Pentingnya Menata Hati Saat Beribadah Haji

"Kita harus senantiasa menata hati saat hendak beribadah kepada Allah Swt., termasuk saat berhaji. Pada saat yang sama, kita juga harus memahami tata cara ibadah yang benar. Dengan memahami hal ini, ibadah apa pun yang kita lakukan akan terhindar dari kesia-siaan."

Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Labbaika allaahumma labbaik
Labbaika laa syariika laka labbaik
Innal hamda wanni'mata laka wal mulk
Laa syariika laka

Inilah bacaan yang dilafalkan oleh mereka yang sedang beribadah haji. Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Hal ini disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim,

بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان

"Islam dibangun di atas lima perkara. Persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, membayar zakat, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadan."

Melalui hadis ini, Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada kita bahwa agama Islam itu ditegakkan dengan lima pilar. Salah satunya adalah melakukan ibadah haji ke Baitullah. Kewajiban haji diperintahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam surah Ali Imran [3] ayat 97 yang turun pada saat Perang Uhud, pada tahun keempat kenabian. Dalam ayat tersebut, Allah Swt. berfirman,

… ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ….

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. Yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah."

Ibadah haji sudah dilakukan oleh masyarakat di Makkah dan sekitarnya sebelum Islam datang. Ibadah ini sebelumnya disyariatkan kepada umat Nabi Ibrahim a.s. Sayangnya, seiring dengan berjalannya waktu, ibadah itu banyak menyimpang. Masyarakat tidak lagi berhaji untuk beribadah kepada Allah Swt., tetapi kepada para berhala.

Berhala-berhala itu mereka dirikan di sekeliling Ka'bah. Berbagai ukuran berhala ada di sana. Berhala yang paling besar bernama Hubal. Di samping itu, saat tawaf, mereka melakukannya dengan bertelanjang.

Meskipun telah diperintahkan untuk berhaji pada tahun keempat kenabian, Rasulullah saw. baru menjalankan ibadah haji pada tahun kesepuluh kenabian, yakni 82 hari sebelum Beliau saw. menghadap Allah Swt. Haji yang kemudian dikenal sebagai haji wadak (haji perpisahan).

Sebelumnya, Rasulullah saw. berusaha untuk melaksanakan haji pada tahun keenam kenabian. Saat itu, Beliau saw. tidak hanya bersama kaum muslimin. Namun, ada di antara rombongan mereka, orang-orang musyrikin dari berbagai kabilah yang ada di Jazirah Arab.

Niat Beliau saw. untuk melakukan haji saat itu dihalangi oleh orang-orang Quraisy. Mereka mengira bahwa Rasulullah saw. hendak menyerang kota Makkah. Padahal, Rasulullah saw. bersama rombongannya hanya ingin beribadah.

Rasulullah saw. beserta rombongan yang berjumlah 1400 orang itu tertahan di Hudaibiah. Saat itu, terjadi perundingan antara rombongan Rasulullah saw. dengan kaum Quraisy. Perundingan yang alot itu akhirnya menghasilkan Perjanjian Hudaibiah.

Berdasarkan perjanjian itu, Rasulullah saw. dan rombongannya baru diizinkan melakukan umrah pada tahun berikutnya. Pada tahun ketujuh kenabian, Rasulullah saw. pun melakukan umrah qadla', sebagai ganti atas umrah yang hendak dilakukan sebelumnya. Beliau datang bersama 2000 kaum muslimin.

Pada tahun kedelapan kenabian, terjadi peristiwa Fathu Makkah (pembebasan Makkah). Peristiwa itu dipicu oleh pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy terhadap Perjanjian Hudaibiah. Mereka menghasut dan mempersenjatai Bani Bakr, sekutu mereka, untuk menyerang Bani Khuza'ah. Akibatnya, sebagian Bani Khuza'ah pun terbunuh. Salah seorang dari mereka yang selamat memohon bantuan dari Rasulullah saw.

Maka, Rasulullah saw. pun mengerahkan pasukan kaum muslimin yang berjumlah 10.000 orang menuju Makkah. Kaum musyrikin Quraisy yang merasa bersalah pun tidak mampu berbuat apa-apa. Mereka akhirnya menyerah. Makkah pun dibebaskan tanpa melalui pertumpahan darah.

Setelah Makkah berhasil dibebaskan, Rasulullah saw. menerima wahyu dari Allah Swt. untuk membersihkan Baitullah dari kesyirikan. Hal itu tercantum dalam surah At-Taubah [9] ayat 1. Rasulullah saw. kemudian mengutus Ali bin Abi Thalib untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa kaum musyrikin tidak diizinkan untuk melakukan ibadah haji di Makkah.

Maka, berhala-berhala yang ada di sekitar Ka'bah pun dibersihkan. Demikian pula dengan gambar-gambar dan relief malaikat yang ada di dinding-dinding Ka'bah. Dengan demikian, kota Makkah pun bersih dari kesyirikan.

Hal itu terjadi pada tahun kesembilan kenabian. Saat itu, Rasulullah saw. juga memberangkatkan jemaah haji ke Makkah. Mereka dipimpin oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Rombongan itu berisi 300 orang.

