"Adanya seruan Allah yang sifatnya takhlifi dan wadhi menjadikan syariat Islam sebagai hukum yang sempurna dan detail, sehingga manusia tidak perlu membuat aturan hukum sendiri di dalam kehidupan."
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rasa takut yang berlebihan terhadap penerapan syariat Islam secara kaffah di negeri mayoritas muslim merupakan anomali kehidupan. Persoalannya bukan karena tidak tahu indahnya Islam atau akhlak pengemban dakwahnya yang menawan, melainkan faktor kebencian terhadap Islam yang selalu didengungkan oleh para tokoh atau penguasa karena syahwat kekuasaan dan karakter ideologi secara umum dalam mempertahankan eksistensinya.
Ideologi adalah konsep pemikiran yang memiliki metode untuk diadopsi, diemban dan disebarkan agar dapat diterapkan di tengah masyarakat secara global. Selama ideologi itu masih ada dalam pikiran individu belum melebur kepada perasaan dan pemikiran masyarakat akan sulit untuk terjadinya perubahan pada ideologi yang baru. Pun perjuangan penerapan syariat Islam akan banyak menemui hambatan karena berbenturan dengan ideologi atau kebiasaan aturan hidup yang masih diyakini dan diterapkan masyarakat.
Butuh waktu dan kesabaran agar masyarakat tersadarkan untuk menerima syariat Islam secara alamiah sehingga terjadi perubahan secara alamiah pula. Dari sini kita bisa mengambil contoh jalan dakwah yang dilakukan Rasulullah saw. dalam mengubah pemahaman masyarakat dengan tiga tahapan dakwah, yaitu pembinaan secara intensif melalui tasqif (pembinaan tsaqafah) agar syariat Islam bisa dipahami secara utuh dan menyeluruh.
Kemudian interaksi dengan masyarakat (tafaul al ummah), yaitu menyampaikan dakwah politik menyangkut pengaturan segala urusan masyarakat yang diikuti dengan upaya mencari pertolongan dakwah (thalabun nushrah) kepada para tokoh masyarakat yang bisa memengaruhi opini secara umum sehingga terjadi penyerahan kekuasaan dari rakyat terhadap penerapan syariat Islam secara kaffah (istilami al hukmi).
Kekuasaan di Tangan Rakyat
Dalam pandangan syariat Islam, kekuasaan itu di tangan rakyat, namun kedaulatan berada pada hukum syarak atau syariat Islam. Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Asy-Syakshiyah Al-Islamiyah Juz 3, disebutkan bahwa hukum syariat yang dimaksud adalah seruan Allah Swt. terhadap para mukalaf (yang dikenai beban hukum) , baik menyangkut pokok-pokok syariat (ushul) maupun cabang-cabangnya (furu'), baik terkait perkara-perkara akidah maupun cabang-cabang hukum syariat.
Sementara pengertian hukum syariat itu sendiri dalam kitab Nidzam Al-Islam adalah Khithab Asy Syari' (seruan pembuat syariat) yang berkaitan dengan amal perbuatan hamba (manusia) , baik itu berupa ketetapan yang sumbernya pasti (qathi tsubut) seperti Al-Quran dan hadis mutawatir, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zhanni tsubut) seperti hadis yang bukan tergolong mutawatir.
Penyebutan frase khitabu asy Syaari' (seruan pembuat syariat) karena seruan tersebut tidak hanya Al-Quran (kitabullah), mencakup juga As-Sunnah dan Ijmak Sahabat dilihat dari statusnya yang menunjukkan pada seruan tersebut. Sehingga tidak akan timbul seruan tersebut hanya seruan Al-Quran saja, melainkan As-Sunnah juga merupakan wahyu, begitu pun ijmak sahabat yang mengungkapkan dalil dari As-Sunnah juga merupakan seruan pembuat Syariat.
Para ulama ushul fiqih telah mendefinisikan hukum syariat adalah seruan Allah Swt. yang berkaitan dengan perbuatan hamba, baik menyangkut al-Iqhtidha atau thalab (tuntutan), at-takhyir (pilihan) ataupun al wadh'u , yakni yang menjadi sebab, syarat, penghalang (al-mani), sah, batil, fasad atau ketetapan (azimah) dan rukhsah agar terlaksananya hukum syariat.
