Tsaubu Syuhrah

Siapa saja yang mengenakan pakaian kemasyhuran, Allah akan memakaikan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian menyalakan api di dalamnya."

Oleh: Mariyah Zawawi

NarasiPost.Com-Berpakaian adalah cara manusia menutup aurat. Pada awal kehidupan manusia, pakaian dibuat dari bahan yang sederhana. Ada yang dari kulit pohon atau kulit binatang. Seiring dengan berkembangnya peradaban manusia, pakaian bukan lagi sekadar penutup aurat. Bahannya juga bermacam-macam. Ada yang alami, misalnya dari kapas, serat nanas, atau benang sutra. Ada pula yang sintetis, seperti rayon atau polyester. Ada yang murah, ada pula yang mahal.

Dalam perkembangannya, pakaiaan kemudian tak sekadar sebagai penutup aurat. Namun juga dapat menunjukkan jati diri pemakainya. Pakaian dapat menunjukkan dari kelas sosial mana si pemakainya. Bahkan juga menunjukkan dari golongan apakah dirinya.

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur semua tingkah laku manusia, termasuk dalam berpakaian. Dalam sebuah hadis dari Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda,

إحذروا الشهرتين الصوف والخز

"Jauhilah oleh kalian dua pakaian kemasyhuran, wol dan sutra."

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Abdurrahman as-Sulami dalam Sunan as-Suufiyyah.

Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. juga menyampaikan hal yang sama. Bahkan, juga menyebutkan ancaman bagi mereka yang melakukannya. Misalnya dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Dzar, Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang mengenakan pakaian kemasyhuran, Allah akan berpaling darinya hingga ia melepaskannya, kapan pun ia melepaskannya."

Kemudian dalam Sunan Abu Dawud dan Ibnu Majah, dari Ibnu Umar ra. disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang mengenakan pakaian kemasyhuran, Allah akan memakaikan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian menyalakan api di dalamnya."

Seorang ulama hadis, Abdullah Muhammad Ash-Shiddiq al-Ghumary al-Idrisy dalam kitabnya Al-Ahaaditsu al-Mukhtaarah fii al-Akhlaaq wa al-Aadaab menjelaskan hal ini. Menurut beliau, yang dimaksud dengan tsaubu syuhrah atau pakaian kemasyhuran adalah pakaian yang bisa memalingkan pandangan. Pakaian ini membuat orang tertarik untuk melihatnya. Sebab, pakaian dari tenunan wol itu biasanya dipakai oleh orang-orang saleh dan zuhud. Mereka yang melihatnya akan menganggap yang memakainya pasti orang saleh dan zuhud. Sedangkan pakaian dari sutra adalah pakaian yang mahal. Biasa dipakai oleh mereka yang berduit.

Nah, pakaian dari wol yang dipakai oleh para sufi itu bukan pakaian dari wol yang mahal, seperti yang biasa dipakai oleh mereka yang kaya untuk menghangatkan tubuh. Wol yang dimaksudkan di sini adalah wol yang kasar. Kain wol itu ditenun secara sederhana dari bulu domba. Para sufi itu memakai pakaian dari wol yang kasar untuk menunjukkan bahwa mereka telah menjauhkan diri dari kemewahan dunia. Mereka memilih untuk hidup dalam kesederhanaan dan kemiskinan.

Seandainya ada orang yang memakai pakaian seperti itu, orang-orang akan mengira bahwa dia adalah orang yang saleh. Kemudian, mereka meminta fatwa darinya. Padahal, sebenarnya ia tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan fatwa. Akibatnya, ia akan memberikan fatwa yang tidak tepat. Sehingga ada semacam kebohongan di sini.

Demikian pula jika ada orang yang mengenakan pakaian yang mahal. Misalnya terbuat dari sutra atau bertaburkan emas dan batu permata yang mahal. Ia mengenakan pakaian itu dengan perasaan sombong. Pakaian yang mahal itu membuatnya merasa lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang lain. Sebab, orang-orang itu tidak mampu membeli pakaian seperti yang dikenakannya. Padahal, mahal atau tidaknya pakaian kita, tidak akan menentukan derajat kita di hadapan Allah Swt.

Inilah yang dimaksud dengan larangan memakai pakaian dari wol atau sutra sebagai pakaian kemasyhuran. Yang pertama, memakai pakaian wol yang kasar agar dianggap sebagai orang saleh. Sedangkan yang kedua memakai pakaian dari sutra disertai dengan rasa sombong. Karena itulah, keduanya dilarang oleh Rasulullah saw. Bahkan, larangan itu disertai dengan adanya ancaman bahwa pelakunya akan mendapatkan azab dari Allah. Ini menunjukkan bahwa larangan itu berarti haram.

Maka, dalam berpakaian pun kita tidak boleh berlebihan. Bahkan, Rasulullah saw. pernah berpesan kepada Aisyah ra. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Beliau saw. bersabda,

إِنْ سَرَّكِ اللُّحُوْقُ بِيْ فَلْيَكْفِكِ مِنَ الدُّنْيَا كَزَادِ الرَّاكِبِ وإيَّاكِ وَمجَالِسَةَ الْأَغْنِيَاءِ وَلَا تَسْتَخْلِفِيْ ثَوْبًا حَتّى تَرْقِعِيْهِ

"Jika engkau bahagia mengikutiku, cukupkanlah dunia seperti bekal orang yang melakukan perjalanan. Jauhilah bergaul dalam majelis orang kaya. Janganlah engkau mengganti pakaian dengan yang baru hingga engkau menambalnya."

Terkadang, pergaulan memang bisa memengaruhi kita. Karena terbiasa bergaul dengan orang-orang yang kaya, standar kita bisa jadi akan berubah. Mungkin awalnya cukup menggunakan baju, tas, sepatu yang harganya murah, mereknya juga tidak terkenal. Namun, setelah bergaul dengan orang-orang kaya, dengan para sosialita, kita hanya mau menggunakan baju, tas, dan sepatu yang mahal. Mereknya juga harus terkenal. Yang awalnya cukup puas memakai sandal jepit seharga 10 ribu, setelah bergaul dengan para sosialita, mengharuskan kita memakai sandal jepit seharga 1 juta.

Memang, Rasulullah saw. telah memerintahkan kepada kita untuk bersikap zuhud. Zuhud dalam arti meletakkan dunia di tangan kita, bukan di dalam hati kita. Maka, dunia tidak kita jadikan sebagai tujuan. Seperti yang disampaikan oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani,

"Janganlah engkau memasukkan dunia di dalam hatimu. Tapi, biarkanlah dunia itu berada di depan pintu hatimu."

Namun, bukan berarti kita harus berpakaian yang buruk, yang compang-camping. Bagaimanapun, Allah memerintahkan kepada kita untuk menampakkan nikmat dari-Nya. Di dalam Al-Qur'an Surat adl-Dluha ayat ke 11, Allah berfirman,

وأما بنعمت ربك فحدث

"Adapun dengan nikmat Tuhanmu, hendaknya kamu nyatakan."

Maka, berpakaian yang indah dan layak adalah salah satu bentuk menampakkan nikmat Allah kepada kita. Dalam hal ini, boleh-boleh saja kita memakai pakaian yang mahal, asalkan tidak disertai dengan kesombongan. Wallaahu a'lam bishshawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Generasi Istimewa, Penegak Peradaban Mulia, Lahir dari Sistem Paripurna
Next
Singapura Takut Rezim Taliban Bangkitkan Terorisme di Asia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram