya, maupun penjajahan ideologi sosialis dan kapitalis. Ketaatan pada syariat adalah kekuatan untuk membangun kembali peradaban Islam. Satu pemimpin umat dan satu institusi yang menaungi seluruh umat muslim di level dunia. Tak terkira rasanya, luapan bahagia dan haru ketika suatu hari nanti berkesempatan menyuratkan untaian-untaian baiat kepada sang pemimpin umat.
Saat ini, yang harus kita lakukan adalah menuliskan sejarah kita sendiri. Sebagaimana teguhnya para pejuang dalam menjaga ketaatan dan kesabaran, kita pun harus menjadi pengemban dakwah yang sabar dalam ketaatan. Terus berupaya menyebarkan ideologi Islam menggunakan semua potensi yang diberikan Allah Swt. Menjadi pejuang tegaknya kembali peradaban Islam di muka bumi. Berharap bisyarah Rasulullah saw. itu segera terjadi. Wallahu alam bishowwab.[]