"Islam bukan saja agama yang mengurusi masalah ruhiyah (spiritual), tetapi juga meliputi masalah politik (siyasiyyah). Sebab Islam adalah akidah spritual dan politik."
Oleh: Rahmiani. Tiflen, S. Kep.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Islam adalah agama (din) sekaligus ideologi (mabda) yang mengatur perkara-perkara hidup manusia, baik berupa hubungan antara manusia dengan Allah (habluminallah), hubungan manusia dengan dirinya (habluminannafsihi), maupun hubungan antara manusia dengan manusia lain (habluminannas).
Tidak ada suatu permasalahan di dunia ini, kecuali telah ada penjelasannya dalam Islam. Sebagaimana disampaikan Imam Syafi’i: "Tidak menimpa pada umat Islam ini suatu masalah kecuali dalam Al-Qur'an terdapat penjelasannya, orang yang mempelajarinya akan tahu sedangkan orang yang tidak mempelajarinya tidak akan tahu.”
Islam bukan saja agama yang mengurusi masalah ruhiyah (spiritual), tetapi juga meliputi masalah politik (siyasiyyah). Sebab Islam adalah akidah spritual dan politik. Sebagai akidah spiritual, Islam mengatur perihal akhirat seperti; surga, neraka, pahala, siksa dan dosa, termasuk di dalamnya terkait masalah ibadah, salat, zakat, haji, puasa, dan jihad. Sedangkan sebagai akidah politik, Islam pun mengatur tentang urusan keduniaan seperti; politik, ekonomi, sosial, pemerintahan, pendidikan, sanksi, hukum, dan sebagainya.
Sebagaimana firman Allah Swt.: “Dan Kami turunkan kepada kamu kitab ini untuk menerangkan semua perkara.” (QS. An-Nahl: 89)
Kemudian dalam ayat lain pun Allah Swt. berfirman: "Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu, serta Aku ridai Islam sebagai agamamu." (QS. Al-Maidah: 3)
Karena itu, sebagai seorang muslim yang telah bersyahadat dan meneguhkan keimanan diri dengan bersaksi bahwa tuhannya adalah Allah Swt., bagaimana mungkin dia bisa mengambil aturan di luar Islam? Bagaimana mungkin di satu sisi seseorang itu mengakui Rabb-nya adalah Allah taala, sedangkan di sisi lain dia berkompromi dengan tagut?
Hal tersebut kembali ditegaskan oleh Allah dalam kitab suci Al-Qur’an: “Apakah hukum jahiliah yang mereka ambil? Dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang beriman?” (QS. Al-Maidah: 50)
Tentunya, ini merupakan peringatan keras dan tegas dari Allah Swt. agar kita tidak mengambil Islam hanya pada perkara ruhiyah semata, sementara dalam menjalani kehidupan, kita justru berkiblat pada mabda (nizam/aturan/sistem) di luar Islam, semisal sekularisme, kapitalisme, demokrasi, dan juga sosialisme komunisme.
Kita tentu tidak ingin disamakan seperti orang-orang Yahudi yang telah Allah Swt. abadikan lewat firman-Nya: "Apakah kamu beriman kepada sebagian isi Alkitab dan ingkar kepada sebagian yang lain?" (QS. Al-Baqarah: 85)
Sayangnya, hari ini kita hidup dalam dunia yang asing. Ibarat ikan air laut yang terpaksa harus hidup di air tawar, seperti itulah gambaran kaum muslim kini. Jika tidak mati, maka hidupnya pasti menderita. Padalah Allah taala telah pula mengabarkan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, sebagaimana termaktub dalam QS. Ali Imran: 110,
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ تَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَا نَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَ كْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
Namun kenyataannya bertolak belakang, sebab hari ini umat Islam telah meninggalkan kewajiban yang menjadi syarat mutlak agar mereka menjadi umat yang terbaik, yaitu meninggalkan amar makruf nahi mungkar. Umat Islam kini tak ubahnya seperti anak ayam yang kehilangan induknya diakibatkan kesalahan dalam menetapkan tujuan hidup. Akibatnya, umat menjadi hilang arah dan krisis identitas.
Tengoklah pergaulan remaja kita yang rusak diwarnai budaya hedonisme dan hura-hura, yang menjadi perwujudan dari kekeliruan memakai eksistensi diri. Tak ketinggalan pula tingginya angka perselingkuhan dalam rumah tangga yang kian menjadi-jadi. Diwarnai pula dengan kekerasan dalam rumah tangga, yang mana hal tersebut dipicu oleh suami istri yang tidak paham posisinya dalam rumah tangga. Alhasil, saat ada sedikit saja problematik dalam keluarga, maka tak segan-segan mengambil jalan pintas dengan bercerai. Padahal, bercerai adalah hal yang paling dibenci Allah Swt.
Dalam lingkup lebih luas lagi yaitu masyarakat, jamak kita temukan kriminalitas merebak di mana-mana. Ada perampokan, penodongan, bahkan pembunuhan. Lebih sadis lagi, banyak ditemukan fakta-fakta pembunuhan dalam keluarga, seperti ayah bunuh anak, anak bunuh ibu, suami tikam istri, istri bacok suami, dan lain sebagainya. Jelaslah semua ini merupakan gambaran gagalnya institusi keluarga dalam memainkan fungsinya dalam masyarakat.
Kerusakan ini adalah akumulasi dari ditinggalkannya syariat Islam dalam kehidupan. Bukti nyata umat Islam tidak menjadikan pedoman hidupnya pada Al-Qur'an dan juga sunah Rasulullah saw.
Padahal, kita tidak berbeda dengan generasi yang hidup di masa kekhilafahan, sebab pedoman hidup yang mereka imani sama persis dengan pedoman hidup kita saat ini. Perbedaannya terletak dalam hal penerapannya. Di satu sisi, mereka menjadi generasi cemerlang sebab menjalankan syariat Islam secara kaffah, sementara generasi hari ini justru mencampakkannya. Akhirnya, kita hidup di dalam sistem kufur buatan manusia.
Oleh karena itu, wajar jika hidup kita menjadi sempit. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Thaahaa ayat124: "…ma’isyatan dhanka…” (Maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit)
Oleh sebab itu, wahai umat Islam, mari kembalikan kejayaan kita menjadi umat terbaik (khoiru ummah) dengan menerapkan syariah dan khilafah di muka bumi ini, sehingga rahmat dan berkah Allah taala tercurah kepada kita, baik dari langit maupun dari dalam perut bumi. Sebagaimana firman-Nya:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf 7: 96)
Wallahu’alam bis showab[]