Ijarah dalam Islam

"Upah tidak harus sama nilainya dengan pekerjaan. Sebab, nilai tidak menjadi imbalan dalam ijarah. Upah bisa lebih besar dari nilai pekerjaan atau lebih kecil. Misalnya, upah tukang emas yang disewa untuk membuat perhiasan, tidak harus sama nilainya dengan perhiasan emas yang dibuatnya."

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sebagai makhluk, manusia tidak mampu hidup sendiri. Ia selalu membutuhkan yang lainnya. Baik dalam memenuhi kebutuhan fisik maupun nalurinya. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya dirinya.

Di sisi yang lain, manusia mempunyai kedudukan yang berbeda-beda. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang pandai dan ada juga yang bodoh. Ada penjual dan ada pembeli. Masing-masing saling membutuhkan. Karena itulah, manusia akan bermuamalah dengan yang lainnya. Salah satunya dengan melakukan akad ijarah.

Akad Ijarah

Asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syarak. Hal ini sesuai dengan kaidah usul,

الأصل في الأفعال التقيد بأحكام الشرع

"Asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syarak."

Demikian pula dengan ijarah. Ijarah merupakan akad atas manfaat atau jasa dengan imbalan. Sebagaimana perbuatan yang lainnya, ijarah juga terikat dengan hukum syarak. Hukum asal dari ijarah adalah mubah. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam surah Az-Zukhruf [43]: 32,

ورفعنا بعضهم فوق بعض درجت ليتخذ بعضهم بعضا سخريا

"Dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat menggunakan sebagian yang lain."

Dalam kitab Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah juz 3, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan bahwa ijarah dibedakan menjadi tiga bentuk. Pertama, akad untuk memanfaatkan barang-barang. Misalnya menyewa rumah, mobil, peralatan masak, dan sebagainya.

Kedua, akad untuk menggunakan jasa pekerjaan dari ahli tertentu. Misalnya menyewa tukang besi, tukang kayu, dan sebagainya. Ketiga, akad atas jasa seseorang. Misalnya jasa pembantu, buruh, kuli, atau yang lainnya.

Akad ijarah dianggap sah jika terpenuhi syarat-syaratnya. Ada beberapa syarat sah akad ijarah, yaitu: Pertama, pihak yang berakad harus berakal dan mumayiz (dapat membedakan baik dan buruk). Karena itu, orang yang gila dan anak kecil yang belum mumayiz tidak sah akadnya.

Kedua, pihak-pihak yang berakad harus sama-sama rida dan mengetahui sesuatu yang diakadkan. Misalnya, pekerjaan yang dilakukan, waktu pengerjaan, cara bekerja, dan sebagainya. Maka, memaksa seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan termasuk perbuatan yang dilarang.

Ketiga, adanya kepastian upah. Upah adalah perimbangan dari pekerjaan, bukan pertimbangan dari objek pekerjaan. Segala sesuatu yang menjadi alat tukar dalam jual beli seperti uang, dapat dijadikan imbalan dalam ijarah.

Karena itu, upah tidak harus sama nilainya dengan pekerjaan. Sebab, nilai tidak menjadi imbalan dalam ijarah. Upah bisa lebih besar dari nilai pekerjaan atau lebih kecil. Misalnya, upah tukang emas yang disewa untuk membuat perhiasan, tidak harus sama nilainya dengan perhiasan emas yang dibuatnya.

Upah dapat diberikan baik sebelum atau setelah selesainya pekerjaan sesuai dengan kesepakatan pihak-pihak yang berakad. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Imam Bukhari,

المسلمون عند شروطهم

"Kaum muslimin tetap pada syarat-syarat mereka."

Upah juga tidak mempertimbangkan tinggi rendahnya biaya hidup di suatu daerah. Begitu pula tidak mempertimbangkan biaya pendidikan atau kesehatan yang ditanggung oleh pekerja. Sebab, hal itu merupakan kewajiban negara untuk memfasilitasinya.

Jika harga merupakan kompensasi atas barang, maka upah merupakan kompensasi atas jasa. Karena itu, negara tidak boleh menetapkan upah, sebagaimana tidak boleh menetapkan harga barang. Sebab, hal ini merupakan kezaliman penguasa. Abu Dawud meriwayatkan hadis Rasulullah saw. bersabda yang berbunyi,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ غَلاَ السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّى لأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِى بِمَظْلَمَةٍ فِى دَمٍ وَلاَ مَالٍ

"Dari sahabat Anas, ia berkata, Para sahabat mengeluh kepada Rasulullah saw. dan berkata, 'Wahai Rasulullah, harga barang mengalami kenaikan. Alangkah baiknya bila engkau menentukan harga.’ Rasulullah pun bersabda, ‘Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, menyempitkan, melapangkan, dan memberi rezeki. Dan sesungguhnya aku berharap akan menghadap Allah tanpa ada seorang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman, baik dalam urusan darah (jiwa) atau pun harta'.”

Karena itu, di dalam Islam tidak akan ada penetapan Upah Minimum Regional (UMR). Upah para buruh atau pekerja akan diterapkan berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan majikan.

Pegawai Negara

Siapa saja yang memenuhi syarat-syarat menjadi pegawai maka ia berhak untuk bekerja, termasuk di kantor pemerintahan. Baik laki-laki maupun perempuan, ia berhak untuk itu. Misalnya menjadi pegawai administrasi, kepala bagian, direktur, dan sebagainya. Hal itu karena mereka tidak menjadi penentu kebijakan negara atau tidak terlibat dalam kekuasaan.

Negara akan mengangkat pegawai karena memang membutuhkan tenaga mereka. Bukan karena kedekatan dengan penguasa atau alasan politis. Misalnya, untuk mendapatkan dukungan dari mereka menjelang pemilu.

Karena itu, tidak akan terjadi surplus pegawai pada bidang tertentu, tetapi kekurangan tenaga kerja pada bidang yang lain. Pengangkatan pegawai akan mempertimbangkan kebutuhan terhadap tenaga mereka. Hal ini akan menghemat anggaran belanja negara, karena pegawai yang diangkat benar-benar yang dibutuhkan.

Di samping itu, tidak ada kastanisasi pegawai dengan pegawai negeri, pegawai tetap, honorer, atau yang lainnya. Semua pegawai sama kedudukannya. Mereka digaji sesuai dengan akad yang telah disepakati.

Bagaimana dengan tenaga kerja outsourcing? Outsourcing adalah pengalihan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain atau subkon. Sistem ini akan banyak memberikan keuntungan bagi perusahaan yang memanfaatkannya. Sebab, mereka dapat menghemat waktu dan pengeluaran.

Namun, yang perlu diperhatikan di sini adalah akad antara perusahaan outsourcing dengan pekerja yang direkrutnya. Jika dalam akad disebutkan jumlah upah yang akan diterima pekerja, tetapi kemudian dipotong oleh perusahaan outsourcing, hal ini tidak diperbolehkan. Melalui hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw. bersabda,

إياكم والقسامة قال فقلنا وما القيامة قال الشيء يكون بين الناس فيجيء فينتقص منه

"Hati-hatilah kalian terhadap qusamah!' Kami bertanya, 'Apakah qusamah itu?' Beliau menjawab, 'Sesuatu yang telah disepakati sebagai bagian di antara manusia, kemudian bagian itu dikurangi'."

Namun, jika dalam akad perusahaan tidak menyebutkan jumlah upah yang akan diterima oleh pekerja, hal ini hukumnya boleh.

Sumber Dana Gaji Pegawai Negara

Gaji pegawai negara diambilkan dari baitulmal. Baitulmal sendiri merupakan lembaga yang menyimpan harta milik negara. Ada beberapa sumber baitulmal, yaitu zakat, kharaj, jizyah, ganimah, serta hasil dari pengelolaan kepemilikan umum.

Zakat hanya dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya yang termasuk dalam delapan golongan. Delapan golongan itu adalah fakir, miskin, amil, mualaf, ibnusabil, gharim, riqab, dan fii sabilillah. Maka, zakat tidak boleh digunakan untuk mendanai pembangunan jalan, membangun masjid, atau yang lainnya.

Sedangkan pendapatan selain dari zakat boleh digunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara. Misalnya untuk menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, atau fasilitas umum lainnya. Dana dari baitulmal juga dapat digunakan untuk memberikan tunjangan kepada pejabat atau menggaji para pegawai negara.

Jika dana di baitulmal habis, sementara negara sangat membutuhkan dana, negara dapat memungut pajak dari rakyat. Kondisi yang diperbolehkan untuk memungut pajak misalnya untuk pembiayaan perbaikan jalan, pembangunan rumah sakit, biaya perang, menggaji pegawai negara, atau kondisi darurat lainnya.

Yang perlu diingat di sini adalah bahwa pajak hanya dipungut dari mereka yang mampu. Jika dana yang dibutuhkan telah tercukupi, maka penarikan pajak harus dihentikan. Jadi, pemungutannya bersifat insidental.

Demikianlah pengaturan Islam dalam akad ijarah. Jika kedua pihak yang berakad melaksanakan aturan-aturan ini, maka akan tercipta suasana kerja yang menyenangkan. Masing-masing pihak akan menjalankan kewajiban serta mendapatkan haknya.

Demikian pula dengan para pegawai negara, mereka akan mendapatkan upah mereka sesuai dengan yang diakadkan. Dengan demikian, tidak perlu lagi terjadi kerusuhan akibat demo menuntut kenaikan upah. Para pegawai negara juga tidak akan gelisah atau pun khawatir akan diberhentikan hanya karena tidak ada dana untuk menggaji mereka.

Wallaahu a'lam bishshawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Kasus Penembakan Eks PM Jepang dan Paradigma Politik Islam
Next
Tur Malam di Perpusatakaan Pusat Sacramento
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram