"Hijrah bukan hanya atas kesadaran individu, namun dilakukan secara berjemaah yang dilandasi niat karena mencari rida Allah semata. Itulah gambaran hijrah pada masa Rasulullah saw. yang telah membuahkan datangnya pertolongan Allah Swt. berupa tegaknya sebuah institusi negara yang menjadikan Al-Qur'an dan sunah sebagai rujukannya."
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Penanggalan tahun baru Hijriah erat kaitannya dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah. Secara linguistik, hijrah (هِجْرَةٌ) berasal dari akar kata hajara (هَجَرَ) yang berarti berpindah (tempat, keadaan, atau sifat), bisa juga memutuskan, yakni memutuskan hubungan antara dirinya dengan pihak lain, atau panas menyengat yang memaksa pekerja meninggalkan pekerjaannya.
Sementara pengertian secara terminologi, hijrah adalah perpindahan Rasulullah saw. bersama sahabat-sahabatnya dari Mekkah menuju Madinah, kira-kira tahun ke-13 dari masa kenabiannya.
Dalam makna yang lain, hijrah adalah perpindahan dari suatu daerah yang kufur menuju daerah yang masyarakatnya menghendaki aturan syariat Islam diterapkan secara menyeluruh. Sebagian ulama berpendapat, hijrah adalah meninggalkan tempat, keadaan, atau sifat yang tidak baik, menuju yang baik di sisi Allah dan Rasul-Nya (kembali kepada Al-Qur’an dan sunah Nabi saw.)
Mereka yang berhijrah, tentu meninggalkan segala macam kesenangan yang sifatnya duniawi, semisal harta benda, tahta, dan orang-orang yang dicintainya. Niat berhijrah harus atas dorongan nilai keimanan dan ketaatan pada syariat Islam karena hijrah itu sendiri merupakan fase perubahan pengaturan kehidupan, bukan sekadar membangun suasana keimanan.
Dengan kata lain, hijrah adalah bergeraknya orang-orang beriman yang ingin menjemput kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dengan diterimanya kekuasaan dari orang-orang yang menjadi ahlu nushrah , yakni para penolong agama Allah Swt. yang memiliki legitimasi kekuasaan dari rakyatnya.
Makna Hijrah Hakiki
Mereka yang berhijrah secara hakiki akan banyak menemui aral yang mengadang karena keimanan seseorang memang ditempuh dengan berbagai ujian. Hanya mereka yang istikamah dalam dakwah yang mampu keluar dari zona nyamannya menuju tantangan yang akan lebih menaikkan kualitas iman dan amalnya. Namun, semua ujian jika dilalui dengan sikap yang sabar, maka akan membuahkan manisnya iman dan bahagianya hidup dalam aturan-Nya. Allah Swt. menyatakan dalam QS. an-Nisâ'(4): 100 yang berbunyi:
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَة
"Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak."
Rezeki dalam kacamata orang beriman adalah segala macam bentuk pemberian Allah Swt. yang sifatnya materi dan inmateri. Salah satu yang dikatakan rezeki adalah bertemunya orang-orang yang disatukan dalam ikatan akidah dalam pengaturan syariat Islam, seperti kaum Muhajirin dan Anshar yang dipersatukan atas dasar ikatan akidah Islam yang sama. Di antara mereka saling menguatkan hati dan tolong-menolong dalam menghadapi setiap kesulitan hidup di awal terbentuknya Daulah Islamiyah.
Kehidupan masyarakat Madinah menjadi harmonis dan berkah setelah terbentuknya Daulah Islam pasca hijrahnya Rasulullah saw. Masyarakat yang awalnya sering bermusuhan kemudian disatukan dalan persepsi yang sama berupa pemikiran dan perasaan yang sesuai syariat Islam yang diterapkan secara utuh dan menyeluruh. Keragaman adat dan tradisi yang ada di Madinah melebur dalam jalinan ukhuah yang indah karena syariat Islam bukanlah ancaman dan kekhilafahan Islam justru menyatukan umat, bukan seperti yang digambarkan para orientalis dan liberalis yang sering menyudutkan Islam sebagai ancaman dan memecah belah umat.
Hijrah bukan hanya atas kesadaran individu, namun dilakukan secara berjemaah yang dilandasi niat karena mencari rida Allah semata. Itulah gambaran hijrah pada masa Rasulullah saw. yang telah membuahkan datangnya pertolongan Allah Swt. berupa tegaknya sebuah institusi negara yang menjadikan Al-Qur'an dan sunah sebagai rujukannya.
Gambaran Kehidupan Islam
Kehidupan Rasulullah saw. di Madinah bukan semata-mata menyampaikan risalah Islam dalam kapasitasnya sebagai nabi dan rasul-Nya, melainkan pula sebagai kepala negara yang tampak dari aktivitasnya dalam memutuskan perkara, semisal menjadi hakim (qadhi) saat terjadi perselisihan di antara rakyatnya, termasuk mengangkat Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, dan Abu Musa al Asy’ari sebagai qadhi di Yaman.
Madinah menjadi prototipe Daulah Islam pertama dengan struktur pemerintahannya yang khas, berbeda dengan sistem kerajaan (monarki), teokrasi, apalagi demokrasi. Secara struktur, Rasululah saw. mengangkat Mu’adz bin Jabal menjadi wali (setingkat gubernur) di Janad, Khalid bin Walid sebagai amil (setingkat wali kota) di Shun’a, Ziyad bin Lubaid sebagai wali di Hadramaut, dan Abu Dujanah sebagai amil di Madinah.
Dengan demikian, hijrah bukanlah pelarian karena tekanan dakwah yang berat dan sulit selama di Makkah. Hijrah merupakan proses perubahan dari tahapan dakwah yang dilakukan Rasulullah saw. Sebagaimana disebutkan oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab At-Takatul Hizbi bahwa dakwah yang dilakukan Rasulullah saw. melalui tiga tahapan, yaitu pembinaan, interaksi dengan umat, dan penerimaan kekuasaan dari ahlu quwwah, dalam hal ini penguasa independen yang dengan kesadarannya mau menerima syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Wallahu'alam bish shawwab.[]
Photo :Unsplash
Hijrah hakiki yang seharusnya diperjuangkan.