Menapaki Jalan Dakwah bersama Sahabat Salihah

"Alangkah berbahagianya orang-orang yang saling menolong dan mengingatkan dalam kebaikan. Mereka menjadi hamba-hamba yang akan mendapatkan rahmat dari Allah Swt. Kebahagiaan memiliki sahabat salihah semakin lengkap karena ikatan yang terjalin memunculkan adanya rasa cinta karena Allah Swt. Sebab rasa cinta tersebut akan membawa kepada jalan keselamatan baik dunia maupun akhirat."

Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.com-Rasulullah saw. bersabda:

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Memiliki teman atau sahabat merupakan sebuah karunia yang luar biasa. Apalagi jika sahabat tersebut membawa kebaikan kepada diri kita. Tentunya dia akan membawa pengaruh positif dalam kehidupan. Kehadirannya tidak hanya sekadar sebagai teman saat kita bahagia. Namun, dia bisa menjadi pendengar yang baik dan mau mendampingi kita dalam keadaan suka maupun duka.

Sahabat yang baik adalah sahabat yang tidak hanya membenarkan semua tindakan kita. Namun dia akan menunjukkan kepada kita jalan yang benar dan juga tidak segan-segan untuk mengingatkan saat kita salah dalam melangkah. Itulah sahabat sejati yaitu sahabat salihah. Maka merupakan suatu nikmat yang wajib disyukuri dengan sahabat yang kita miliki.

Umar bin Khattab ra. berkata: "Tidaklah seseorang diberikan kenikmatan setelah Islam, yang lebih baik daripada kenikmatan memiliki saudara (semuslim) yang saleh. Apabila engkau dapati salah seorang sahabat yang saleh maka peganglah erat-erat." (Quutul Qulub 2/17)

Persahabatan yang Semu

Hanya saja, bukan sesuatu yang mudah untuk mendapatkan teman atau sahabat yang salihah. Sebab orang cenderung mencari sahabat untuk sekadar nongkrong-nongkrong tanpa ada manfaatnya alias unfaedah. Ada juga sahabat yang hanya bersama saat ada kepentingan, misalnya kepentingan bisnis. Sahabat yang demikian diikat oleh adanya motif keuntungan belaka. Ikatan ini tentu bukan sebuah ikatan yang benar. Sebab saat kepentingannya sudah terpenuhi, ikatan tersebut akan pudar.

Persahabatan yang demikian jamak terjadi di sistem yang masih dipertahankan sampai sekarang. Dalam sistem ini materi dunia lebih diutamakan. Semua hal dinilai dengan untung rugi termasuk persahabatan. Banyak orang yang menganggap sahabat bila dia bergelimang harta. Namun saat dalam keadaan terpuruk semua orang akan meninggalkannya. Begitulah wajah asli sistem yang rusak. Sifat sejatinya muncul saat tidak ada yang bisa dipalak. Sistem ini meninggalkan luka mendalam dalam benak. Sebab hanya materi dunia yang membuatnya tetap tegak. Itulah tujuan utama dari sistem rusak ini. Kebahagiaan jasmani menjadi impian sekaligus ilusi yang melenakan hati. Tidak ada sahabat sejati dalam kamus penganutnya. Yang ada hanyalah persahabatan semu atas nama kebahagiaan dunia.

Persahabatan Hakiki

Berbeda cerita ketika ikatan yang terjalin dalam sebuah persahabatan adalah ikatan akidah yaitu akidah Islam. Akidah Islam menjadi sebuah ikatan yang benar dan kokoh dalam mengikat sebuah hubungan termasuk hubungan persahabatan. Dalam Islam, rasa peduli kepada sesama muslim begitu diperhatikan. Hal itu bisa dilihat dari sabda Rasul saw. yang artinya:

"Siapa saja yang bangun di pagi hari, sementara perhatiannya lebih banyak tertuju pada kepentingan dunia, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum muslim maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslim)." (HR. Al-Hakim dan Al- Khatib dari Hudzaifah ra).

Hubungan persahabatan yang terjalin antarsesama muslim menghasilkan hubungan yang begitu erat. Di mana seseorang tidak akan rela jika sahabatnya jauh dari kebenaran. Maka seorang sahabat yang salihah akan berusaha mengajaknya untuk kembali ke jalan yang diridai oleh Allah. Ketulusan hati dari seorang sahabat yang salihah akan mampu membawa kepada perubahan yang lebih baik dan sesuai dengan aturan syariat.

Jalan Perubahan

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika seorang sahabat bisa membawa perubahan pada diri seseorang. Namun perubahan yang terjadi tentu tidak mungkin sama antara satu dan lainnya. Hal itu tergantung dengan siapa kita bersahabat. Apabila kita bersahabat dengan orang yang senantiasa berkata dan berperilaku baik pasti kita ikut berbuat baik. Demikian pula sebaliknya, saat kita berkumpul dengan orang yang biasa berkata dan berperilaku buruk tentu kita akan ikut kena imbasnya.
Rasul saw. bersabda:

عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه مرفوعًا: «إنما مَثَلُ الجَلِيسِ الصالحِ وجَلِيسِ السُّوءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ، ونَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إما أنْ يُحْذِيَكَ، وإما أنْ تَبْتَاعَ منه، وإما أن تجد منه رِيحًا طيبةً، ونَافِخُ الكِيرِ: إما أن يحرق ثيابك، وإما أن تجد منه رِيحًا مُنْتِنَةً».
[صحيح] - [متفق عليه]

Dari Abu Musa Al-Asy'ari raḍiyallāhu 'anhu secara marfū', "Sesungguhnya perumpamaan orang yang bergaul dengan orang saleh dan orang jahat, bagaikan orang yang berteman dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi memberi minyak kepadamu atau kamu membeli minyak darinya, atau paling tidak kamu mendapatkan aroma wangi darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin ia akan membakar pakaianmu atau kamu akan mendapatkan aroma tidak sedap darinya." (Hadis sahih - Muttafaq 'alaih)

Hadis di atas mengajarkan kepada kita untuk hati-hati dalam memilih teman atau sahabat. Sebab tingkah laku sahabat kita akan menjadi cermin bagi kita dalam setiap tindakan. Maka menjadi sesuatu yang penting bagi kita untuk memilih sahabat dan lingkungan yang baik. Andai kata lingkungan pergaulan yang kita hadapi ternyata membawa pengaruh buruk maka harus ada upaya untuk melakukan perbaikan dan melakukan perubahan ke arah yang baik dan benar. Baik dan benar menurut siapa? Tentu saja menurut aturan agama.

Perubahan ke arah yang lebih baik tentu bukan hanya sekadar baik dalam ucapan tetapi harus sampai kepada tingkah laku dan amal perbuatan. Bagaimana seluruh perbuatan harus terikat dengan aturan Islam. Bukan hanya dalam ranah ibadah tetapi kepada aturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Usaha yang maksimal harus dilakukan dengan memberikan pemahaman Islam kepada seluruh manusia. Hal itu hanya bisa dilakukan melalui aktivitas dakwah.

Sahabat dalam Dakwah

Dakwah merupakan perkataan yang paling baik nilainya. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada (agama) Allah, mengerjakan amal salih dan berkata, 'Sesungguhnya aku ini termasuk golongan orang-orang muslim (yang berserah diri)?'" (TQS. Fushshilat[41]: 33)

Sebagai seorang muslim pasti akan berusaha sekuat tenaga dalam dakwah dengan menyampaikan kebaikan Islam kepada keluarga, kerabat, sahabat dan seluruh manusia tanpa kenal lelah. Dengan dakwah orang-orang akan memiliki kesadaran yang benar dan saling bersinergi dalam kebaikan untuk menyadarkan umat. Sebab hanya dengan dakwah umat bisa tercerahkan dan memahami syariat. Maka, tidak salah bila dikatakan bahwa dakwah adalah upaya menolong sesama manusia.

Renungkanlah firman Allah Swt. yang artinya:

"Kaum mukmin laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lainnya. Mereka melakukan amar makruf nahi mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah dan sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (TQS. At-Taubah[9]: 71)

Alangkah berbahagianya orang-orang yang saling menolong dan mengingatkan dalam kebaikan. Mereka menjadi hamba-hamba yang akan mendapatkan rahmat dari Allah Swt. Adakah yang lebih berharga dari itu? Pasti semua sepakat bahwa hal itu adalah sebuah karunia yang luar biasa dan tiada bandingannya. Kebahagiaan memiliki sahabat salihah semakin lengkap karena ikatan yang terjalin memunculkan adanya rasa cinta karena Allah Swt. Sebab rasa cinta tersebut akan membawa kepada jalan keselamatan baik dunia maupun akhirat.

Dalam hadis riwayat al-Bazaar dari Abdullah bin Amr, ia berkata; Rasulullah Saw. bersabda yang artinya:

"Siapa yang mencintai seseorang karena Allah, kemudian seseorang yang dicintainya itu berkata, "Aku juga mencintaimu karena Allah." Maka keduanya akan masuk surga. Orang yang lebih besar cintanya akan lebih tinggi derajatnya daripada yang lainnya. Ia akan digabungkan dengan orang-orang yang mencintai karena Allah."

Maka saatnya kita untuk seiring sejalan bersama semua sahabat salihah. Bersama mereka kita berjuang dalam jalan dakwah. Sebab hanya dengan dakwah manusia menjadi paham aturan agama dan hidupnya mulia. Dengan dakwah pula Islam kembali berjaya dan mampu memimpin dunia. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Atien Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ibu, Apakah Aku Menjadi Beban Bagimu?
Next
Kala Anak Beranjak Balig
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram