Binasa karena Durhaka

"Peringatan dari Allah sudah cukup kiranya sebagai teguran dan pelajaran berharga agar umat ini kembali menerapkan aturan-Nya secara kaffah."

Oleh. Yulweri Vovi Safitria

NarasiPost.Com-"Dan tidak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari Kiamat atau Kami siksa (penduduknya) dengan siksa yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Lauh Mahfuzh)." (QS. Al-Isra': 58)

Sebagai umat akhir zaman, tentu kita harus banyak belajar dari umat terdahulu yang dibinasakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena durhaka. Ada kaum Nabi Nuh alaihissalam yang Allah binasakan melalui banjir bandang. Raja Namrud yang hidup di zaman Nabi Ibrahim alaihissalam, Allah binasakan melalui perantara nyamuk. Kaum Nabi Luth alaihissalam, Allah jungkir balikkan negeri mereka karena kedurhakaan dan kemaksiatan yang mereka lakukan, di mana tidak ada kemaksiatan sedemikian rupa sebelum kedatangan kaum ini.

Dewasa ini, kedurhakaan kita kepada Allah Ta'ala semakin nyata, kemaksiatan merajalela dengan dalih kebebasan hak asasi manusia. Bahkan, untuk mendakwahkan yang hak harus siap-siap dengan segala risiko yang mungkin saja tengah mengintai. Berita pelecehan, kekerasan, pembunuhan, korupsi, dan berbagai tindakan kriminal lainnya menjadi santapan setiap hari. Baik itu media cetak maupun media online. Hal itu membuat kita bergidik, sampai kapan masalah ini akan berakhir?

Berbagai masalah di atas ibarat lingkaran setan, satu belum selesai, masalah lain sudah datang. Meskipun ada yang dihukum dan berakhir di balik jeruji, tidak serta merta masalah tersebut tuntas. Sebaliknya, makin menjamur bak cendawan di musim hujan.

Hal ini disebabkan karena tidak diterapkannya aturan Sang Pencipta dalam mengatur kehidupan. Fungsi agama hanyalah sebagai pengatur ibadah wajib, tidak untuk mengatur perilaku masyarakat, apalagi mengatur negara. Alhasil, problematika yang terjadi saat ini ibarat benang kusut yang tidak mungkin bisa terurai. Ya, begitu rumit dan komplit.

Keberadaan kaum Sodom serta kemaksiatan yang dilakukannya pun semakin terlihat nyata. Mereka tampil terang-terangan di depan publik tanpa ada rasa malu. Mereka telah menyalahi fitrahnya sebagai makhluk yang berakal. Pengakuan atas hak-hak mereka yang digaungkan oleh negara-negara di dunia membuat mereka semakin eksis. Mereka menganggap hal itu adalah bagian dari takdir. Sungguh membuat kita miris. Padahal, sudah sangat jelas dan gamblang digambarkan Allah di dalam Al-Qur'an akan azab-Nya yang pedih.

"Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu (terjungkir balik sehingga) yang di atas ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi." (QS. Hud [11]: 82)

Sebagai orang yang beriman, perbuatan kaum Sodom era milenial tentunya mengusik nalar kita. Generasi yang seharusnya menjadi tonggak perubahan justru asyik dan terlena oleh nafsu duniawi dan semakin kehilangan jati diri. Lalu, mau dibawa ke mana masa depan generasi yang menjadi harapan umat?

Sementara itu, aturan hidup yang bersumber dari kecerdasan akal pikiran manusia hingga detik ini tidak mampu mengatasi berbagai masalah, juga tidak mampu menjaga fitrah manusia. Sebaliknya, justru membuka ruang gerak bagi pelaku dan diakui di segala lini.

Timbul sebuah pertanyaan, apakah akan tetap bertahan dengan sistem saat ini atau memilih aturan Ilahi yang pasti menyejahterakan umat manusia? Sebagaimana dahulu diterapkan pada masa kepemimpinan Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wassalam dan dilanjutkan pada pemerintahan Khilafah, di mana para pelaku kriminal, pelecehan agama, koruptor, pembunuhan, perzinaan, dihukum berdasarkan aturan yang bersumber dari Rabb Semesta Alam. Misalnya, hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina. Alhasil, hukuman yang diberikan memberikan efek jera bagi para pelaku dan masyarakat lainnya.

Lantas, apa yang membuat umat saat ini menolak aturan-Nya? Apakah menunggu azab yang lebih menyakitkan atau menunggu umat ini binasa sebagaimana binasanya umat terdahulu karena durhaka pada-Nya. Peringatan dari Allah sudah cukup kiranya sebagai teguran dan pelajaran berharga agar umat ini kembali menerapkan aturan-Nya secara kaffah.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan) dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

Pilihan ada di tangan kita, ingin Islam kaffah atau binasa dengan mengikuti langkah-langkah setan, yaitu musuh yang nyata bagi manusia. Wallahu'alam bisshawab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Yulweri Vovi Safitria Kontributor NarasiPost.com
Previous
Orkestra Literasi
Next
Tak Ada Ketaatan dalam Kemaksiatan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram