“Sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan ahli surga sebagaimana yang tampak bagi manusia, padahal ia adalah ahli neraka dan sesungguhnya seseorang melakukan amalan ahli neraka sebagaimana yang tampak bagi manusia, padahal ia adalah ahli surga.” (HR Al Bukhari no. 4207, di dalam Kitab Al Maghazi, Bab: Ghazwah Khaibar)
Oleh: Novida Sari, S.Kom
NarasiPost.Com-Jangan tertipu dengan penampilan karena keimanan dan ketakwaan tidak dapat diukur hanya dari cover luar. Bisa jadi, seseorang yang nampak hina di mata manusia, ternyata mulia di mata Allah Swt. ataupun sebaliknya. Peristiwa Khaibar telah menyisakan secuil kisah sangat berharga yang dapat diambil dari sisi penampilan.
Pada Kitab As Sirah Al Halabiyyah dan Zaad Al Ma’ad disebutkan bahwa seorang budak berkulit hitam Habasyah yang sedang menggembalakan kambing-kambing majikannya, melihat penduduk Khaibar mengambil senjata.
Lantas penggembala ini bertanya, “Apa yang akan kalian lakukan?”
Penduduk Khaibar menjawab, “Kami akan memerangi orang yang mengaku dirinya seorang nabi.”
Hati si budak hitam ini terpengaruh ketika mendengar kata nabi.
Disebutkan, tanpa berpikir panjang, ia menemui Nabi Muhammad saw. dengan membawa kambing-kambing gembalaannya. Kemudian ia bertanya kepada Nabi saw.,
“Apa yang kamu katakan? Apa yang kamu dakwahkan?”
Sabda Rasulullah saw., “Aku mengajak (manusia) kepada Islam, kamu bersaksi bahwa sungguh tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan sungguh aku adalah utusan Allah, dan kamu tidak beribadah kecuali kepada Allah.”
Penggembala inipun masuk Islam, kemudia ia berkata, “Wahai Nabi Allah, kambing-kambing ini merupakan amanat kepadaku.”
Maka Rasulullah saw. bersabda, “Keluarkanlah dari sisimu lalu lemparkanlah ke Al Hashba, sungguh Allah Swt. akan menunaikan amanatmu.”
Kemudian penggembala itu pun melakukan sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, lalu kambing-kambing tersebut kembali kepada tuannya. Dari sini, orang Yahudi telah mengetahui bahwa budak mereka telah masuk agama Islam.
Rasulullah saw. berdiri di hadapan manusia, kemudian Rasulullah saw. menasihati dan memberikan semangat juang untuk berjihad.
Pasukan muslim dan Yahudi Khaibar pun bertempur, maka terbunuhlah orang-orang yang terbunuh, termasuk budak hitam Habasyah tersebut.
Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh Allah telah memuliakan hamba sahaya ini lalu menggiringnya ke Khaibar. Sungguh aku melihat dua bidadari di kepalanya dan ia belum pernah sujud kepada Allah sama sekali.”
Berbeda dengan budak hitam, seorang Arab Badui yang datang kepada Rasulullah saw. kemudian mengimaninya. Arab Badui ini pun mengikuti hijrahnya Rasulullah saw. Ketika terjadi perang Khaibar, Rasulullah saw. membagi-bagikan rampasan perang atas beberapa pintu gerbang Khaibar yang sudah ditaklukkan, termasuk kepada si Arab Badui.
Lalu ia berkata, “Apa ini, wahai Rasulullah?”
Rasulullah saw. bersabda, “Bagian yang telah kutetapkan untukmu.”
Arab Badui itu pun berkata, “Aku mengikutimu bukan karena ini. Akan tetapi, aku mengikutimu karena aku ingin terkena lemparan panah di sini (seraya mengisyaratkan lehernya), lalu aku meninggal dan aku masuk surga”
Rasulullah saw. pun bersabda, “Jika kamu jujur kepada Allah, maka Allah akan membalas kejujuranmu.”
Arab Badui itu pun bangkit memerangi musuh. Kemudian setelah beberapa waktu, ia pun dibawa kepada Nabi saw. dalam keadaan terbunuh.
Nabi saw. bertanya, “Apakah ini adalah dia?”
Para Sahabat menjawab, “Ya, Rasulullah.”
Rasulullah saw. bersabda, “Dia telah jujur kepada Allah, maka Allah membalas kejujurannya.”
Kemudian Rasulullah saw. mengafaninya dengan jubahnya, membawanya ke depan dan menyalatkannya.
Di antara doa Nabi saw., “Ya Allah, inilah hamba-Mu yang keluar berhijrah di jalan-Mu, dia terbunuh dalam keadaan syahid dan aku menjadi saksi atasnya.” (HR. An Nasa’i, Ath Thahawi dalam Syarh Ma’ani Al Atsar, Al Hakim, dan Al Baihaqi).
Akan tetapi, ada seorang laki-laki di antara pasukan kaum muslimin yang tidak membiarkan orang musyrik kecuali membunuhnya dengan pedangnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya laki-laki ini ahli neraka.”
Para sahabat pun bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah di antara kami masuk surga jika ia masuk neraka?”
Seorang laki-laki berkata, “Demi Allah, ia tidak meninggal dalam keadaan ini selamanya.”
Ia terus mengikutinya hingga laki-laki itu terluka. Ketika lukanya kian parah, laki-laki yang disebut Rasulullah saw. itu pun mempercepat kematiannya. Ia menancapkan pedangnya ke tanah dan ujungnya dilekatkan ke tengah-tengah dadanya. Kemudian ia menindihnya hingga membunuh dirinya.
Kemudian laki-laki yang mengikutinya datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Aku bersaksi bahwa sesungguhnya engkau adalah utusan Allah.”
Rasulullah saw bertanya, “Kenapa?” Laki-laki itu pun menceritakan peristiwa bunuh diri tersebut.
Kemudian Rasulullah saw. pun bersabda, “Sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan ahli surga sebagaimana yang tampak bagi manusia, padahal ia adalah ahli neraka dan sesungguhnya seseorang melakukan amalan ahli neraka sebagaimana yang tampak bagi manusia, padahal ia adalah ahli surga.” (HR Al Bukhari no. 4207, di dalam Kitab Al Maghazi, Bab: Ghazwah Khaibar)
Ketiga penggal peristiwa Khaibar ini telah menunjukkan bahwa penampilan dapat menipu mata manusia. Seorang hamba sahaya berkulit hitam ternyata memiliki kemerdekaan di dalam keimanan. Sehingga ketika ia melihat risalah itu datang, segera ia sambut tanpa pikir panjang terhadap konsekuensi duniawi yang akan dihadapinya. Sehingga, Allah Swt. pun memuliakannya meskipun ia tidak pernah sujud sebelumnya.
Begitu juga seorang Arab Badui yang memiliki perbedaan kontras dengan masyarakat yang tinggal menetap membangun peradaban. Dengan kesederhanaan dan kejujurannya, ia ingin masuk surga dengan terbunuh di dalam peperangan. Maka Allah Swt. pun memuliakannya, walaupun ia terbelakang jika dibandingkan dengan bangsa Arab yang lain. Dan seorang laki-laki yang dikira pahlawan, kenyataannya ia penghuni neraka karena tidak tahan akan sakitnya medan peperangan. Bunuh diri yang dimurkai Allah Swt. pun ia lakukan.
Kita tidak tahu bagaimana akhir kehidupan tiap hamba. Akan tetapi, kita bisa memilih ketika ujian itu datang menyapa. Tak lupa, mintalah dikuatkan dan diistikamahkan oleh Allah Swt. agar di akhir perjalanan nanti, kita kembali dalam keadaan yang Allah rida, meskipun mungkin manusia mengira kita bukan apa-apa.[]