“Tanpa ilmu, hidup bagaikan berjalan di tengah kegelapan. Sejatinya, ilmu adalah cahaya. Tanpa cahaya, manusia tidak akan mampu membedakan antara yang haq dan batil. Hidup tanpa ilmu juga akan membuat manusia sulit menerima kebenaran dan berhati kerdil. Hal itu akan menjadikannya mudah tertipu oleh setan yang selalu menggoda dan membisiki hati manusia.”
Oleh: Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- Rasul saw. bersabda:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ
Artinya: “Barang siapa menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu, siapa saja yang menginginkan akhirat, hendaklah ia menguasai ilmu, dan barang siapa menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah ia menguasai ilmu.” (HR. Ahmad)
Hadis di atas hendaknya menjadi penyemangat bagi kaum muslim untuk menuntut ilmu, terutama ilmu agama. Sebab, ilmu akan menjadikan kita mengetahui banyak hal, mengetahui baik buruk, benar salah, dan halal haram. Pengetahuan tersebut akan membuat kita hati-hati dalam bertindak dan mampu mengambil sikap dalam setiap amal perbuatan. Kita tidak akan gegabah dalam menilai sesuatu. Segalanya dilakukan dengan penuh perhitungan agar tidak melanggar aturan agama.
Mementingkan Ilmu Dunia
Namun sayang, di zaman sekarang, semangat untuk menuntut ilmu agama semakin mereda. Kaum muslim menganggap bahwa belajar agama hanya untuk para ulama, ustaz/ustazah, dan penceramah. Selain itu, ada juga yang beranggapan bahwa ilmu dunia lebih penting. Mereka sampai rela menghabiskan waktu, tenaga, dan harta benda demi meraih ilmu dunia. Mereka juga rela jauh dari keluarga untuk menuntut ilmu ke luar negeri. Semua dilakukan dengan harapan setelah lulus akan memperoleh pekerjaan yang bagus. Dengan pekerjaan yang bagus, otomatis bisa mendapatkan gaji yang besar dan karier yang cemerlang.
Begitulah pemahaman yang ada dalam benak umat muslim saat ini. Pemahaman keliru ini yang membuat umat muslim tidak tertarik untuk menuntut ilmu agama. Bukankah mempelajari ilmu agama itu fardu kifayah? Kewajiban menuntut ilmu sudah gugur jika sudah ada sebagian orang sudah mengerjakan. Pemikiran seperti itu adalah kesalahan yang sangat fatal. Sebaliknya, setiap muslim diwajibkan untuk mencari ilmu sebagaimana sabda Rasul saw.: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Dengan merujuk sabda Rasul saw. tersebut menunjukkan bahwa menuntut ilmu itu wajib untuk seluruh umat muslim tanpa terkecuali. Kewajiban itu juga tidak memandang jenis kelamin maupun status sosial. Dari penguasa hingga rakyat jelata, semua punya kewajiban yang sama. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menghindari kewajiban ini.
Alasan Tak Masuk Akal
Alasan yang tidak masuk akal juga sering kita dengar ketika disampaikan tentang kewajiban menuntut ilmu. Ada yang merasa malu karena usia yang sudah lanjut sehingga sudah tidak perlu lagi untuk belajar agama. Menuntut ilmu di usia tua hanya membuang-buang waktu dan perbuatan yang sia-sia. Astagfirullah.
Bukankah saat usia kita sudah tua justru seharusnya lebih bersemangat untuk menuntut ilmu? Itu semua demi untuk mendapatkan bekal kebaikan sebaik-baiknya selama hayat masih dikandung badan. Meskipun dengan banyak keterbatasan yang mengiringi karena berkurangnya kemampuan dalam menerima dan mencerna ilmu yang dipelajari. Entah itu pendengaran yang sudah tidak tajam lagi ataupun tidak mampu untuk duduk lama-lama karena tubuh sudah tidak bisa diajak kompromi.
Pemikiran Beracun
Pemikiran yang sama juga meracuni para remaja. Benak mereka dipenuhi keinginan untuk menikmati masa muda dengan berhura-hura dan kegiatan unfaedah lainnya. Maka, tidak heran jika mereka menolak saat diajak untuk menuntut ilmu. Alasannya pun sungguh membuat kita mengelus dada. Sebagian dari mereka berpikir bahwa menuntut ilmunya nanti saja kalau sudah tua. Masa muda harus dinikmati karena hidup hanya sekali.
Mereka mungkin lupa bahwa ajal bisa datang tiba-tiba. Kematian datang tanpa menunggu usia tua. Kematian juga tidak mengenal sehat atau sakit. Bukankah umur kita ada yang punya, yaitu Allah Swt.? Mereka seolah-olah tidak peduli. Mereka tidak mau dipusingkan dengan berbagai aturan agama yang dianggapnya membatasi kebebasan. Islam melarang ini dan itu, harus begini dan begitu. Itulah yang ada di benak generasi muda saat ini. Sungguh sebuah pemikiran yang mengiris hati nurani.
Apa yang ada di dalam benak kaum muslim dan generasi muda saat ini, menandakan bahwa taraf berpikir umat sudah sedemikian menurun. Keinginan untuk bangkit dari keterpurukan seakan-akan telah hilang. Mereka sudah merasa nyaman dengan kondisi sekarang, padahal kondisi umat sudah makin rusak. Pergaulan remaja yang mengagungkan kebebasan, kemaksiatan dan kejahatan yang tidak bisa diredam, dan hilangnya peran masyarakat dan negara karena tidak paham dengan Islam. Semua itu berawal dari ditinggalkannya aktivitas menuntut ilmu.
Mereka merasa sudah puas dengan ibadah ritualnya. Sedangkan hal itu baru merujuk kepada ketaatan di ranah individu belaka. Sementara, di ranah kehidupan bermasyarakat dan bernegara juga membutuhkan adanya ketaatan kepada Allah Swt..
Masyarakat yang paham Islam akan berfungsi sebagai benteng pertahanan saat ada individu- individu yang akan melakukan pelanggaran aturan Islam. Itulah fungsi dari kontrol masyarakat yang sesungguhnya. Antaranggota masyarakat berupaya saling mengajak dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya: “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (kelompok) yang mengajak kepada kebajikan (Islam) dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(TQS. Ali Imran [3]: 104)
Negara juga berperan sebagai pelaksana aturan Islam. Amanah menegakkan syariat Islam ada pada seorang pemimpin. Kepala negara yang berilmu pasti akan memiliki pemahaman bahwa seorang kepala negara/imam adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab dengan rakyat yang dipimpinnya. Seorang imam sadar betul bahwa rakyat adalah amanah yang harus dijaga, disejahterakan dan dilindungi, sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya seorang imam itu adalah pemimpin dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari dua dalil di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa peran masyarakat dan negara akan mampu memberikan pengaruh positif dalam menjaga ketaatan seluruh kaum muslim. Sebuah ketaatan yang akan membawa umat menuju jalan ketakwaan hakiki kepada Allah Swt. Ketaatan kepada hukum- hukum Allah haruslah menyeluruh dan totalitas. Allah Swt. berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."(QS. Al-Baqarah [2]: 208)
Keutamaan Menuntut Ilmu
Untuk mengetahui aturan-aturan Islam yang begitu menyeluruh, maka kewajiban menuntut ilmu tidak boleh diremehkan, apalagi sampai ditinggalkan.
Menuntut ilmu agama juga tidak mungkin membuat kita merugi. Namun sebaliknya, kita justru akan memperoleh banyak keutamaan. Salah satunya adalah akan selalu dinaungi oleh para malaikat, seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadis, Rasul saw.: “Selamat datang, wahai penuntut ilmu. Sungguh, penuntut ilmu benar-benar ditutupi para malaikat dan dinaungi dengan sayap-sayapnya. Mereka saling bertumpuk hingga mencapai langit dunia (langit paling dekat dari bumi) karena kecintaan mereka (malaikat) kepada ilmu yang dia pelajari."(HR. Ath-Thabarani)
Selain dinaungi oleh malaikat, masih ada lagi keutamaan yang akan kita peroleh saat menuntut ilmu. Keutamaan tersebut adalah dimudahkan jalan menuju surga, sebagaimana sabda Rasul saw.: “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Alangkah beruntungnya orang-orang yang mau bersusah payah untuk menuntut ilmu. Mereka mendapatkan keutamaan yang luar biasa dari Allah Swt.. Adakah yang lebih baik dari keutamaan tersebut?
Sebenarnya masih banyak keutamaan-keutamaan lain yang bisa kita peroleh saat menuntut ilmu. Namun, dengan dua keutamaan tersebut, semoga mampu menghidupkan kembali semangat untuk menuntut ilmu. Sebab hanya dengan ilmu, hidup ini menjadi terarah dan membawa berkah.
Tanpa ilmu, hidup bagaikan berjalan
di tengah kegelapan. Sejatinya, ilmu adalah cahaya. Tanpa cahaya, manusia tidak akan mampu membedakan antara yang haq dan batil. Hidup tanpa ilmu juga akan membuat manusia sulit menerima kebenaran dan berhati kerdil. Hal itu akan menjadikannya mudah tertipu oleh setan yang selalu menggoda dan membisiki hati manusia. Hal ini pernah dikatakan oleh Ibnu al- Jauzi rahimahullah: “Ketahuilah bahwa tipuan iblis yang pertama kali kepada manusia adalah dengan membuat mereka berpaling dari ilmu. Sebab sesungguhnya, ilmu adalah cahaya. Ketika iblis mampu memadamkan cahaya-cahaya manusia, maka iblis akan mudah menjatuhkan mereka dalam kegelapan (kesesatan) sebagaimana yang dia kehendaki.”(Ibnu al- Jauzi. Mei, 2022.Tablis Iblis. Al-Waie, hlm. 739)
Andai saja aktivitas menuntut ilmu menjadi amalan yang diutamakan, niscaya keberkahan hidup akan kita dapatkan. Ketakwaan individu berpadu dengan peran masyarakat dan negara yang telah menerapkan aturan Islam. Penerapan Islam pasti akan membawa umat muslim kepada sebuah kemuliaan.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab[]