Belajar Kesetiaan dari Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan

Belajar Kesetiaan

Tidaklah aku menaatinya semasa dia hidup, lalu aku mendurhakainya setelah dia meninggal dunia. Inilah kesetiaan Fatimah binti Abdul Malik.

Oleh. Aya Ummu Najwa
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Akhir-akhir ini ramai berita perselingkuhan, tak hanya laki-laki, bahkan perempuan pun banyak yang melakukannya. Ikatan pernikahan tak lagi sakral. Nilai kesetiaan tak lagi berharga. Padahal pepatah mengatakan wanita adalah simbol kesetiaan, tetapi hari ini mungkin itu tak berlaku lagi. Ada apakah gerangan dengan wanita zaman sekarang? Begitu murahkah nilai kesetiaan saat ini?

Hidup di tengah sistem kapitalisme yang berakidah sekularisme, yaitu sistem yang menuhankan materi dan menjauhkan manusia dari agamanya. Memandang bahwa agama hanya ritual semata dan tak ada hubungannya dengan kehidupan. Menjadikan manusia berbuat sekehendak nafsunya tanpa takut akan akibatnya kelak di akhirat. Yang penting senang, tak peduli norma agama apalagi nurani.

Wanita sekarang menjadikan wanita Barat dengan liberalismenya sebagai panutan. Sehingga mereka semakin jauh dari kemuliaan. Mereka mengagung-agungkan kebebasan yang menyesatkan. Padahal banyak sekali teladan dari wanita-wanita mulia yang tinggi kedudukannya di dalam Islam. Nama mereka semerbak dalam sejarah. Prestasi mereka tak terbantahkan. Kemuliaan mereka abadi sepanjang masa.

Kisah Fatimah binti Abdul Malik

Salah satunya adalah ia, wanita dengan kisah kesetiaannya yang indah telah tercatat dalam tinta sejarah peradaban. Adalah Sayyidah Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan, istri Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang Khalifah yang banyak disebut sebagai Khalifah ke-5 dari Khulafaur Rasyidin.

Sayyidah Fatimah juga saudara perempuan ke-4 dari para khalifah Bani Umayyah. Al-Kamil, seorang penyair berkata tentangnya, bahwa ia adalah putri khalifah, dan kakeknya pun seorang khalifah, saudara perempuan dari para khalifah, dan suaminya pun seorang khalifah. Sayyidah Fatimah adalah putri dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Dikisahkan ia memiliki intan permata yang melimpah ruah, yang tidak dimiliki oleh wanita mana pun di muka bumi ini. Bahkan, ada yang meriwayatkan bahwa perhiasan ini berupa sepasang anting-anting Maria yang terkenal dalam sejarah. Para penyair menyenandungkan bahwa satu dari sepasang anting-anting itu saja sebanding dengan perhiasan yang sangat banyak.

Sayyidah Fatimah tinggal di rumahnya dalam kehidupan yang penuh dengan kemewahan. Tidak ada seorang wanita pun di dunia pada masa itu yang kehidupannya melebihi kemewahan hidup Fatimah. Akan tetapi, ketika dia menikah dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang mendapat amanah kekhalifahan, suaminya itu memilih untuk memberikan nafkah bagi keluarganya hanya beberapa dirham saja setiap harinya dan memilih hidup jauh dari kemewahan.

Fatimah pun tetap rida dengan semua itu. Bahkan, salah satu kisah yang abadi terukir dalam sejarah mengenai hal itu menyatakan, bahwa Umar bin Abdul Aziz menyuruhnya untuk menyerahkan intan permata yang dia ambil dari rumah ayahnya itu ke baitulmal. Tanpa berpikir panjang dan banyaknya drama, Sayyidah Fatimah pun menyetujuinya. Khalid bin ujian meriwayatkan, "Fatimah binti Abdul Malik memiliki banyak intan permata, lalu Umar berkata kepadanya, dari mana ini semua engkau dapatkan? Sayyidah Fatimah menjawab, amirul mukminin yang memberikannya untukku. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun berkata, "Silakan engkau pilih menyerahkannya ke baitulmal atau menyakitiku karena harus berpisah denganmu, karena sesungguhnya aku tidak suka hidup bersama denganmu sementara perhiasan ini ada di rumah kita. Fatimah menjawab, "Tidak, tetapi aku memilihmu daripada berpuluh-puluh kali lipat perhiasan itu jika memang aku memilikinya." Sayyidah Fatimah pun menyerahkan perhiasannya ke baitulmal.

Dalam kitab Tarikh Ibnu Asakir, hal. 292 dikisahkan, bahwa di kemudian hari, ketika saudaranya, Yazid bin Abdul Malik diangkat menjadi khalifah, ia berkata kepadanya, "Jika engkau mau, aku bisa mengembalikannya kepadamu atau harga yang sebanding dengan itu." Akan tetapi, Sayyidah Fatimah menjawab, "Aku tidak menginginkannya, jiwaku telah merelakannya semasa hidupnya, yaitu Umar bin Abdul Aziz lalu apakah aku pantas memintanya kembali setelah kematiannya?" Di dalam riwayat lain disebutkan, "Tidaklah aku menaatinya semasa dia hidup, lalu aku mendurhakainya setelah dia meninggal dunia." Kisah terindah yang telah dituliskan oleh sejarah untuk wanita yang telah meninggalkan seluruh perhiasan berharga miliknya dengan penuh kerelaan dan keridaan terhadap perintah suaminya itu?

Dia benar-benar mengerti bahwa suaminya akan menggandeng tangannya menuju surga dan ketaatan terhadap Allah. Sehingga dia pun meninggalkan seluruh perhiasan dunia yang fana ini. Padahal, dia adalah keturunan para khalifah. Tentu hal ini tidaklah mudah bagi seorang manusia. Akan tetapi, keimanan dan keridaan serta persaingan dalam kebaikan bersama suaminya, telah membuatnya memilih menaati suaminya di atas segala macam perhiasan dunia.

Adakah sesuatu di dunia ini yang bisa menandingi seorang suami saleh, yang akan selalu membantu seorang wanita salihah untuk menaati Allah di jalan-Nya yang berliku? Apa yang bisa dilakukan dengan perhiasan yang melimpah ruah, jika semua itu kelak akan dihisab di hadapan Allah?

Wahai muslimah, perhatikanlah bentuk kesetiaan terhadap suaminya itu setelah dia meninggal dunia. Perhatikanlah juga kesetiaan terhadap perjanjian yang telah diambil dengan jiwanya tersebut. Semua itu menunjukkan, bahwa dia melakukan perbuatan ini dengan penuh keridaan dan hanya mengharapkan pahala serta ampunan dari sisi Allah. Sungguh dia telah berkata, "Tidaklah aku menaatinya semasa dia hidup lalu mendurhakainya setelah dia meninggal dunia." Kesetiaan seperti apakah yang digambarkan oleh sejarah untuk wanita salihah ini?

Sayyidah Fatimah bukan hanya seorang istri yang setia saja, tetapi dia juga seorang istri yang penyabar dan salihah. Dia bersabar dalam menjalani hidup di dunia dengan kezuhudan dan kesederhanaan bersama suaminya. Padahal sebelumnya, dia menikmati segala macam kehidupan mewah. Akan tetapi, dia rida untuk menjadi istri Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tanpa pembantu ataupun pelayan setelah ia diberi amanah kekhalifahan.

