"Ketika para sahabat mengetahui turunnya ayat yang mengharamkan khamar, mereka langsung berhenti. Padahal, saat itu, mereka tengah duduk-duduk sambil minum khamar. Maka, khamar yang ada dalam gelas yang mereka genggam itu pun mereka tumpahkan. Tak cukup dengan hal itu, mereka pun segera membuang semua khamar yang mereka simpan."
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Khamar adalah minuman yang memabukkan. Minuman ini dihasilkan dari fermentasi buah, biji-bijian, dan madu. Misalnya buah anggur, kurma, atau biji gandum. Namun, saat teknologi semakin berkembang, khamar tidak melulu dihasilkan dari buah atau biji. Misalnya di Singapura yang mengolah bir dari limbah air seni manusia.
Khamar bisa tahan bertahun-tahun, bahkan ratusan tahun. Menurut para peminum khamar, semakin lama khamar disimpan, rasanya akan semakin nikmat. Harganya pun semakin mahal. Itulah sebabnya ada pabrik khamar yang sengaja menyimpan khamar dalam terowongan selama bertahun-tahun.
Proses pembuatan khamar sangat rumit. Dibutuhkan ketepatan suhu, kebersihan wadah, dan sebagainya. Jika ada sedikit saja kesalahan, rasa dan warnanya akan berbeda. Karena itu, perusahaan-perusahaan khamar saat ini menggunakan pengontrolan melalui komputer, agar produk yang dihasilkan benar-benar sama.
Masyarakat Arab Jahiliah dan Khamar
Sebelum Islam datang, masyarakat Arab terbiasa minum khamar. Minuman memabukkan itu menjadi minuman mereka sehari-hari, layaknya air putih bagi kita. Tidak mengherankan jika setiap orang memiliki persediaan khamar di rumahnya. Mereka menyimpannya dalam wadah-wadah semacam kendi.
Para sahabat, seperti Abbas bin Abdul Muthalib, Abdurrahman bin Auf, dan Umar bin Khattab juga terbiasa minum khamar. Meskipun demikian, masyarakat memandang hal itu sebagai perbuatan tercela dan menurunkan wibawa. Sebab, mabuk akan menyebabkan hilangnya akal.
Khamar yang mereka konsumsi berasal dari bahan-bahan yang berbeda. Di Madinah, orang-orang biasa membuat khamar dari perasan kurma yang disebut fadliih. Sedangkan orang-orang Yaman membuat khamar bit'u, yaitu khamar yang dibuat dari madu.
Tahap-Tahap Pengharaman Khamar
Meskipun ada perbedaan terkait definisi khamar, tetapi para ulama bersepakat bahwa khamar itu haram. Dalam hal ini, Abu Hanifah berpendapat bahwa yang dimaksud khamar hanya minuman keras yang dibuat dari buah anggur. Namun, jumhur ulama menyatakan bahwa semua minuman keras itu termasuk khamar.
Pengharaman khamar dilakukan secara bertahap. Pada awalnya, turun surah An-Nahl [16] ayat 67 yang menjelaskan bahwa di antara buah-buahan itu ada buah anggur dan kurma yang mendatangkan rezeki bagi manusia. Dari dua buah tersebut, manusia juga membuat minuman yang memabukkan. Dalam ayat ini, Allah Swt. belum melarang khamar, sehingga kaum muslimin masih mengonsumsinya.
Berikutnya, Allah Swt. menurunkan surah Al-Baqarah [2] ayat 219. Ayat itu turun setelah Umar bin Khattab dan Mu'adz bin Jabal meminta fatwa kepada Rasulullah saw. Mereka mengeluhkan efek negatif dari minum khamar. Maka turunlah ayat ini,
يسىٔلونك عن الخمر والميسر قل فيهما إثم كبير ومنافع للناس وإثمهما أكثر من نفعهما
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, dalam keduanya terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia. Dosanya lebih besar dari manfaatnya."
Dalam ayat ini, Allah Swt. pun belum menyatakan keharaman khamar secara tegas. Allah Swt. hanya menjelaskan bahwa ada mudarat yang besar dibandingkan manfaat yang diperoleh dari khamar. Secara tidak langsung, Allah Swt. telah mengajak manusia untuk berpikir, mana yang seharusnya mereka lakukan. Namun, karena belum diharamkan, kaum muslimin pun masih meminumnya.
Hingga pada suatu hari, Abdurrahman bin Auf mengundang orang-orang untuk minum khamar. Maka, mereka pun minum hingga mabuk. Setelah itu, datanglah waktu salat. Mereka kemudian menjalankan salat dalam keadaan mabuk.
Karena mabuk, tentu hilang kesadarannya. Saat sang imam membaca surah Al-Kafirun ayat 2, terjadilah kesalahan yang fatal. Ayat yang berbunyi لا أعبد ما تعبدون (aku tidak menyembah apa yang engkau sembah) itu dibaca أعبد ما تعبدون (aku menyembah apa yang engkau sembah).
