"Allah perintahkan kita berkurban agar kita semakin dekat dengan-Nya, taat dan patuh pada setiap perintah-Nya, dalam kondisi apa pun. Baik di kala senang atau susah, bahkan di dalam musibah. Karena semua adalah ujian untuk menaikkan kelas seorang hamba untuk menjadi pribadi yang lebih bertakwa dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup, melebihi apa pun."
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Saat ini kita telah memasuki bulan Zulhijah, itu artinya Iduladha sudah di depan mata. Bagi yang belum memiliki kesempatan berhaji ke tanah suci, Allah wajibkan atasnya merayakan hari raya Iduladha dengan semangat berkurban dan mengokohkan takwa.
Lantas, apa yang dimaksud berkurban demi mengokohkan takwa? Apa korelasinya menyembelih hewan dengan keimanan seorang hamba? Bagaimana caranya meningkatkan takwa di tengah masyarakat yang sekuler saat ini?
Sejarah Berkurban
Iduladha adalah hari raya yang di dalamnya mengandung banyak hikmah dan pelajaran. Karena berkurban adalah ibadah yang mencerminkan pengorbanan, kesabaran, dan sikap berserah diri yang dicontohkan oleh manusia yang bertakwa yakni Ibrahim dan anaknya Ismail.
Bukan sembarang cinta, kedua manusia yang namanya diabadikan dalam Al-Qur'an ini adalah representasi manusia yang paling bersih hatinya, totalitas imannya, dan besar kualitas sabarnya. Rela mengorbankan apa pun demi Dia Yang Maha Agung, Sang Pemilik nyawa dan Penguasa malakut di seluruh alam semesta, yakni Allah Swt..
Al-Qur'an telah mengabadikan kisah mereka agar seluruh manusia bisa meneladaninya. Tentang Nabi Ibrahim yang kaya, tetapi tidak memiliki anak tempat ia mencurahkan kasih sayangnya. Karena itu, Ibrahim tak henti-hentinya bermunajat kepada Allah Swt. agar Allah berikan ia keturunan, buah hati tempat ia melabuhkan cinta. Berkat kesabaran Ibrahim, Allah pun menjawab doa yang ia panjatkan selama berpuluh-puluh tahun lamanya, dengan kehadiran seorang anak yang saleh, baik, dan santun pekertinya yakni Nabi Ismail as.
Semakin hari, rasa cinta Ibrahim kepada Ismail semakin besar. Ibrahim tumbuh menjadi anak saleh yang menyenangkan perangainya. Tak diragukan lagi, bahwa Ismail adalah buah hati yang sangat dijaga dan dicintai oleh Ibrahim dan istrinya melebihi apa pun. Dari sinilah ujian itu bermula, Allah hendak menguji keimanan keluarga Ibrahim. Apakah kecintaan Ibrahim kepada anaknya telah memalingkan Ibrahim dari Rabb-nya?
Berikutnya, datanglah malam-malam yang begitu panjang dalam sejarah kehidupan Ibrahim. Dikisahkan dalam surah Ash-Shafat, Nabi Ibarahim bermimpi selama tiga malam berturut-turut, di mana dalam mimpinya ia diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai itu. Pada malam terakhir, akhirnya Ibrahim memahami, mimpi yang berulang itu adalah perintah dari Allah. Ia lalu menceritakan perihal mimpinya kepada Nabi Ismail, sebagaimana yang tertera dalam surah Ash-Shafat ayat 102 yang artinya,
“Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai ayahku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Begitulah jawaban sang anak yang bertakwa, ia berserah diri kepada keputusan Allah Swt., tanpa berpikir dua kali, ia menerima segala keputusan Allah. Selama itu yang diinginkan Allah, maka akan diberikan, sekalipun itu nyawanya.
Tak ada yang bisa mewakili kisah para hamba yang saling mencintai karena Allah, kecuali cinta dan pengorbanan Ibrahim dan Ismail. Kebaktian mereka bukan di medan perang, di tengah lautan tempur jihad fisabilillah, atau di gelanggang dakwah bilhak yang digempur berbagai fitnah. Ujian mereka justru pada orang terkasih, pada anak dan orang tua yang saling mencintai. Pada buah hati yang telah ditunggu berpuluh-puluh tahun lamanya. Anak yang baik, saleh, yang sebentar lagi akan Ibrahim sembelih dengan kedua tangannya sendiri.
Tak ada yang bisa melewati ujian ini kecuali mereka yang tinggi iman dan ketakwaannya. Sebab ujian ini dipenuhi prasangka dan hasutan setan yang ingin Nabi Ibrahim dan Ismail tergelincir agar tidak memenuhi perintah Allah Swt.. Namun, Ibrahim dan Ismail mampu melewatinya. Ayah dan anak itu rida atas segala ketetapan Allah Yang Maha Mengetahui isi hati dan cinta keduanya. Kemudian, saat pisau tajam itu sudah di leher Ismail, seekor domba pun tiba-tiba menghampiri mereka. Lalu Allah berfirman memerintahkan Ibrahim untuk mengganti Ismail dengan hewan sebagai gantinya.
Peristiwa ini, kemudian menjadi syariat bagi kita semua, yakni Allah perintahkan berkurban bagi umat Islam saat merayakan Iduladha. Kurban berasal dari kata qarib yang berarti dekat. Allah perintahkan kita berkurban agar kita semakin dekat dengan-Nya, taat dan patuh pada setiap perintah-Nya, dalam kondisi apa pun. Baik di kala senang atau susah, bahkan di dalam musibah. Karena semua adalah ujian untuk menaikkan kelas seorang hamba untuk menjadi pribadi yang lebih bertakwa. Sebagaimana ketaatan dan ketakwaan yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim dan Ismail, yakni ketaatan yang totalitas, menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup, melebihi apa pun.
Lantas, bagaimana jika asas kehidupan bernegara justru menghalangi kita untuk taat secara totalitas? Apa yang harus kita lakukan?
Tentang Takwa
Secara umum kata takwa berasal dari bahasa Arab yakni taqwa ( تَقْـوَى ), merupakan masdar dari kata ittaqa–yattaqi ( اتَّقَى- يَتَّقِىْ ) yang bermakna, 'menjaga diri dari segala yang membahayakan atau membawa mudarat dan kecelakaan'. Sedang menurut istilah takwa adalah menaati Allah Swt. dan tidak bermaksiat kepada-Nya, mengingat Allah, serta bersyukur kepada-Nya tanpa ada pengingkaran (kafir) atas segala perintah-Nya.
Karena takwa wajib total, maka tak ada pengecualian bagi setiap hamba untuk taat walaupun hidup dalam sistem sekuler. Sebaliknya, ketaatan wajib dikokohkan, walaupun hari ini tak ada sistem pemerintahan yang menjamin akidah dan sistem sosial berjalan sesuai dengan hukum syarak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
"Bertakwalah kepada Allah di mana pun kalian berada." (HR Ahmad)
Memang, ada banyak sekali syariat dan perintah Allah yang tak bisa dijalankan selama kita berada dalam sistem sekuler. Seperti melaksanakan sanksi hudud, jinayah, takzir, juga aktivitas jihad fisabilillah menolong negeri-negeri muslim yang dijajah. Hal ini karena kita tidak berada dalam sebuah institusi Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan sunah, sehingga membuat kita terus-menerus berada dalam dosa, jauh dari ketakwaan jemaah.
Karena itu, untuk merealisasikan ketaatan yang totalitas, kita butuh aktivitas dakwah Islam kaffah menyeru pemimpin dan manusia secara keseluruhan untuk kembali kepada pemerintahan yang berdiri atas dasar ideologi Islam. Dakwah haruslah bertumpu pada cita-cita mengembalikan kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah Islamiah. Karena hanya sistem Islam yang mampu menjamin diterapkannya Islam kaffah dalam kehidupan individu, masyarakat, bahkan negara.
Inilah hakikat ketakwaan yang sesungguhnya. Takwa jemaah yang mampu mengantarkan manusia ke dalam rahmat dan berkah yang tidak akan pernah putus, baik di dunia, pun di akhirat-Nya. Allah Swt. berfirman,
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (TQS. Al-A'raf: 96)
Wallahu a'lam bishawab.[]
MasyaAllah, ketakwaan yang diukir Nabi Ibrahim dan Ismail sungguh luar biasa dan patut dicontoh terlebih saat sistem sekuler terus mengikis keimanan individu, keluarga bahkan masyarakat.
Yups Kurban Bukti Cinta dan Taat Kepada Allah seperti halnya Nabi Ibrahim dan Puteranya Ismail yang taatnya tanpa henti tanpa nanti.. suri tauladan kehidupan yang patut kita maknai dengan mengingat momentumnya dan menjadikan contoh untuk kita senantiasa taat kepada sang pencipta alam semesta Allah SWT...
Masyaallah sebuah suri tauladan yang sangat luar biasa. Kecintaan nabi Ibrahim kepada Allah dan anaknya. Mewujudkan sikap takwa yang sejati dari nabi Ibrahim dan putranya nabi Ismail. Semoga hal ini mampu untuk kita terus meneladani hingga takwa itu menancap di dalam dada
Masya Allah. Kisah Nabi Ibrahim sangat menjadi teladan. Mampu mengorbankan anak yang paling dicintainya. Maka sebagai muslim, memang harus bisa menempatkan cinta kepada Allah di atas segalanya.
Masyaallah, ketakwaan Nabi Ibrahim adalah ketakwaan sejati yang harus dijadikan contoh bagi kaum muslim saat ini. Di mana, saat ini kaum muslim mengalami krisis keimanan.
MasyaAllah.. begitu pentingnya takwa secara berjamaah..
Takwa sesungguhnya bukan hanya untuk diri sendiri. Melainkan juga untuk keluarga, masyarakat, dan negara. Oleh karena itu, mengajak masyarakat untuk bertakwa adalah bagian dari pengorbanan dan pembuktian iman kepada Allah Swt.
Berkurban sssungguhnya manifestasi keimananan dan ketakwaan seorang hamba kepada Tuhannya.
Semoga terus diberikan kemampuan berkurban setiap tahun. Aamiin