"Disebut darah istihadlah yang berarti penyakit karena keluarnya darah tersebut tidak normal. Yakni, tidak keluar dalam masa menstruasi atau karena melahirkan."
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Setiap wanita dewasa akan mengalami menstruasi atau haid. Menstruasi adalah keluarnya darah dari kemaluan seorang wanita karena terjadinya peluruhan dinding rahim. Menstruasi terjadi dalam siklus tertentu. Siklus ini berbeda antara satu wanita dengan wanita lainnya. Biasanya antara 21-35 hari. Demikian pula, wanita yang melahirkan akan mengeluarkan darah nifas.
Namun, adakalanya seorang wanita mengeluarkan darah di luar siklus menstruasi maupun masa nifas. Bagaimana penjelasan masalah ini dalam dunia medis? Bagaimana pula penjelasannya menurut fikih Islam dan apa saja hukum-hukum yang berkaitan dengan hal ini?
Menorrhagia dalam Perspektif Medis
Dalam dunia kedokteran, darah yang keluar secara berlebihan disebut dengan menorrhagia. Seperti yang dijelaskan dalam laman Alodokter.com, menorrhagia merupakan istilah medis untuk menggambarkan kondisi ketika jumlah darah yang keluar berlebihan. Baik keluarnya dalam masa siklus menstruasi, maupun di luar siklus. Normalnya, darah yang keluar sebanyak 30-40 ml atau sekitar 6-8 sendok teh selama 4-7 hari.
Ada beberapa penyebab terjadinya menorrhagia. Di antaranya adalah gangguan hormon, gangguan pada rahim, gangguan pada ovarium, kelainan genetik, efek samping obat, alat kontrasepsi, atau karena adanya kanker. Karena itu, para wanita harus mengetahui beberapa gejala menorrhagia.
Beberapa gejala yang umumnya terjadi adalah:
- Keluarnya darah yang terlalu banyak sehingga harus dilakukan penggantian pembalut sebelum dua jam;
- Keluarnya gumpalan-gumpalan darah sebesar koin;
- Perut bagian bawah terasa nyeri;
- Keluar lebih dari tujuh hari.
Jika gejala yang dirasakan semakin parah, hingga menyebabkan sesak napas, nyeri dada, sampai pingsan, maka penderita harus segera memeriksakan diri ke dokter. Setelah melakukan tanya jawab, dokter akan menganjurkan penderita untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Beberapa pemeriksaan lanjutan itu di antaranya adalah tes darah, USG rahim, pap smear, biopsi, histeroskopi, hingga dilatasi dan kuretase. Pemeriksaan lanjutan ini dibutuhkan untuk memastikan penyebab menorrhagia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan itu, dokter dapat menentukan obat yang harus diberikan kepada penderita. Misalnya, obat antifibrinolitik untuk membekukan darah, obat antiinflamasi untuk mengurangi nyeri, pil kontrasepsi untuk mengatur siklus menstruasi, dan sebagainya. Jika pemberian obat-obatan ini belum berhasil, dapat dilakukan tindakan operasi. Misalnya, dilatasi dan kuretase, miomektomi (pengangkatan mioma), hingga histerektomi (pengangkatan rahim). Semua tindakan yang dilakukan oleh dokter, akan mempertimbangkan faktor usia, kondisi kesehatan secara umum, serta apakah penderita berencana untuk hamil atau tidak.
Menorrhagia dalam Perspektif Fikih Islam
Al-Qadhi Abu Syuja' dalam kitabnya, Matan Taqrib, mendefinisikan menorrhagia atau istihadhah sebagai darah yang keluar di luar waktu-waktu menstruasi dan nifas. Disebut darah istihadlah yang berarti penyakit karena keluarnya darah tersebut tidak normal. Yakni, tidak keluar dalam masa menstruasi atau karena melahirkan. Darah istihadlah tidak keluar dari rahim, tetapi dari bawah rahim.
Untuk mengetahui apakah darah yang keluar itu termasuk darah istihadhah atau bukan, maka kita harus memahami darah menstruasi dan nifas. Darah menstruasi dan nifas dapat diketahui berdasarkan ciri-ciri dan waktunya. Menurut Al-Qadli Abu Syuja', darah menstruasi berwarna merah matang, kental, dan lebih berbau dari darah biasa. Sedangkan darah istihadlah memiliki ciri seperti darah biasa. Yaitu, berwarna merah segar, tidak berbau, dan encer.
Darah menstruasi keluar minimal sehari semalam dan maksimal 15 hari. Sedangkan darah nifas minimal keluar sekejap, maksimal 60 hari. Umumnya, wanita mengeluarkan darah menstruasi antara enam hingga tujuh hari dan mengalami nifas selama 40 hari.
Pendapat Al-Qadli Abu Syuja' ini dilandaskan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tentang menstruasi, وأكثره خمسة عشر يوما (Masa paling lama adalah 15 hari). Kemudian, hadis Imam Bukhari yang menyatakan bahwa darah yang keluar lebih dari 15 hari dihukumi istihadlah. Hadis itu berbunyi, ما زاد على خمسة عشر فهو استحاضة (Yang keluar lebih dari 15 hari adalah istihadlah).
Sedangkan dalil tentang lamanya waktu menstruasi yang biasa dialami oleh wanita, terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh ashhaabu as sunaan. Dari Hammah binti Jaisy, Rasulullah saw. bersabda, "Ambillah masa haid berdasarkan ilmu Allah Swt., enam atau tujuh hari sebagaimana para wanita itu haid dan bersuci."
Adapun dalil tentang masa nifas yang biasa dialami oleh wanita disampaikan oleh Ummu Salamah dalam hadis riwayat Abu Dawud, "Para wanita yang nifas pada masa Rasulullah saw. duduk (tidak menjalankan salat) selama 40 hari 40 malam."
Karena itu, darah yang keluar setelah 15 hari menstruasi atau 60 hari setelah nifas, dianggap sebagai darah istihadlah. Demikian pula, jika darah itu keluar di dalam masa suci yang kurang dari 15 hari juga dianggap sebagai darah istihadlah.
Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Menorrhagia
Hukum-hukum bagi wanita yang istihadlah berbeda dengan wanita yang menstruasi atau nifas. Wanita yang mengalami menorrhagia atau istihadlah, diihukumi seperti wanita yang suci. Maka, ia wajib menjalankan salat dan berpuasa di bulan Ramadan. Ia juga boleh memegang mushaf Al-Qur'an. Hal itu sesuai dengan hadis dari Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa seorang wanita bernama Fatimah binti Al-Hubaisy mengalami istihadlah. Ia pun bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kewajiban salat. Maka, Rasulullah saw. pun menjelaskan bahwa ia harus tetap menjalankan salat. Sebab, darah yang keluar itu berasal dari urat.
Wanita yang istihadlah tidak wajib bersuci sebelum menjalankan salat. Ia hanya wajib berwudu. Sebelum berwudu, ia harus membersihkan dahulu darah yang keluar. Kemudian menutup kemaluannya menggunakan kapas atau kain agar darah tidak menetes keluar.
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah, satu kali wudu, hanya untuk satu salat fardu. Karena itu, ia harus berwudu setiap kali hendak melaksanakan salat fardu. Wudu itu juga harus dilakukan setelah masuk waktu salat. Namun, hal ini tidak berlaku jika ia hendak melakukan salat sunah. Maka, ia tidak perlu berwudu setiap kali hendak melakukan salat sunah.
Demikianlah, pandangan medis dan fikih Islam tentang menorrhagia atau istihadlah. Darah yang keluar di luar siklus menstruasi atau nifas ini dianggap sebagai darah penyakit. Karena itu, perlu tindakan medis sesuai dengan kondisi penderita. Demikian pula, hukum-hukum yang berkaitan dengannya berbeda dengan hukum wanita yang menstruasi dan nifas.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Meskipun aturan Islam diturunkan jauh sebelum ditemukannya berbagai peralatan kesehatan yang canggih, agama ini telah menjelaskan masalah ini. Karena itu, sudah seharusnya jika kita berusaha untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah untuk meraih rida-Nya.
Wallaahu a'lam bi ash-shawaab.[]