Hal ini bukan masalah sepele. Sebab, di samping mengubah ayat, juga mengakui sesembahan orang-orang kafir. Padahal, akidah kaum muslimin dengan akidah mereka bertolak belakang.
Setelah peristiwa itu, turunlah surah An-Nisa [4] ayat 43,
يآيها الذين آمنوا لا تقربوا الصلوة وأنتم سكرى حتى تعلموا ما تقولون
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melakukan salat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk, hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan."
Turunnya ayat ini membuat kaum muslimin mulai banyak yang meninggalkan kebiasaan minum khamar. Sebab, mereka diwajibkan melaksanakan salat lima waktu. Karena itu, mereka harus menjaga agar saat waktu salat tiba, mereka tidak dalam keadaan mabuk. Namun, masih ada juga yang tetap meminumnya. Sebab, belum ada pengharaman secara tegas.
Suatu hari, beberapa orang Anshar dan Muhajirin berkumpul untuk minum khamar. Salah seorang dari mereka adalah Sa'ad bin Abi Waqash. Mereka minum hingga mabuk.
Dalam keadaan mabuk itulah, mereka saling berbalas syair dan membanggakan kaum mereka. Hal ini memang biasa mereka lakukan. Saat itu, Sa'ad bin Abi Waqash membuat syair yang menyinggung perasaan orang-orang Anshar. Salah seorang dari mereka memukul Sa'ad menggunakan tulang rahang unta hingga terluka.
Peristiwa itu disampaikan oleh Umar bin Khattab kepada Rasulullah saw. Umar bin Khattab juga memanjatkan doa kepada Allah Swt. agar diberi penjelasan yang memuaskan tentang khamar. Maka, turunlah surah Al-Maidah [5] ayat 90,
يآيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, (berkurban untuk) berhala, serta mengundi nasib dengan panah, termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah agar kalian menjadi orang-orang yang beruntung."
Pengharaman khamar ini terjadi pada tahun ketiga Hijriah, yakni setelah terjadinya Perang Uhud. Dengan turunnya ayat ini, Allah Swt. telah mengharamkan khamar secara mutlak.
Sikap Kaum Muslimin
Setelah Allah Swt. melarang khamar, kaum muslimin pun menerima hal itu. Mereka pun dengan ikhlas dan penuh kesadaran meninggalkan kebiasaan buruk yang telah menjadi tradisi tersebut. Mereka pun menunjukkan komitmen atas syahadat yang telah mereka lakukan. Syahadat yang menyatakan bahwa mereka hanya menjadikan Allah Swt. sebagai sesembahan. Karena itu, mereka harus taat terhadap aturan-aturan-Nya.
Syahadat itu juga menyatakan bahwa mereka mengakui bahwa Muhammad saw. adalah utusan Allah Swt. Maka, apa pun yang dibawa oleh Beliau, harus mereka ikuti. Meskipun hal itu tidak sesuai dengan kesenangan mereka.
Karena itu, ketika para sahabat mengetahui turunnya ayat yang mengharamkan khamar, mereka langsung berhenti. Padahal, saat itu, mereka tengah duduk-duduk sambil minum khamar. Maka, khamar yang ada dalam gelas yang mereka genggam itu pun mereka tumpahkan. Tak cukup dengan hal itu, mereka pun segera membuang semua khamar yang mereka simpan. Kemudian, mereka berkata,
انتهينا ربنا
"Kami berhenti, wahai Tuhan kami."
Maka, pada hari itu, khamar pun ditumpahkan di halaman-halaman rumah dan jalanan. Tidak ada rasa sayang sedikit pun terhadap minuman yang sebelumnya sangat mereka sukai. Hal itu tidak lain karena ketaatan mereka kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw.
Lihatlah, betapa mudahnya mereka menghentikan kebiasaan yang telah mengakar kuat itu. Betapa kuat keimanannya, sehingga mereka tinggalkan kesenangannya tersebut karena ingin mendapatkan rida dari Tuhan mereka.
Semestinya, inilah sikap yang dimiliki oleh kaum muslimin saat ini. Jika mereka yang awalnya terbiasa minum khamar saja mampu melakukannya, tentu akan lebih mudah bagi umat Islam saat ini yang telah mengetahui keharaman khamar sejak kecil. Seharusnya mereka mengingat bahwa Allah Swt. telah menjanjikan bagi mereka di surga, minuman lezat yang tidak akan membuat mereka mabuk. Dalam surah Ash-Shafat [37] ayat 45-47, Allah Swt. berfirman,
يطاف عليها بكأس من معين
بيضاء لذة للشاربين
لا فيها غول ولا هم عنها ينزفون
"Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir. (Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang meminumnya. Tidak ada di dalamnya (unsur) yang memabukkan dan mereka tidak mabuk karenanya.”
Wallaahu a'lam bish shawaab.[]