"Iblis tidak akan pernah rida jika manusia diridai oleh Rabb-nya hingga ia mendapatkan ampunan dan balasan yang terbaik."
Oleh. Novida Sari, S.Kom.
NarasiPost.Com-Abdullah bin Ummi Makhtum merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad saw. yang menyandang disabilitas. Ia menjadi penyebab salah satu turunnya wahyu yang terekam pada surat ‘Abasa. Karena pada waktu itu, Abdullah datang tiba-tiba meminta izin untuk menanyakan satu hal kepada Rasulullah saw., namun Rasulullah saw. sempat tidak menghiraukannya karena sedang berbicara dengan pemuka Quraisy.
Setelah ditegur langsung oleh Allah Swt. perihal ini, maka Rasulullah saw. pun memanggil Abdullah bin Ummi Makhtum. Rasulullah saw. menerangkan terkait dengan turunnya wahyu itu kemudian mengajarkan Abdullah bin Ummi Makhtum akan hal-hal yang ingin ditanyakannya. Hingga pada akhirnya Abdullah bin Ummi Makhtum masuk Islam. Sejak saat itu, Rasulullah saw. memuliakan Abdullah bin Ummi Makhtum. Bahkan, ia menjadi orang kepercayaan Rasulullah saw. Setiap kali Rasulullah saw. melakukan safar ke medan perang, maka Rasullullah mengangkat Abdullah bin Ummi Makhtum untuk menjadi wali sementara di kota Madinah selama Rasul safar. Selain itu, Rasulullah saw. juga menunjuknya menjadi muazin selain sahabat Bilal bin Rabah.
Meskipun menderita tunanetra, Abdullah bin Ummi Makhtum yang tergolong sebagai assabiqunal awwalun ini tetap bersemangat di dalam menjalankan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. termasuk dalam berjihad. Meskipun pada dirinya ada uzur syar’i yang dapat mengecualikannya untuk ikut berjihad. Kenyataannya ia ikut perang Al-Qadisiyah di bawah komando Sa’ad bin Abi Waqqash setelah berulang kali mengemukakan tekad dan keinginannya untuk ikut berjihad. Sehingga Abdullah bin Ummi Makhtum menjadi muslim tunanetra pertama yang ikut berperang di dalam sejarah Islam.
Suatu waktu di masjid Nabawi, Abdullah bin Ummi Makhtum mengikuti kajian Rasulullah saw. Pada waktu itu, Rasulullah saw. menyampaikan tentang keutamaan seorang muslim yang mendengarkan azan untuk bersegera menunaikan salat berjemaah di masjid. Saking utamanya, Rasulullah saw. sampai menyebutkan untuk tetap pergi ke masjid meskipun dalam keadaan merangkak.
Dengan penuh keimanan, Abdullah bin Ummi Makhtum bergegas pergi ke masjid. Akan tetapi, di tengah jalan kakinya tersandung batu hingga berdarah, akan tetapi ia tetap melanjutkan perjalanannya ke masjid.
Keesokan harinya, seorang pemuda yang ramah menawarkan bantuan untuk menuntun Abdullah bin Ummi Makhtum pergi dan pulang dari masjid. Tidak hanya satu kali saja, bahkan setiap hari. Hingga tebersit di dalam diri Abdullah bin Ummi Makhtum untuk menanyakan nama si penolong tersebut agar Abdullah bisa mendoakan kebaikan untuknya.
Ketika ditanya nama si pemuda itu untuk didoakan, ternyata pemuda tersebut menolak untuk didoakan. Sontak Abdullah bin Ummi Makhtum terkejut, sehingga ia pun menolak untuk terus dibantu si pemuda asing itu. Hingga akhirnya pemuda itu mengakui bahwa dia adalah iblis yang tidak perlu didoakan oleh Abdullah bin Ummi Makhtum.
Mendengar pengakuan iblis, Abdullah bin Ummi Makhtum heran atas yang dilakukan oleh iblis. Karena tugas iblis adalah untuk menjauhkan manusia dari beribadah kepada Allah Swt., akan tetapi dengan polosnya iblis menjawab bahwa pada hari Abdullah bin Ummi Makhtum tersandung batu saat menuju masjid sehingga berdarah-darah, maka iblis yang mendengar bahwa Allah Swt. telah mengampuni setengah dari dosa Abdullah bin Ummi Makhtum. Oleh karena itu, iblis tidak rela jika nanti Abdullah bin Ummi Makhtum tersandung batu lagi maka seluruh dosa Abdullah bin Ummi Makhtum akan terhapus.
Dari sini, ada ibrah berharga yang bisa diambil. Bahwasanya iblis tidak akan pernah rida jika manusia diridai oleh Rabb-nya hingga ia mendapatkan ampunan dan balasan yang terbaik. Segala tipu daya akan dilakukannya, asalkan surga Allah Swt. itu sepi, sementara nerakanya ramai karena iblis memiliki banyak teman yang disiksa di dalam neraka. Oleh karena itu, seorang mukmin harus senantiasa waspada atas segala jenis tipu daya yang dilancarkan oleh iblis bersama sekutunya. Wallahu a’lam.[]