Akal sebagai Pengendali Hawa Nafsu

"Aku takutkan atas kalian dua hal: mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu menghalangi kebenaran, sedangkan panjang angan-angan akan melupakan akhirat." (Sayyidina Ali bin Abi Thalib)

Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Beberapa waktu yang lalu, terjadi kasus pembunuhan terhadap seorang anggota polisi. Beberapa orang telah dinyatakan sebagai tersangka, termasuk atasan korban. Mereka akan dijerat dengan pasal pembunuhan berencana. Peristiwa ini pun menjadi perbincangan masyarakat karena melibatkan oknum-oknum di lembaga yang seharusnya bertugas menjaga keamanan.

Sebenarnya peristiwa seperti ini telah terjadi sejak zaman dahulu. Bahkan di awal-awal kehidupan manusia, aksi pembunuhan pertama kali dilakukan oleh Qabil. Ia tidak rela jika saudaranya yang cantik dinikahi oleh Habil. Karena hawa nafsu telah menguasainya, ia pun membunuh Habil.

Peristiwa seperti ini pun semakin sering terjadi. Terlebih akhir-akhir ini. Sistem hidup yang ada semakin mudah membuat manusia tersulut emosi hingga tak mampu mengendalikan diri. Hanya karena perkara yang sepele, seseorang menghilangkan nyawa orang lain, seolah nyawa manusia tidak berarti.

Hal itu karena manusia tidak mampu mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu memang sangat berbahaya. Ia bagaikan raja yang otoriter. Kehendaknya akan sulit ditolak. Ia juga begitu halus masuk ke dalam hati manusia, hingga manusia itu tidak menyadarinya. Karena itu, Imam Al-Mawardi menjelaskan kepada kita tentang bahaya hawa nafsu agar kita waspada terhadapnya.https://narasipost.com/2022/01/02/malu-tak-memenuhi-syariat-mu/

Dalam kitabnya "Adabu Ad-Diin wa Ad-Dunya", beliau mendefinisikan hawa nafsu sebagai penghalang kebaikan dan penentang akal. Karena hawa nafsulah, manusia memiliki akhlak yang buruk, melakukan perbuatan yang memalukan, atau merusak kehormatannya.

Celakanya, perbuatan yang buruk itu begitu mudah menular. Sebagaimana ucapan Umar bin Khatthab bahwa kebaikan itu berat dan pahit, sedangkan keburukan itu ringan dan mewabah. Hal ini banyak kita saksikan saat ini. Pergaulan bebas sudah banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat. Korupsi dilakukan oleh hampir semua pejabat. Hal itu terjadi karena mereka hanya mengikuti hawa nafsu.

Karena itu, Abdullah bin Abbas menyebut hawa nafsu sebagai Tuhan yang disembah selain Allah Swt. Sebab manusia menjadikan standar baik dan buruk hanya berlandaskan pada hawa nafsu. Padahal hal itu bertentangan dengan perintah dan larangan Allah Swt.

Itulah sebabnya, orang yang mengikuti hawa nafsu dikatakan sebagai orang yang menuhankan hawa nafsu, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Jatsiyah [45]: 23,

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ

"Apakah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan?"

Orang yang telah dikuasai hawa nafsu tidak mampu berpikir panjang. Ia tidak akan memikirkan akibat dari perbuatannya. Ia tidak peduli apakah hal itu akan membawa dampak buruk bagi dirinya sendiri atau orang lain. Ia juga tidak peduli jika hal itu akan merusak nama baik diri dan keluarganya, serta menghancurkan masa depannya atau bahkan negaranya.

Karena itulah, Umar bin Khatthab mewanti-wanti agar kita tidak mengikuti hawa nafsu. Sebab perbuatan buruk yang dilakukan hanya sesaat itu akan menyisakan kesedihan yang panjang. Seperti perbuatan zina yang dilakukan oleh sepasang kekasih, yang terjadi hanya dalam hitungan jam atau bahkan menit. Namun, dampak buruk yang ditimbulkannya dapat berlangsung hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Terkadang, perbuatan buruk itu diawali dari memandang. Memandang barang-barang mewah, sementara tidak ada cukup dana untuk membelinya. Karena tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya, akhirnya yang dilakukan adalah mengutang dengan cara riba. Tidak jarang pula dengan melakukan penipuan berkedok investasi. Sementara yang memiliki jabatan akan melakukan korupsi.

Karena itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku takutkan atas kalian dua hal: mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu menghalangi kebenaran, sedangkan panjang angan-angan akan melupakan akhirat."

Maka, kita harus mampu mengendalikan hawa nafsu. Untuk itu, Rasulullah saw. telah memberikan resepnya. Beliau saw. bersabda,

طاعة الشهوة داء وعصيانها دواء

"Ketaatan terhadap syahwat adalah penyakit. Sedangkan menentangnya adalah obat."

Agar dapat menentang syahwat atau hawa nafsu, kita harus menjadi orang yang berakal, yakni menjadi orang yang dapat menguasai hawa nafsu. Agar dapat menguasai hawa nafsu, akal harus diinstal dengan kaidah berpikir berdasarkan akidah Islam.

Di sinilah pentingnya memasukkan tsaqafah Islam ke dalam otak kita, bukan pemikiran yang sekuler dan liberal. Sebab, kedua jenis pemikiran yang terakhir ini justru akan membawa kerusakan karena konsep kebebasan berpikir serta bertingkah laku yang dimilikinya.

Untuk menginstal otak kita dengan tsaqafah Islam, maka dibutuhkan guru. Guru yang akan mengajarkan kepada kita pemikiran Islam yang benar. Pemikiran yang akan menjadi kaidah berpikir kita dalam menjalani kehidupan. Dengan demikian, kita tidak akan mudah digelincirkan oleh bisikan-bisikan halus hawa nafsu.

Banyaknya tsaqafah Islam yang hendak dimasukkan ke dalam otak, mengharuskan kita untuk terus belajar dan belajar. Tidak ada kata berhenti. Jika kita memang ingin menyelamatkan diri dari penguasaan hawa nafsu, kita harus menjadi pelajar seumur hidup.

Apa pun jabatan atau kedudukan kita sekarang, kita harus tetap menjadi pelajar atau murid. Meskipun saat ini kita telah menjadi guru, dosen, profesor, atau yang lainnya, kita harus menganggap diri kita sebagai pelajar yang membutuhkan ilmu dari para guru. Kesadaran akan kedudukan kita sebagai murid hingga akhir hayat ini akan membuat kita mudah menerima nasihat, terutama dari guru kita. Sebaliknya, jika kita merasa sudah pandai, tidak membutuhkan guru, akan memunculkan kesombongan dalam diri kita. Kita akan sulit menerima nasihat karena kesombongan itu.

Di samping guru, kita juga membutuhkan teman yang selalu menasihati serta mengingatkan kita saat kita keluar dari jalur yang benar. Teman dan sahabat yang baik akan mengingatkan kita jika kita melakukan kesalahan. Bukan yang membiarkan dengan alasan kasihan.

Karena beratnya upaya untuk mengendalikan hawa nafsu ini, para ahli balaghah mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang mampu melawan hawa nafsu. Wajar pula jika Allah Swt. menjanjikan balasan yang tak ternilai kepada mereka yang mampu mengendalikan nafsunya. Dalam surah An-Nazi'at [79]: 40-41

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

"Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal."

Semoga Allah Swt. memberikan kekuatan kepada kita untuk melakukan kebaikan, serta mengendalikan hawa nafsu kita.

Wallaahu a'lam bishshawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Seni Membongkar Kesyirikan
Next
Palestina di Titik Nadir
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram