Mimpi Harmonisasi dalam Ilusi Demokrasi

"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim)


Yeni Marlina, A.Ma
(Pemerhati Kebijakan publik dan Aktivis Muslimah)

NarasiPost.com - Ku lihat Ibu Pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Emas Intanmu Terkenang

Hutan gunung sawah lautan
Simpanan Kekayaan
Kini ibu sedang lara
merintih dan berdoa

Tepat rasanya lirik lagu ini menggambarkan nasib Negeri yang sedianya telah dilimpahkan begitu banyak kekayaan oleh Allah. Sumber daya alam yang beragam, hutan, darat, laut menjadi sumber potensi luar biasa. Sumber daya manusia yang mayoritas Muslim, sejatinya lebih kuasa mengelola Negeri menjadi kaya raya.

Namun apa hendak dikata, kesalahan dalam pengelolaan telah membuat seluruh aset Negeri menjadi salah distribusi. Kekayaan berkumpul pada segelintir penikmat materi. Ironis, kemelut sistem yang mengagungkan puncak kebahagiaan pada materi telah menggerus rasa simpati bahkan harmonisasi hidup secara alami.

Dinding pembatas antara rakyat, penguasa serta pejabat, menjadi sekat seluruh aspirasi tersendat. Rakyat sejatinya menyandarkan diri pada segala potensi Negeri ini, bisa hidup menikmati berbagai karunia Allah untuk alam pertiwi ini. Pun dengan para penguasa menjadi sangat mudah mengelola dan mengatur agar seluruh potensi berujung dengan hubungan harmonisasi.

Rakyat dan penguasa seiring sejalan mewujudkan harmonisasi yang sejati. Tanpa bayaran apalagi kompensasi, semangat mengabdi pada Negeri menjadi tujuan abadi. Jauh dari kepentingan sendiri-sendiri.

Nyatanya semua hanya ilusi, bahkan sangat jauh dari solusi. Demokrasi telah menyandera berbagai aspirasi, membalut tubuh dengan baju janji-janji suci.

Masihkan kita percaya demokrasi? yang telah menghasilkan pejabat Negeri rentan ingkar janji. Rakyat tak jarang suka dibuli. Sungguh tak sanggup menyaksikan betapa banyak pihak yang merugi. Kekuasaan telah banyak disalahgunakan, arti sebuah amanah sudah dicampakkan sejauh-jauhnya. Suara rakyat merintih terus ditindih dengan undang-undang yang semakin pedih.

Buah pahit demokrasi, sudah tak dapat dielakkan lagi. Para petinggi Negeri selalu berambisi menikmati kekayaan Negeri sekehendak hati. Korban, rakyatlah yang menjadi korban. Tiada perlindungan dan jaminan harmonis untuk tetap setia berdampingan. Tak layak sebuah kata harmonis untuk kehidupan rakyat yang selalu mengais iba dari para penguasa. Bukankah penguasa itu ibarat junnah "perisai" bagi rakyatnya? dan naik berkuasa atas pilihan rakyat. Namun kenapa harus berkhianat?

Menjadi pemimpin bukanlah perkara mudah. Pemimpin haruslah menjadi sosok yang mengayomi dan melayani rakyatnya.

Sebagaimana ditegaskan oleh Umar bin Khattab, "Sayyidul qaumi khadimuhum" yakni pemimpin adalah pelayan bagi yang dipimpinnya.

Beratnya tugas kepemimpinan tak hanya diadili di dunia, namun di akhirat kelak juga akan diminta pertanggungjawaban. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim disebutkan, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan surga baginya."

Dalam hadis lain disebutkan, "Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka neraka tempatnya," (Hadis Riwayat Ahmad).

Betapa beratnya menjadi seorang pemimpin hingga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam beberapa kali memberikan pesan kepada para pemimpin dan pejabat.
Beberapa pesan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada para pemimpin dan pejabat, sebagai berikut :

Pertama, Pemimpin harus amanah. Jabatan dan kepemimpinan pada dasarnya sebuah amanah yang harus diemban sebaik mungkin. Rasulullah berpesan, "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai Pemimpin." (HR. Muslim).

Kedua, Seorang pemimpin harus ahli dalam bidang yang dipimpin. Menjadi seorang Pemimpin haruslah mengetahui segala hal terkait yang dipimpinnya. Sebab, jika Negara dipimpin oleh seseorang yang tidak kapabel dibidangnya, maka hanya tinggal menunggu kegagalan.

Hal ini ditegaskan oleh Nabi Muhammad dalam sebuah hadis, "Tunggu masa kehancurannya, jika amanah telah disia-siakan. Para sahabat lalu bertanya, 'Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanah itu?', Rasulullah menjawab, 'Apabila sesuatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya'," (HR. Bukhari).

Ketiga, Pemimpin harus mencintai rakyatnya. Sudah menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk mengayomi, melayani, dan menyayangi rakyatnya. Dalam hubungan pemimpin dan rakyat, harus terikat rasa kasih sayang agar keduanya bisa merasakan keberuntungan dalam memimpin dan dipimpin.

Rasulullah bersabda, "Sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai, dan merekapun mencintaimu, kamu menghormati dan merekapun menghormatimu. Sebaliknya, seburuk-buruknya pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan merekapun membencimu. Kamu melaknat mereka dan merekapun melaknatmu," (HR. Muslim).

Itulah pesan indah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemimpin ataupun pejabat. Jika seorang pemimpin bisa amanah, ahli dalam bidangnya, serta memiliki jiwa penyayang kepada yang dipimpinnya, maka segala keburukan dalam kepemimpinannya bisa dihindari. Rasa cinta akan menghasilkan harmonisasi.

Sosok seperti ini bisa kita lihat saat kejayaan Islam. Para Khalifah memimpin dengan penuh tanggung jawab. Teliti dalam berbagai masalah rakyat dan rela menebus kesalahannya dengan segera memenuhi hak rakyat yang terlewatkan. Teladan yang masyhur pada masa kepemimpinan Umar bin Khathab, rela memanggul gandum ke tempat rakyatnya yang kelaparan karena kehabisan bekal makanan. Tentunya bukan karena abainya sang Khalifah. Begitupun pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz rakyat hidup sejahtera sampai pendistribusian zakat tak ada lagi yang mau menerima. Sementara sang Khalifah hidup dalam kesederhanaan.

Penguasa yang senantiasa menjalankan tugas dan amanah mengelola berbagai potensi Negeri, tak satupun yang diprivatisasi. Muhasabah menjadi pengingat bagi penguasa yang selalu siap taat bersama rakyat.

Luar biasa, bisa kita bayangkan hubungan antara rakyat dan penguasa akan senantiasa terjaga. Penerapan hukum untuk menata kehidupan yang wajib ditaati oleh seluruh warga Negara yang dipimpin langsung oleh kepala Negara. Hukum hanya milik Allah semata, tanpa ada kuasa manusia dalam merancangnya.

Walhasil, wajar demokrasi hukum sekuler, tak akan pernah mampu mengelola Negeri demi membahagiakan rakyat. Menjalin hidup yang harmonis. Karena hidup harmonis hanya tinggal mimpi dalam ilusi demokrasi. Saatnya berani berbenah diri, hilangkan air mata ibu pertiwi, tinggalkan demokrasi kembali kepada hukum Islam yang sejati.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Refleksi 92 Tahun Sumpah Pemuda, Sudahkah Pemuda Berdaya?
Next
Mengenal Nabi SAW dari Dekat jilid (1)
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram