"Jika kita hendak mengembangkan harta kita melalui syirkah mudarabah, harus melakukan akad yang sesuai dengan tuntunan syarak. Dengan demikian, keuntungan yang kita peroleh merupakan harta yang halal. Inilah yang diperintahkan oleh Allah Swt. kepada hamba-Nya."
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, manusia membutuhkan harta. Harta itu dapat diperoleh dari berbagai sebab kepemilikan. Salah satu sebab kepemilikan adalah melakukan syirkah.
Makna syirkah menurut syariat adalah akad antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mendapatkan keuntungan. Syirkah yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah mudarabah. Syirkah jenis ini memadukan modal dari satu pihak dengan tenaga dari pihak lain.
Hukum Syirkah Mudarabah
Syirkah mudarabah disebut juga dengan qiradl. Syirkah ini hukumnya mubah. Sebab, hal ini termasuk salah satu bentuk perseroan. Kemubahan syirkah dilandaskan pada sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.
إِنَّ اللّٰهَ يَقُوْلُ أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
Artinya: "Sesungguhnya Allah berfirman, 'Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang melakukan syirkah, selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati rekannya. Jika dia berkhianat, Aku keluar dari keduanya'."
Kemudian dalam hadis riwayat Ath-Thabrani disebutkan bahwa Abbas bin Abdul Muthalib r.a. menyerahkan harta untuk syirkah mudarabah. Ia mensyaratkan kepada pengelola hartanya agar tidak mengirim barang melewati laut dan lembah. Ia juga melarang pengelola harta itu untuk membeli benda cair. Jika orang tersebut mau menerima syarat itu, syirkah akan dilakukan. Masalah itu kemudian sampai kepada Rasulullah saw. dan beliau membolehkannya.
Selain Abbas bin Abdul Muthalib r.a., sahabat lain juga banyak yang melakukan syirkah mudarabah. Misalnya, Umar bin Khattab r.a. dan Utsman bin Affan r.a. Para sahabat yang menyaksikan hal itu tidak ada yang menentang atau mengingkarinya. Hal ini dianggap sebagai ijmak mereka atas kemubahan syirkah mudarabah.
Rukun dan Syarat Syirkah Mudarabah
Rukun syirkah ada tiga. Pertama, adanya dua pihak yang berakad. Kedua pihak ini harus memiliki hak untuk melakukan tasaruf atau pengelolaan harta. Karena itu, orang yang lemah akalnya tidak sah melakukan akad syirkah.
Kedua, ada objek akad. Yaitu, berupa modal atau pekerjaan. Modal tersebut diserahkan kepada pengelola (mudarib) untuk dikembangkan melalui satu usaha yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Ketiga, ada ijab kabul. Ijab adalah pernyataan dari pihak pertama bahwa ia melakukan syirkah dengan pihak kedua. Sedangkan kabul adalah pernyataan dari pihak kedua bahwa ia menerima kerja sama tersebut.
Sedangkan syarat syirkah ada dua. Pertama, objek akad berupa tasaruf atau pengelolaan harta. Kedua, objek akad tersebut dapat diwakilkan, sehingga kedua belah pihak dapat menikmati keuntungannya.
Dalam syirkah mudarabah, pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan persentase dari keuntungan. Besarnya persentase sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Misalnya, pihak pemodal mendapatkan 40% dan pengelola mendapatkan 60%.
Jika usaha itu mengalami kerugian, hanya pemodal yang harus menanggungnya. Sebab, dalam syirkah mudarabah, kedudukan pengelola hanya merupakan wakil dari pemodal. Dalam hukum syarak, seorang wakil tidak dapat disamakan kedudukannya dengan yang diwakili. Karena itu, kerugian hanya ditanggung oleh orang yang mewakilkan. Hal ini berdasarkan penjelasan Ali bin Abi Thalib r.a. yang disebutkan oleh Abdurrazaq dalam kitab Al-Jami'.
الْوَضِيْعَةُ عَلَى الْمَالِ وَالرِّبْحُ عَلَى مَا اصْطَلَحُوْا عَلَيْهِ
Artinya: "Kerugian itu dibebankan atas harta, sedangkan keuntungan itu sesuai dengan kesepakatan mereka."
Antara Tuntutan Pasar dan Tuntunan Syarak
Dalam dua dekade terakhir, kaum muslimin di Indonesia mulai banyak yang melakukan muamalah sesuai aturan Islam. Mereka pun berusaha meninggalkan riba. Mereka kemudian mengembangkan usaha melalui syirkah.
Para kapitalis pun melihat hal ini sebagai peluang untuk meraih keuntungan. Maka, mereka pun membuka layanan syariah di lembaga keuangan yang mereka miliki. Bank-bank berpelat merah pun tak ketinggalan. Pemerintah bahkan mendirikan bank yang fokus pada produk-produk syariah.
Produk-produk yang mereka tawarkan juga menggunakan istilah-istilah dalam sistem ekonomi Islam. Sayangnya, praktiknya belum benar-benar sesuai syariat Islam. Misalnya akad mudarabah yang terjadi antara nasabah dengan pihak bank melalui deposito syariah. Di sini, nasabah yang mendepositokan uangnya diposisikan sebagai pemodal. Sedangkan pihak bank sebagai mudarib.
Hakikatnya akad ini tidak dapat disebut sebagai akad mudarabah, tetapi akad pinjaman atau qardl. Dalam akad pinjam-meminjam, pihak yang memberi pinjaman akan menyerahkan uang kepada peminjam. Saat itu, kepemilikan atas uang tersebut telah berpindah kepada peminjam. Kemudian, peminjam harus mengembalikan uang tersebut sesuai jumlah yang dipinjamnya, meskipun ia mengalami kerugian dalam mengembangkan usahanya.
Sedangkan dalam akad mudarabah, tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Pihak pengelola hanya menjadi wakil dari pemodal dalam mengembangkan harta yang diserahkan kepadanya. Karena itu, pengelola tidak akan menanggung kerugiannya, kecuali jika hal itu terjadi atas kesalahan pengelola.
Di samping itu, dalam akad disebutkan bahwa nasabah akan mendapatkan bagi hasil atas modal yang telah diserahkan. Keuntungan ini tidak dapat disebut sebagai bagi hasil. Sebab, bagi hasil dalam akad mudarabah ditentukan berdasarkan persentase keuntungan. Sedangkan dalam deposito syariah, bagi hasilnya ditentukan berdasarkan persentase uang yang diserahkan. Hal ini tidak diperbolehkan.
Di samping itu, nasabah sebagai pemodal tidak akan menanggung kerugian. Ia akan terus mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, pihak bank sebagai mudariblah yang akan menanggung kerugiannya. Padahal, dalam akad mudarabah, yang harus menanggung kerugian adalah pemodal.
Berdasarkan hal ini, maka deposito syariah tidak dapat disebut sebagai akad mudarabah. Sayangnya, masyarakat belum banyak memahami hal ini. Mereka sudah merasa senang dengan adanya bank-bank syariah ini. Mereka berpikir, bahwa muamalah yang mereka lakukan sudah sesuai dengan tuntunan syarak.
Bank-bank syariah itu pada dasarnya hanya mencari keuntungan materi. Para pemiliknya adalah para kapitalis yang mencari keuntungan dari setiap peluang yang ada. Ketika masyarakat masih menerima bunga, mereka membuka bank-bank konvensional yang memberi bunga kepada para nasabah. Sebaliknya, saat masyarakat menolak riba dan bunga bank, mereka pun segera menangkap peluang ini. Mereka kemudian berbondong-bondong membuka bank syariah.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Tak lain karena adanya kesalahan pada asas pendirian bank syariah tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa para kapitalis ini senantiasa mencari keuntungan materi dengan berbagai cara. Karena itu, mereka akan terus mencari peluang. Maka, pendirian bank syariah ini bukan semata-mata melaksanakan aturan Allah Swt. Namun, lebih ke arah memenuhi tuntutan pasar.
Karena itu, jika kita hendak mengembangkan harta kita melalui syirkah mudarabah, harus melakukan akad yang sesuai dengan tuntunan syarak. Dengan demikian, keuntungan yang kita peroleh merupakan harta yang halal. Inilah yang diperintahkan oleh Allah Swt. kepada kita, hamba-Nya. Jika kita melaksanakan perintah-Nya, kita pun akan mendapatkan rida-Nya.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Kalo ingin syirkah mudarabah, langsung ke orang yang diajak syirkah saja. Kalo lewat bank, akadnya jadi nggak jelas. Syukran penjelasannya.
Watak kapitalis memang begitu.
Di mana ada keuntungan, di situ mereka berkerumun.
Bodohnya, umat Islam tergiur karena tak paham akan agamanya.
Yuk, pahami agama kita. Bangga ber-Islam kaffah.
alhamdulillah.. syukron pemaparannya..
Sistem ekonomi Islam sangat unik dan komprehensif. Di dalamnya diatur dengan rinci bagaimana seharusnya transaksi atau muamalah, termasuk berbagai syirkah.
Tidak ada sistem ekonomi yang sesempurna sistem ekonomi Islam.
Sistem yang salah akan senantiasa mengarahkan masyarakat untuk salah. Kebenaran begitu sulit ditegakkan, seperti ikan yang dipaksa hidup di darat. Hmm.. akhirnya, umat kebingungan dan terjebak syirkah mudarabah dengan akad yang batil.
Sistem yang salah tidak akan memberikan kebahagiaan yang hakiki.
Umat Islam harus memahami ekonomi Islam agar terhindar dari aktivitas yang diharamkan Allah. Jazaakillah khoyr ilmunya Mbak Mariyah.
Betul mbak. Apalagi, manusia hidup tidak pernah lepas dari melakukan kegiatan ekonomi.
Inilah pentingnya umat belajar sistem ekonomi Islam agar setiap muamalah yang dilakukan tidak menyimpang dari syariat Islam. Pasti masih banyak umat Islam yang belum paham tentang rukun dan syarat syirkah yang sahih.
Semoga tulisan sederhana ini bisa membantu memahamkan umat terhadap muamalah yang benar menurut syarak.
Penting memahami Islam kaffah agar aktivitas yang kita lakukan berbuah keberkahan.
Alhamdulillah mencerahkan
Betul Bu. Tiada keberkahan jika menerapkan aturan selain Islam.
Di antara jenis-jenis syirkah, syirkah mudarabah ini saya lihat yang paling banyak dilakukan masyarakat. Tapi sebagian masih ada yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam memahami konsep sistem ekonomi Islam secara keseluruhan.
Inilah pentingnya memahami hukum dari setiap aktivitas yang hendak kita lakukan.