Diriwayatkan dari beberapa orang terdekat Umar bin Abdul Aziz dalam kitab Shifatush Shafwah (2/83), bahwa ketika jabatan khalifah dilimpahkan kepadanya, mereka mendengar suara tangisan yang keras di rumahnya. Kemudian ditanyakan tentang tangisan itu, maka dikatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz telah memberikan pilihan kepada para budak perempuannya dan berkata, "Sesungguhnya aku telah mengemban perkara yang telah menyibukkanku dari kalian, barang siapa yang ingin aku merdekakan maka aku telah memerdekakannya, dan barang siapa yang ingin tetap bersamaku, maka aku tetap menahannya, namun aku tidak bisa memberikan apa-apa kepadanya." Oleh karenanya, mereka semua menangis karena sedih terhadap keputusannya tersebut.

Demikian pula halnya dengan istrinya, Fatimah. Dalam kitab A'lamun Nisa' (4/75), Fatimah pernah ditanya tentang suaminya dan dia mengatakan, "Sesungguhnya Umar telah menghabiskan seluruh jiwanya untuk kaum muslimin, serta mencurahkan seluruh pikirannya untuk segala urusan mereka. Apakah dia memasuki waktu sore sedangkan pekerjaan hari itu belum selesai, maka dia akan meneruskan pekerjaan hari itu sampai malam."

Simbol Kesetiaan

Sungguh wanita salihah itu rela menemani suaminya dalam menanggung cita-cita umat. Dalam keadaan sempit, padahal sebelumnya ia hidup dalam kemewahan dunia. Sayyidah Fatimah menjadi istri yang melayani dan menjaga suaminya, padahal dia seorang putri dan istri khalifah, namun dia tetap rida, karena dia melakukan semua itu dengan mengharapkan apa yang di sisi Allah dan mencari kedudukan yang tinggi di surga bersama seorang lelaki saleh.

Sungguh gambaran wanita perindu surga yang mulia. Yang menjaga kesetiaannya dia atas ketakwaan, bahkan setelah suaminya meninggal. Ia tak silau akan kilauan dan godaan dunia. Wanita yang menginginkan derajat tertinggi yang Allah kabarkan dalam surah Al-Qashass ayat 83, "Negeri akhirat itu kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak membuat kerusakan di muka bumi. Dan akhir yang baik itu hanya bagi mereka yang bertakwa."

Bagaimanakah keadaan wanita muslimah saat ini? Bukankah ini adalah cambuk sekaligus pengingat untuk kita? Surga seperti apa yang engkau cari? Bukankah surga bagi wanita salihah adalah menjaga dirinya baik ketika suaminya ada maupun ketika tiada? Wanita yang terus meningkatkan ketakwaan dan mendidik putra-putrinya dalam keimanan? Merekalah yang akan menjemput janji Allah dalam ayat di atas.

Wallahu a'lam bish-shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aya Ummu Najwa Salah satu Penulis Tim Inti NP
Previous
Nestapa Pekerja Migran, Dibuang Tanpa Perlindungan
Next
Kebijakan UKT ala Tari Poco-Poco
2 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
angesti widadi
4 months ago

Permata dunia paling langkaa dan mahal, hanya dimiliki oleh beberapa orang salah satunya Fatimah. Beliau rela tinggalkan harta termahalnya demi hidup, hanya berserah mengabdi kepada suaminya. Kita belum tentu bisa seperti itu. Iman kita belum tentu bisa sekuat itu. Maa Syaa Allah....

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
4 months ago

Masyaallah tabarakallah betapa mulia hati seorang Fatimah meski berasal dari keluarga terpandang dan berlimpah kemewahan tak lantas menjadikan dirinya jumawa dan berbangga diri akan tetapi menjadikan tetap rendah hati dan rela hidup zuhud namun sangat besar dalam hal beramal salih. Kesetiaan dan baktinya kepda suaminya patut menjadi teladan bagi istri mana pun .

Naskah mb Aya keren sangat. Sukses always.

Bedoon Essem
Bedoon Essem
Reply to  Mimy muthmainnah
4 months ago

Sikap wanita yang begitu langka di zaman sekarang ini ya mb..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram