“Perumpamaan antara Islam, penguasa, dan rakyat bagaikan sebuah kemah, tiang, dan tali pengikat termasuk pasaknya. Islam adalah kemah, pemerintah adalah tiang, sedang rakyat adalah tali pengikat dan pasaknya. Adalah mustahil masing-masing dapat berdiri sendiri tanpa yang lainnya"
( Ka'ab al Akbar ra )
Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Manusia tak bisa hidup sendiri, karena sudah sunnatullah manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia secara otomatis akan berinteraksi dengan sesamanya, baik laki-laki maupun perempuan, yang menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Akan tetapi, dalam interaksi kehidupan itu, manusia membutuhkan pemimpin yang bertugas mengurusi urusan mereka. Dalam hal ini, Islam telah mengatur dengan aturannya yang jelas.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda yang diriwayatkan oleh dua Imam hadis yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata: _"Aku mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin negara akan ditanya perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarganya. Seorang isteri yang menjaga rumah tangga suaminya akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Bahkan, seorang pembantu yang bertugas memelihara barang milik tuannya pun akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Dan kalian pemimpin akan ditanya (pertanggunganjawaban) dari hal-hal yang dipimpinnya."
Hadis di atas menjelaskan masalah kepemimpinan dalam Islam. Bahwa hal yang paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggung jawab. Semua manusia yang hidup di muka bumi adalah pemimpin, mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya, setidaknya terkait dirinya sendiri. Apalagi seorang pemimpin negara, ia akan ditanya perkara rakyatnya.
Tanggung jawab di sini bukan hanya masalah melaksanakan tugas kemudian sudah selesai. Tapi lebih dari itu, adalah upaya pemimpin untuk dapat mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Karenanya ia diumpamakan sebagai penggembala, sedang tugas penggembala adalah memberi makan, merawat, juga mengayomi (mencarikan tempat berteduh), bagi hewan gembalaannya.
Dalam Islam, rakyat dan pemerintah tak bisa dipisahkan. Apa pun yang menjadi kebijakan pemerintah tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa dukungan dan ketaatan rakyatnya. Begitu pun masalah yang dihadapi oleh rakyat tak akan segera terselesaikan tanpa kepedulian penguasa. Namun, kerjasama apik ini hanya dapat terwujud jika aturan Islam diterapkan.
Ka’ab al-Akhbar rahimahumallah seorang rabbi Yahudi yang berpindah menjadi muslim pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, berkata dalam kitab 'Uyunul Akhbar karya al-Imam Ibnu Qutaibah 1/2; “Perumpamaan antara Islam, penguasa, dan rakyat bagaikan sebuah kemah, tiang, dan tali pengikat termasuk pasaknya. Islam adalah kemah, pemerintah adalah tiang, sedang rakyat adalah tali pengikat dan pasaknya. Adalah mustahil masing-masing dapat berdiri sendiri tanpa yang lainnya" karena ia hidup pada zaman Rasulullah dan kekhilafahan Islam, sehingga tergambarlah kerja sama yang diberkahi tersebut.
Begitu luar biasa besar tanggung jawab seorang pemimpin dalam Islam. Bahkan tanggung jawabnya tidak berhenti di dunia saja, akan tetapi ia bawa sampai ke akhirat. Begitu besarnya amanah yang dipikul oleh pemimpin, sampai-sampai jika mereka adalah pemimpin yang adil, ia akan dimasukkan dalam tujuh golongan yang mendapat naungan Allah kelak di hari kiamat.
Ketika Islam diterapkan dalam sebuah negara, mayoritas manusia enggan untuk menjadi pemimpin, karena mereka sadar akan tanggung jawabnya yang besar di hadapan Allah. Berbeda dengan sekarang, di mana sistem Islam dicampakkan. Manusia berlomba-lomba mencari simpati dan dukungan untuk menjadi pemimpin. Segala cara dilakukan agar terpilih, janji-janji manis terus dilontarkan agar masyarakat terpengaruh dan memilihnya. Namun sayang, ketika sudah terpilih mereka seolah lupa dan amnesia.
Ini semua karena sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalisme. Sistem yang memaksa manusia menjadi rakus dan tamak. Mengukur segalanya dengan materi, sehingga manusia akan terus berlomba memperkaya diri sendiri dan golongannya. Apa pun ia lakukan, tak peduli lagi akan aturan agama maupun nurani. Rakyat bagi mereka bukanlah amanah, namun ladang memperkaya diri sendiri. Maka sangat wajar jika saat ini kita temui para pejabat yang tidak memiliki nurani, penderitaan rakyat dijadikan lelucon, pamer kekayaan padahal rakyatnya kelaparan, korupsi bansos, bahkan sibuk kampanye dengan dana fantastis dari pada membantu rakyat keluar dari pandemi.
Mereka lupa bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah mengancam pemimpin yang tidak amanah dalam sebuah hadis dari Abu Dawud dan imam At-Tirmidzi. "Dari Abu maryam Al’azdy radhiyallahu'anhu berkata kepada Muawiyah: Aku telah mendengar Rasulullah Shalallahu'Alaihi Wasallam bersabda: Siapa yang Allah serahi amanah untuk mengatur urusan kaum muslim, kemudian ia sembunyi dari urusan mereka, maka Allah akan menolak kepentingan dan kebutuhannya di hari kiamat. Maka, Muawiyah pun mengangkat sesesorang untuk melayani kebutuhan rakyatnya"
Selama Islam tidak diterapkan dalam tatanan bernegara, maka tidak akan pernah ada kesejahteraan. Penderitaan rakyat akan terus berlanjut dan bahkan semakin parah. Pemimpin abai lagi bodoh dalam urusan rakyatnya akan terus bermunculan, karena sistem yang digunakan mengurus umat adalah sistem rusak yang merusak. Sistem yang berasal dari keterbatasan akal manusia.
Maka ini harus segera diakhiri, dengan kembali menerapkan Islam secara menyeluruh untuk mengatur seluruh urusan manusia, yang tak terbatas dalam perkara individu semata, namun juga mencakup urusan pemerintahan dan kenegaraan. Hal itu hanya dapat terwujud dengan kembali menegakkan Khilafah di muka bumi, yang akan melahirkan pemimpin amanah, mengangkat kembali kemuliaan umat, yang akan menebar rahmat ke penjuru dunia. Wallahu a'lam.[]
Photo : Pinterest