"Barangsiapa membaca Al-Qur'an dan mengamalkannya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota pada hari Kiamat yang cahayanya lebih terang dari pada cahaya matahari seandainya berada di rumah-rumah kalian di dunia ini. Maka bagaimana menurut kalian dengan orang yang mengamalkannya?" (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Siapa orang tua yang tidak menginginkan anaknya menjadi ahli Qur'an? Pasti jawaban seorang mukmin adalah tidak ada. Setiap orang tua pasti ingin mempunyai minimal satu anaknya yang hafidz Qur'an. Namun, kadang keinginan ini tak sesuai realitas mau pun usaha, akhirnya hanya menjadi cita-cita semata. Padahal, betapa banyak keutamaan yang akan diraih oleh penghafal Al-Qur'an dan bagi orang tuanya.
عَن مُعَاذِنِ الجُهَنِيِ رَضَي اللٌهُ عَنَهُ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌه صَلَي اللٌهَ عَلَيهِ وَسَلَمَ مَنَ قَرَأ القُرانَ وَعَمِلَ بِمَافِيهِ اُلُبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَومَ القَيِامَةِ ضَووُهَ اَحسَنُ مِنُ ضَوءِ الشٌمسِ فيِ بُيُوُتِ الدٌنَيا فَمَا ظَنٌكُم بِالَذِيُ عَمِلَ بِهذَا (رواه احمد وابو داوود ووصححه الحاكم)
"Dari Mu'adz Al-Juharni ra, Rasulullah saw. bersabda:
"Barangsiapa membaca Al-Qur'an dan mengamalkannya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota pada hari Kiamat yang cahayanya lebih terang dari pada cahaya matahari seandainya berada di rumah-rumah kalian di dunia ini. Maka bagaimana menurut kalian dengan orang yang mengamalkannya?" (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dalam tulisan ini, ada tips untuk menjadikan anak sebagai hafiz Qur'an dan diharapkan lagi menjadi hamilul Qur'an atau pengemban Al-Qur'an. Sangat disayangkan jika kita hanya mencukupkan anak menjadi hafiz Qur'an saja karena aktivitasnya sebatas hafalan.
Al-Qur'an adalah petunjuk hidup umat Islam sehingga harus dipahami untuk dilaksanakan, bukan hanya dihafal tanpa ada penerapan hukum-hukumnya di dalam kehidupan. Yang seperti itu disebut sekularisme, memisahkan antara agama dan kehidupan. Paham ini sangat berbahaya bagi seorang mukmin karena Islam adalah the way of life bagi seorang yang beriman.
Bukan bermaksud menggurui atau sok pintar, karena jika berbicara trik dan kiat-kiat dalam mencetak hafiz Qur'an maka para ulama sudah sangat banyak dan pastinya lebih hebat cara dan metodenya.
Tulisan ini adalah pengalaman pribadi penulis yang ingin dibagi ke para orang tua mukmin karena mencetak generasi hafiz Qur'an bukanlah tugas lembaga pendidikan atau pun ma'had tahfiz. Namun, seharusnya tanggung jawab setiap orang tua.
Aku seorang ibu rumah tangga yang dikaruniai dua orang putri. Yang pertama berumur sepuluh tahun, dan yang kedua berumur tiga tahun. Bukan berencana menjarangkan kehamilan waktu itu, tetapi memang kehendak Allah demikian. Mungkin itu adalah jalan Allah untukku agar bisa fokus mencetak anak-anak menjadi penghafal Al-Qur'an karena Allah maha tahu apa yang dibutuhkan oleh hamba-Nya.
Aku adalah pengelola komunitas hijrah daerah, pengemban dakwah, juga penulis. Setiap hari, ada jadwal kajian, baik aku yang mengkaji maupun aku yang memberikan kajian. Ada kalanya aku harus keluar rumah, dan sebagainya. Namun, ini bukan menjadi alasan untuk mendidik anak agar dekat dengan Al-Qur'an.
Alhamdulillah, anakku yang pertama sudah selesai menghafal Al-Qur'an 30 juz mutqin dalam usia delapan tahun. Kini ia sedang proses menghafal kitab Bulughul Maram, setelah selesai Arba'in Am Nawawi. Ia juga sedang persiapan mengambil sanad untuk hafalan Qur'annya.
Dia juga mempelajari Sirah Nabawiyah, terutama karya Ibnu Hisyam yang sangat detail mengurutkan masalah nasab. Selain itu, dia juga membaca buku-buku sejarah Islam lain, seperti Daulah Islamiyah dalam berbagai versi dan penulis. Pun "buku-buku" berat lain, termasuk memperlajari Bahasa Arab, buku fikih kontemporer, fikih muyasasar, dan sebagainya. Sedang adiknya, sudah menghafal juz 30, dan sebagian surat-surat yang lain walau pun masih acak, karena memang masih usia balita.
Bagiku, anak tidak hanya anugerah, tetapi juga amanah. Mereka kelak akan ditanyakan oleh Allah kepadaku tentang keadaan mereka. Maka inilah yang kulakukan, karena sejatinya aku mempunyai cita-cita besar terkait mereka, yaitu menjadi mutiara umat, ulama masa depan.
Kutanamkan kepada mereka, bahwa mereka calon-calon pemimpin umat, maka mereka harus mempersiapkan diri untuk mendidik umat kelak, dengan memperbanyak tsaqafah Islam.
Bagiku mereka adalah lembaran-lembaran kosong yang harus kuisi dan warnai, maka inilah warnaku. Sebelum waktunya mereka melangkah pergi mencari ilmu yang lebih mumpuni, maka kupersiapkan semaksimal mungkin sebagai pondasi mereka menapaki kehidupan.
Aku ingin, kamilah yang membangun pondasi akidah anak-anak, bukan ustaz atau guru karena sesungguhnya anak-anak akan menjadi syafaat bagi orang tuanya.
Maka, bagimu para ibu, apa yang menghalangimu untuk mencetak generasi Qur'ani dari tanganmu sendiri?
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mencetak generasi Qur'ani kita dari rumah kita sendiri.
Pertama, ketika dirimu masih lajang, jauhi pergaulan bebas. Jaga diri dan imanmu dari penyakit-penyakit liberalisme dalam pergaulan. Sibukkan dengan mempelajari Islam dan bergabunglah dalam jemaah yang memperjuangkan kehidupan Islam kembali diterapkan. Ini akan membuatmu terjaga dari kerusakan-kerusakan pergaulan yang membahayakan. Pun salehkan dirimu agar Allah berkenan memberikan pasangan hidup yang saleh pula.
ٱلۡخَبِيثَٰتُ لِلۡخَبِيثِينَ وَٱلۡخَبِيثُونَ لِلۡخَبِيثَٰتِۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ أُوْلَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ
"Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga)." (Surat An-Nur: 26)
Jika sudah terlanjur menikah pun tak jadi soal, tetap bisa harus dilakukan, dengan kerjasama antara suami istri.
Kedua, bulatkan tekad, mintalah kepada Allah untuk meneguhkan langkah kita dan memudahkan urusan kita. Suami istri harus satu visi misi.
Komunikasi sangat penting dalam menentukan tujuan dan menjaga langkah-langkahnya agar dapat berjalan dengan baik. Ketika kita memulai program menghafal, anak harus ada pendampingan dan disiplin.
Karena anak belum paham tentang kedisiplinan, maka orang tua yang harus mendisiplinkan diri dan mereka. Dari jadwal menghafal, setoran hafalan, murajaah, hingga kedisiplinan dalam menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah kerjasama suami istri dibutuhkan. Jangan sampai karena komunikasi yang kurang apik antara suami istri, membuat program-program yang telah direncanakan berantakan di tengah jalan.
Ketiga, orang tua harus semakin menambah tsaqafah Islam. Lebih giat menambah ilmu agama, lebih dekat dengan Al-Qur'an, dan berusaha untuk menghafalkan Al-Qur'an. Sehingga ketika perintah dan kedisiplinan diterapkan kepada anak, orang tua tidak hanya memerintahkan dengan kata-kata tanpa memberi contoh, padahal keteladanan dengan perbuatan adalah pendidikan yang sangat efektif dan terbaik.
Keempat, mulai jauhkan diri dan keluarga dari mendengarkan hal-hal yang tidak bermanfaat, seperti lagu-lagu, atau menonton TV. Jangan takut menyingkirkan TV dari rumah.
Jika ingin hiburan, cari dengan mengunjungi tempat-tempat yang bisa mengingatkan kita kepada Allah dan penciptaan alam semesta. Jika orang-orang barat merekomendasikan musik klasik sebagai peningkatan kecerdasan anak sejak dalam kandungan, maka sungguh Islam lebih paripurna dalam hal ini, dengan seringnya ibu melafadzkan bacaan Al-Qur'an dan memperdengarkan Al-Qur'an ke janin. Maka selama kehamilan, perbanyaklah membaca Al-Qur'an dan tingkatkan lagi intensitas hubungan kita dengan Al-Qur'an melebihi hari biasanya.
Kelima, kenalkan anak pada Allah, Al-Qur'an, penciptaan alam semesta, manusia dan kehidupan mulai dari nol bulan. Walaupun sepertinya anak tidak memahami kata-kata kita, tetapi sejatinya ia merekam setiap apa yang kita ucapkan. Maka perbanyak baca Al-Qur'an di dekat anak kita. Jadikan kalimat-kalimat thayibah dan dakwah sebagai kebiasaan dari lisan kita.
Keenam, hiasi rumah kita dengan bacaan Al-Qur'an, bisa dengan bacaan kita sendiri, atau dengan bacaan murattal dari speaker Qur'an dan sebagainya. Selain untuk meruqyah rumah agar jauh dari kemudharatan, juga membiasakan anak-anak mendengar dan tersuasanakan hari-harinya dengan Al-Qur'an.
Tentu kita sudah sering mendengar anak-anak yang hafal Qur'an hanya karena sering mendengar bacaan Al-Qur'an. Karena memang metode terbaik menghafal Qur'an untuk anak-anak adalah dengan metode repeating atau pengulangan.
Ketujuh, senantiasa kondisikan anak dengan suasana Al-Qur'an di manapun ia berada. Ketika keluar rumah, bawakan murattalnya. Ke tempat nenek, bawakan murattalnya.
Maka, inilah pentingnya membagi program kita dengan orang tua kita, agar beliau siap untuk membantu menyukseskan program yang sedang dijalankan, karena tidak jarang, nenek kakek dan orang terdekat menjadi penghalang atau setidaknya kurang mendukung dengan rencana kita, sehingga seakan kita sedang berjuang sendiri.
Kedelapan, senantiasa doakan anak-anak kita agar Allah mudahkan mereka dalam menghafal Al-Qur'an dan semoga Allah memberi mereka keistikamahan dalam mengemban Al-Qur'an.
Inilah kiat-kiatku dalam mencetak generasi Qur'ani yang kujalankan. Jauh dari sempurna karena segala puji bagi Allah Yang Maha Sempurna atas segala nikmat-Nya yang telah diberikan untuk kami. Semoga Allah mudahkan semua orang tua mencapai cita-cita mereka memiliki anak-anak hafidz Qur'an. Dan semoga tidak hanya cukup hafidz Qur'an saja, melainkan sebagai Hamilul Qur'an.
Wallahu a'lam.[]
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]