Adanya seruan Allah yang sifatnya takhlifi dan wadhi menjadikan syariat Islam sebagai hukum yang sempurna dan detail, sehingga manusia tidak perlu membuat aturan hukum sendiri di dalam kehidupan. Allah Swt. telah menyebutkannya dalam QS. An-Nahl: 89, "…Dan Kami telah menurunkan kepada kalian al-Kitab yang menjelaskan segala sesuatu…"
Syariat Islam juga telah sempurna sebagai nikmat Allah Swt. yang risalahnya disampaikan oleh baginda Rasulullah saw. sebagaimana isi kandungan QS. Al-Maidah ayat 3.
Syariat Islam Solusi Kehidupan
Sebagai aturan hidup yang sempurna, maka tidak sepantasnya kaum muslim berhukum dengan undang-undang atau aturan buatan manusia. Hal tersebut diingatkan Allah Swt. dalam QS. Al-Maidah: 44, yang menjelaskan bahwa barang siapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir. Sementara mereka yang mengaku muslim, namun tetap menolak syariat Islam termasuk orang-orang yang fasik. Bisa dilihat dalam QS. Al-Maidah ayat 45. Di lain ayat dikatakan sebagai orang-orang yang zalim. (QS Al Maidah:47)
Tanda Penguasa yang Zalim
Kezaliman adalah diksi yang erat kaitannya dengan kekusaaan karena lawan kata zalim adalah adil. Tentang pengusa yang zalim ini setidaknya dapat dilihat dari tanda-tandanya sebagai berikut: Pertama, penguasa yang menyusahkan rakyatnya, yaitu penguasa yang harusnya memudahkan rakyat dalam segala urusan atau hajat hidupnya, malah disusahkan oleh segala kebijakan yang memberatkan. Semisal, mahalnya harga kebutuhan pokok, BBM, sulitnya pekerjaan, dan hilangnya rasa aman dan nyaman dalam beribadah dan kewajiban dakwah. Rasulullah saw. sampai mengungkapkan dalam doanya, "Ya Allah barang siapa memimpin umatku, lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkan dia" (HR. Muslim)
Kedua, penguasa yang selalu menipu rakyat, yaitu penguasa yang sebelum berkuasa mengumbar janji manisnya, namun setelah berada dalam tampuk kekuasaan kenyataannya terasa pahit bagai empedu. Slogan kemakmuran nyatanya kehancuran. Penguasa seperti itu saat matinya diharamkan surga untuknya, seperti sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Ma'qi bin Yasar, "Tidak ada seorang penguasa pun yang memerintah kaum muslim, lalu dia mati sedang dia dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah mengharamkan baginya surga."
Karena itulah masyarakat jangan sampai terjebak dengan jargon-jargon kampanye mendekati pesta lima tahunan demokrasi yang menjadi ajang rebutan oligarki untuk menguasai suara di parlemen. Rakyat harus sadar dari hipnotis kaum kapitalis yang sengaja memancing suara rakyat dengan harga semurah-murahnya di balik bilik suara.
Sudah saatnya rakyat menyerahkan kekuasaannya kepada pemimpin yang amanah dengan aturan syariat Islam.
Kezaliman dalam sistem sekuler akan terus berlangsung karena akar masalahnya ada pada aturan atau sistemnya yang mengikuti hawa nafsu. Sementara syariat Islam bila diterapkan secara utuh dan menyeluruh, meskipun masih ada peluang pemimpin yang zalim, tetapi bisa ditangkal dengan nilai iman dan takwanya yang terjaga.
Tidak akan terjadi pengambilalihan kekuaasaan secara paksa dan berdarah-darah selama pemimpinnya masih menjalankan syariat Islam secara kaffah. Dalam sahih Bukhari dari Ubadah bin Shamit dia berkata: "….. Agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya… Beliau berkata: kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas, dan kalian memiliki bukti dari Allah tentangnya." Syekh Taqiyuddin An Nabhani memberikan keterangan, jika mereka memerintahkan dengan syariat Islam, maka tidak ada peperangan dan perebutan kekuasaan. Namun, jika sistem sekuler yang diterapkan, kaum muslim wajib memperjuangkan syariat Islam karena dengannya segala urusan agama dan masyarakat dapat terjaga dengan baik.
Wallahu'alam bish Shawwab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada penada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mgirimkan tulisan anda ke email [email protected]