Pentingnya Menata Hati

Ibadah haji adalah ibadah yang berat dan tidak mudah. Tidak semua orang mampu melakukannya. Ibadah ini membutuhkan fisik yang prima serta dana yang besar. Karena itu, ibadah haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup. Hal ini disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam khotbahnya. Melalui sebuah hadis dari Ibnu Abbas, Beliau saw. bersabda,

يآيها الناس إن الله كتب عليكم الحج فقام الاقرع بن حابس فقال يا رسول الله أفي كل عام؟ قال لو قلتها لوجبت ولو وجبت لم تعملوا بها ولم تستطيعوا أن تعملوا بها الحج مرة فمن زاد فهو تطوع

"Hai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berhaji. Maka berdirilah Al-Aqra' bin Habis dan berkata, 'Ya Rasulullah, apakah untuk tiap tahun?' Rasulullah menjawab, 'Seandainya aku mengatakannya, akan diwajibkan. Seandainya diwajibkan, kalian tidak akan melakukannya dan tidak akan mampu melakukannya. Ibadah haji itu hanya satu kali. Siapa saja yang melakukan lebih dari satu kali, itu adalah sunah.'"

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam Nasa'i, Imam Ibnu Majah, dan Imam Hakim.

Ibadah haji ini terkadang menjadi sia-sia karena niat yang salah. Misalnya, ingin mendapatkan gelar haji. Tidak tertutup kemungkinan ada orang yang melakukan ibadah haji hanya ingin memburu gelar.

Ada perasaan istimewa ketika menyandang gelar itu. Karena itu, ketika gelar tersebut lupa tidak dicantumkan dalam surat undangan untuknya, ia pun tersinggung. Begitu pula saat ada yang memanggilnya tanpa menyebut gelar hajinya, ia pun marah.

Ada pula yang melakukan ibadah ini hanya untuk meraih suara masyarakat. Mereka yang sebenarnya jauh dari agama pun menyempatkan diri untuk melaksanakan ibadah ini. Sepulangnya dari sana, mereka pun mengubah penampilan; yang laki-laki berpeci, yang perempuan berkerudung, hingga dipanggil akhi dan ukhti.

Bahkan, tidak jarang pula ada yang melakukan ibadah haji hanya sebagai rekreasi. Ketika tiba di sana, tidak ada perasaan syahdu atau terharu. Ia menganggap hal itu biasa saja. Sama seperti perasaannya saat mengunjungi tempat-tempat wisata lainnya, seperti mengunjungi Borobudur atau TMII.

Jika niat beribadah haji hanya untuk hal-hal seperti ini, tentu sangat disayangkan. Tenaga yang dicurahkan, waktu yang diluangkan, serta harta yang dikeluarkan menjadi terbuang percuma. Hal itu karena ibadahnya tidak akan diterima.

Itulah sebabnya, Islam memerintahkan kepada kita untuk melakukan ihsanul 'amal (sebaik-baik amal), bukan katsrotul 'amal (sebanyak-banyaknya amal). Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Mulk [97] ayat 2,

الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم ايكم أحسن عملا ….

"Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya …."

Ihsanul 'amal akan mengantarkan pada diterimanya amal. Sedangkan katsrotul 'amal, tidak menjamin diterimanya amal. Syarat ihsanul 'amal ada dua. Pertama, niat ikhlas karena Allah Swt. Tentu, yang mengetahui ikhlas tidaknya seseorang dalam beramal hanyalah Allah Swt. dan dirinya sendiri.

Karena itu, di sinilah kita perlu menata hati dalam beramal atau beribadah. Semua harus diniatkan untuk Allah Swt. Sebab, jika ibadah itu kita niatkan untuk mendapatkan dunia atau yang lainnya, maka hanya itulah yang kita dapatkan.

Sebagaimana pesan Nabi saw. melalui hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dalam hadis tersebut Rasulullah saw. menyatakan bahwa amal itu bergantung pada niatnya. Tiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Maka, siapa saja yang berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya, berarti hijrahnya memang untuk Allah dan rasul-Nya. Namun, siapa saja yang berhijrah untuk dunia atau untuk wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya hanya untuk itu.

Kedua, amal yang dilakukan harus sesuai dengan tuntunan syarak. Di sinilah pentingnya kita belajar agama. Dengan belajar agama, kita akan memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan amal yang akan kita lakukan. Kita akan mengetahui syarat wajib, syarat sah, rukun, dan sebagainya. Dengan demikian, kita akan terhindar dari kesalahan dalam beribadah.

Inilah hal-hal yang harus kita pahami sebagai seorang muslim. Karena itu, kita harus senantiasa menata hati saat hendak beribadah kepada Allah Swt., termasuk saat berhaji. Pada saat yang sama, kita juga harus memahami tata cara ibadah yang benar. Dengan memahami hal ini, ibadah apa pun yang kita lakukan akan terhindar dari kesia-siaan.

Wallaahu a'lam bishshawaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Wajah Arab Saudi dalam Pagutan Liberalisasi
Next
Surut Wabah Covid-19 Pasang Kasus Monkeypox, Pertanda Apakah Ini?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram