Qishash: Menenteramkan Jiwa

"Tidak adanya kepuasan hukum, terlebih lagi rasa keadilan dalam kasus yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia, menjadi catatan penting betapa buruknya aturan manusia dalam menyelesaikan kasus pembunuhan."

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Mengikuti perkembangan berita pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo yang menjadikan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E sebagai tersangka sekaligus saksi kunci atas peristiwa tersebut, membuat masyarakat semakin hilang kepercayaan terhadap kinerja aparat penegak hukum di negeri ini.

Menurut pakar hukum yang pernah mengajar di Akademi Kepolisian, Prof. Suteki, mengatakan bahwa nilai spiritual penegak hukum sangat memprihatinkan. Pudarnya wibawa kelembagaan karena hukum dijadikan industri atau adanya mafia yang bermain di balik kasus sehingga hukum tidak lagi memberikan keadilan bagi seluruh rakyat.

Seperti diberitakan Harian Tribun Jabar pada 15/8/2022, ada dugaan bahwa kasus pembunuhan Brigadir J mengarah kepada dimensi struktural, dalam artian ada relasi kuasa. Oleh karena itu, menurut Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo Suroyo, perlu adanya perlindungan bagi saksi dalam kasus Irjen FS karena ada ancaman dari relasi kuasa.

Hukum Minus Keadilan

Dalam berbagai kasus pembunuhan di negeri ini, saksi kunci sering kali menghadapi penekanan dari pihak-pihak yang memang memiliki kepentingan agar kasus tersebut tidak menyeret para pelaku yang sebenarnya. Masih banyak misteri tentang dalang dari kasus yang ditengarai sebagai rekayasa dari sebuah kepentingan kekuasaan, juga hierarki dalam kelembagaan yang menerapkan sistem sekularisme.

Hilangnya barang bukti atau kurangnya pembuktian membuat pihak korban sering kali tidak mendapatkan keadilan, apalagi jika kasusnya menyangkut para pembesar yang berada di atas hierarki kelembagaan penegak hukum itu sendiri. Mencuatnya kode senyap (code of silent), sebagaimana pendapat Reza Indragiri Amril, seorang psikolog forensik, ia menilai dalam penanganan kasus Brigadir J ini terdapat kode senyap yang diduga dilakukan oleh sub instansi kepolisian.

Pengertian kode senyap itu sendiri adalah subkultur yang cenderung sebagai tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh sesama anggota polisi untuk menutup-nutupi suatu kesalahan yang dilakukan. Menurut pengamat politik, Agung Wisnu Wardhana, hal tersebut sebagai indikasi buruk akan hilangnya rasa keadilan atas perlakuan hukum oleh aparat penegak hukum dan aturan hukum itu sendiri yang memang sekularis.

Tidak adanya kepuasan hukum, terlebih lagi rasa keadilan dalam kasus yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia, menjadi catatan penting betapa buruknya aturan manusia dalam menyelesaikan kasus pembunuhan. Hal berbeda jika syariat Islam diterapkan dalam hukum pemerintahan. Dalam hal ini, kasus pembunuhan akan diselesaikan secara cepat, mudah, dan tuntas.

Qishash, Solusi dalam Islam

Para ulama mendefinisikan pembunuhuhan sebagai perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa. Ulama yang bermazhab Malikiyah membagi jenis pembunuhan menjadi dua, yakni pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Sedangkan ulama yang bermazhab Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanbali membaginya menjadi tiga jenis, yakni pembunuhan sengaja (qatl al-amd), pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al-amd), dan pembunuhan karena kelalalaian (qatl al-khata').

Sanksi bagi pembunuhan sengaja berupa hukuman pokok, hukuman pengganti, dan hukuman tambahan. Hukuman pokok bagi pembunuhan sengaja apalagi berencana adalah qishash.

Seperti yang disampaikan seorang akademisi, Nurhilal Ahmad dalam sebuah forum diskusi, hukuman qishash diberlakukan apabila terdapat unsur rencana dan tipu daya, serta tidak mendapat maaf dari keluarga korban. Jika keluarga korban memaafkan, maka hukuman pengganti yang dikenakan pada pelaku pembunuhan adalah diyat. Apabila diyat pun dimaafkan, maka berlaku hukuman pengganti berupa takzir dari penguasa, disertai hukuman tambahan berupa terhalangnya hak atas waris dan wasiat.

Mengenai hukuman qishash, ini merupakan perintah Allah Swt. seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 178 yang berbunyi, "Ya ayyuhalladzina aamanuu kutiba alaikumul qishashu fil qatla." (Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkaitan dengan orang-orang yang dibunuh)

Secara istilah, qishash adalah hukuman yang dijatuhkan sebagai pembalasan serupa dengan pembunuhan, melukai, atau merusak anggota badan berdasarkan aturan secara syariat. Seandainya qishash tidak terlaksana, terdapat juga diyat, takzir, dan kafarat yang tujuannya tidak lain untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan, serta menjaga mereka dari hal-hal yang mafsadat. Hukuman tersebut sebagai balasan jinayah, yaitu kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia. Tujuan ditetapkannya yakni agar manusia dapat memperbaiki dirinya, sebagai penebus dosa di akhirat, memberikan perlindungan bagi masyarakat, dan mewujudkan ketertiban sosial, dalam hal ini memberikan rasa keadilan bagi kasus pembunuhan.

Hukuman qishash tidak bisa begitu saja diberlakukan. Menurut pendapat para ulama fikih, qishash dapat ditegakkan jika memenuhi ketentuan sebagai berikut, yakni adanya kepastian pelaku kejahatan (statusnya terpidana, tidak lagi terdakwa, apalagi baru tersangka), keterbatasan hukuman pada pelaku kejahatan sehingga tidak terkesan tebang pilih, pelaku pembunuhan sudah mukalaf, pelaku pembunuhan bukan orang tua korban, para penuntut qishash (mustahiq al-qishash) harus sudah mukalaf, semua penuntut sepakat atas tuntutannya, keputusan harus ditetapkan oleh khalifah atau hakim, dihadiri oleh aparat penegak hukum yang berwenang, dan disaksikan oleh ahli waris yang menuntutnya. (Burlian, 2015: 76-87)

Dengan demikian, qishash akan berlaku efektif selama aturan syariat Islam diterapkan secara kaffah oleh negara, sebab qishash bukan semata-mata hukuman yang hanya memberikan efek jera, melainkan menjadi penebus dosa di akhirat yang akan menenteramkan jiwa pelakunya.

Wallahu'alam bish shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Maman El Hakiem Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Konflik Cina - Taiwan Memanas, Bagaimana Posisi Indonesia?
Next
Memaknai Kemerdekaan, Refleksi Menuju Usia Satu Abad
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram